Nikmati Hari Ini

Huhuhuhu..hwaaaa hiks hiks huhuhuhu…tiba-tiba terdengar suara anak nangis datang dari pintu bawah. Aku sama suamiku cuma pelong-pelongan mengisyaratkan pikiran yang sama, “What’s wrong with Aik?” Bener aja ga lama, sambil masih nangis ngoar-ngoar, Aik naik ke atas. “Kenapa sayang..sini peluk yuk peluk…cup cup…cup.” Aku segera memeluk Aik.

“Huhuhuhu Aik di pesten (teasing, di bully sedikit) sama temen-temen Aik huhuhu huks huks huks..” Duuh suara tangsinya Aik menyayat hati banget kayanya sakit hatii banget ini anak.
“Oh pasti ga enak ya Sayang, Aik marah sekali ya. Siapa yang pesten Aik, Robin juga ikut pesten Aik? Ilaja juga?”
“Huhuhu iya hwaaa…semua anak-anak itu pesten Aik hwaaaa…kecuali Charlote, Wahad dan juga Markus hwaaaaa…”
“Hoo gitu…gimana mereka pestennya?”
“Katanya Aik kaya batu, Aik itu batu hwaaaa huhuhuhu…” Aik masih sesenggukan keras sekali. Aku perhatikan di tangannya Aik memegang batu. Entah apa yang terjadi pokoknya batu itu dipegang terus sama Aik.
“Hmm..pasti Aik marah sekali dong ya dibilang kaya batu,”
“Hiyaaaaa hwaaaaaa!”
“Mmm…apa Aik udah bales pake cara Virenze (training komunikasi yang baru didapet Aik)? Aik udah bilang kalo itu Aik ga suka? Aik udah bilang, Ya menurut kamu aku batu, biarin aja, aku ga merasa aku batu koq.”
“Iyaa Aik udah bilang gitu huhuhu, tapi mereka masih terus-terusan bilang Aik batu Aik batu terus huhuhu. Jadinya Aik pergi dan Aik nangis huhuhuhu..”

Hoo gitu ya. Dalam hal ini aku juga bingung sih.Kalo di pestennya oleh rame-rame pasti anaknya kalah kan. Jadi rasanya satu-satunya cara adalah gimana agar membuat anak ini tetap strong. Teorinya, kalau di pesten boleh balik marah, tapi marah yang baik ga ala preman, ga bales pukul. Jadi dijawab aja dengan,”Aku ga suka kamu melakukan itu. Kalau kamu pikir aku begitu biar aja, menurut aku ga kaya batu koq.” Intinya bilang perasaan kita apa lalu bilang juga sikap kita gimana. Setelah itu pergi aja. Tapi kalau sudah membahayakan memang harus lapor orang dewasa. Itu teorinya dan Aik sudah coba praktekan tapi kurang sukses karena dikeroyok rame-rame.

“Bunda, Aik mau ke Groningen aja hwaaaa…di Groningen Aik punya temen yang baik-baik ga ada yang pesten Aik huhuhu.”
“Hoo gitu ya Ik, siapa, Ramon ya Ik temen baik Aik.”
“Hiyaaa huhuhuhu…”
“Tapi kalo nanti ada teman selain Ramon yang pesten Aik gimana, kan ga semua anak baik Ik.”
Aik diem sejenak.
“Bunda..bunda tahun depan Aik mau ikut bunda ke Indonesia aja ya Bun, pliiis ya Bun ya…”

“Hoo bunda seneng sekali kalo Aik mau ke Indonesia, asik dong sayang. Tapi gimana kalo di Indonesia ada anak yang pesten aik juga. Kan ga semua anak baik Ik.”

Aik diem lagi mikir sambil sesenggukan hiks hiks hiks.

“Kalo gitu Aik mau main sama batu ini ajaa hwaaaa. Cuma batu ini temen baik Aik hwaaaaaa! Huhuhuhu…” Aik nangis keras lagi sambil ngelus-ngelus batu ditangannya.

Oalaaah aku mau ketawa ngeliatnya. Ternyata si bungsuku yang bentar lagi 10 tahun ini masih kecil rek, masih menjadikan batu sebagai teman baiknya qiqiqi.

“Hmm oke Aik, bunda ngerti pasti ga enak banget di pesten. Bunda aja udah besar gini pernah juga ko di pesten sama teman baiknya bunda. Bayangin Ik, temen baik bunda lho, yang dari dulu sekolah bareng-bareng, ga enak kan. Bunda dibilang ga pinter. Ya terus bunda bilang aja, silahkan kalo menurut kamu begitu, menurut aku engga. Oiya Ik, kalo dalam agama Islam, ada contoh bagus dari Rosulullah. Dulu ceritanya ada pengemis Yahudi yang suka ngeludahin Rosulullah, tapi Rosul ga marah, tetap baik, malah dia selalu suapin pengemis itu dilain kesempatan. Sampe suatu ketika, waktu Rosul meninggal, si pengemis tanya, mana orang yang selalu menyuapi aku? Dia adalah Muhammad, dia sudah meninggal dan dia adalah orang yang suka kamu ludahi. Wah langsung si orang Yahudinya nangis menyesal lalu masuk Islam.”

“Tapi Aik bukan Rosulullah, Aik ga bisa kaya Rosulullah huhuhu”

“Iya sama Ik, bunda juga belum bisa kaya Rosulullah, tapi ya kaya sama teman bunda tadi yang penting kita tetap baik, berusaha memaafkan aja.”

“Huhuhu…” Tampaknya cerita itu rada masuk karena Aik terus nangisnya berkurang.

Tiba-tiba Lala masuk sambil ngomong,”Malik, beterschap van Charlotte, Wahad en Marcus.” Haa rupanya Aik dapat salam untuk cepat sembuh dari teman-temannya.

“Tuh kan Ik, tuh teman Aik masih ada yang baik kan… tuh mereka bilang beterschap, cepet sembuh Aik, katanya.”

Aik makin reda tangisnya. Tapi masih mau belum turun. Dia malah nyungsep turun dari tempat tidur, main-main sama batunya. Ngajak ngobrol dan ngelus-ngelus, “kamu teman baikku, batu,” katanya bisik-bisik. Qiqiqi geli deh bunda ngeliatnya.

Ga lama karena krang kring krang kring bel rumah bunyi terus, teman-temannya makin banyak yang datang, Malik pun ga tahan segera berlari ke bawah. Udah sembuh tampaknya hatinya. Syukurlah.

***
Beberapa jam kemudian,”Aaaaaagh! Hwaaaaaa! Huhuhuhu! Aaaaaaaagh sakiiit..sakiiit huhuhuhu hwaaaaaaaa!

Lagi-lagi aku dan suamiku pelong-pelongan. Hmm now..what’s wrong with Lala? Lala terdengar jerit-jerit dan nangis kesakitan di bawah. Suamiku segera turun. Rupanya tanpa sengaja salah satu temannya menutup pintu dan tangan Lala kejepit. Haduuh, tadi anak satunya sakit hati, sekarang anak pertama sakit fisik.

Ga lama, Lala pun naik keatas sama ayahnya sambil sesenggukan..”huhuhu…ini sakit sekali Bunda…huhuhu…Aku tahu Ilaja ga sengaja tapi ini sakiit sekali aaaw hwaaaa huhuhu..” Tangisnya Lala missterable banget. Waktu aku liat tangannya, no wonder sih nangisnya sampe begitu, kulit jari telunjuknya robek berdarah.

“Cup sayang pasti sakit sekali yaa hmm sini bunda kasih tissue ya biar darahnya berhenti.” Aku pun segera membalut lukanya supaya darahnay berhenti.

“Aku tahu itu ga sengaja tapi ini sakit sekali Bun huhuhu.” Lala mengulang lagi yang dia rasakan.
“Iya mba, pasti sakit ya. Kadang-kadang kita memang dapat musibah ga disangka-sangka ya mba, seperti bunda pernah bilang, hidup ga pernah mulus-mulus aja. Sekarang mba Lala dikasih sakit, mungkin supaya mba Lala tahu, supaya mba Lala bersyukur bahwa ternyata sehat itu nikmat sekali, harus disyukuri dan sakit itu ga enak.”

“Iya Bunda huhuhu…”

Aku pun terus memeluk Lala sampe tangisnya berhenti. Ga lama dia segera beranjak dan pergi balik lagi main sama temannya.

Huff…tangisan dua anakku yang sudah cukup lama ga pernah kudengar. Hari ini mereka nangis bersahut-sahutan lagi bergantian. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa bersyukur sekali, karena masih bisa menikmati masa-masa ini, yang mungkin sebentar lagi tak bisa kurasakan lagi, berada di sisi mereka, bisa memeluk mereka, bisa ada untuk mereka ketika mereka betul-betul sedang membutuhkan aku, ketika mereka sedang perlu shoulder to cry on. Alhamdulillah. Lagi-lagi aku merasa puas bisa mengasuh mereka sendiri tanpa bantuan siapa-siapa hanya berdua suamiku. Banyak yang dikorbankan memang, tapi kepuasaan itu tak tergantikan. Meskipun sebentar lagi mereka punya dunia remajanya sendiri (bahkan sekarang pun sudah), meskipun tak lama lagi akan kutinggalkan mereka lagi, smoga kenangan-kenangan aku ada bersama mereka di saat mereka membutuhkan seperti sekarang ini, akan selalu mereka ingat dan akan selalu memperkuat mereka. Amin ya Allah…Hmm..jadi inget puisinya mba Sofie Dewayani yang selalu kusimpan ini, terimakasih mba untuk puisi yang indah dan penuh makna ini:

Nanti juga ada masanya,
ketika kita ada waktu buat diri,
lalu kita sekolah lagi, atau sibuk itu-ini.
Pekerjaan numpuk, dan paper harus selesai hari ini.
Ide berteriak ribut di benak, *ngantri*,
tapi tak bisa mengusik senyapnya library, atau rumah yang sepi,
“Duh, lama banget sih, anak-anak sekolah hari ini?”

Nanti juga ada saatnya,
kita pergi berkelana sendiri,
meninjau itu-ini, seminar atau konferensi.
Kita menelpon rumah sambil menahan gemuruh di hati,
eh, yang dikangenin cuma menyahut dengan basa-basi,
“We’re just doing fine, do you have a good time?”
Lah, apa dia nggak tahu ada yang perih di sini,
tidur sendiri berselimut sepi?

Nanti juga ada waktunya,
saat kita ingin pergi sama-sama,
cuma kita aja, lupakan yang lainnya.
“Lihat nih, mama sudah masak.
Kan nggak tiap hari mama masak istimewa?”
Eh, dia cuma melihatnya, sekilas saja.
“Can I stay and play with my friends instead?
Don’t you think that I’m too big for that kind a stuff?
Why don’t you go with ayah and just enjoy your time?”
Aduh, kenapa sih Nak, kamu nggak jadi kecil selamanya?

Nanti juga ada masanya, kita menikmati malam sendiri,
sambil memainkan remote di jemari.
Acara teve ini, kok begini-begini lagi?
Malam masih terlalu muda untuk merebahkan diri,
sedangkan mereka sudah tidur sedari tadi,
tanpa panggil-panggil minta dikeloni,
apalagi menyebut nama kita dalam mimpi.
“Ah, seandainya saja mereka kembali kecil seperti dulu lagi.
Aku kan jadi punya alasan untuk *pajama party.*”

Jadi…nikmati yang ada hari ini ya?
Selami suka dan dukanya,
karena itu tak akan bertahan lama…