Dari Gips Lala Belajar

Lala-kakigips-fila.jpg
Kaki Lala digips dan hadiah boneka Fila

Membayangkan anak patah tulang dan kaki atau tangannya harus digips? Aduuh…baru membayangkan saja sudah ngilu rasanya. Tapi ternyata ini benar-benar terjadi pada Lala kemarin. Untungnya, patah tulangnya masih diragukan. Yang jelas ankle kaki kirinya mengalami pembengkakan dan terluka. Kaki Lala masuk ke jeruji sepeda saat Lala sedang dibonceng naik sepeda. Accident itu terjadi saat Lala merubah posisi duduk. Saat berangkat Lala membonceng dengan posisi laki-laki (kaki terbuka). Tapi saat kejadian, posisi Lala sudah berubah menjadi posisi duduk perempuan. Dasar bocah, pindah asal pindah, nggak ngomong-ngomong hehe, kejadian deh. Ketika hal itu terjadi, sempat terdengar bunyi “krek..krek..” tanda kaki Lala atau sepatunya barangkali, terputar roda sepeda. Iih ngilu kan.

Setelah dilakukan rontgen, gambaran rontgennya masih meragukan, entah patah atau hanya sekedar contusio. Yang jelas dokter memutuskan untuk memperlakukan ankle nya seperti kasus patah tulang. Jadi, Lala harus digips! Hmm…musibah memang bisa terjadi kapan saja, padahal beberapa hari lagi Lala ulangtahun. Tapi, kejadian ini mengajari Lala banyak hal. Ya, mesti akan selalu ada mutiara dibalik duka kan.Aku masih belum ‘ngeh’ kalau terjadi sesuatu pada kaki Lala, karena kebetulan tetangga baikku yang giliran menjemput Lala dan Malik dari sekolah. Lala masih bisa berjalan naik tangga sepulang sekolah,walau tentu saja harus kutuntun. Aku hanya heran, Lala menangis tak berhenti. Waktu kutanya, mengapa Lala menangis terus, alasannya Lala marah sama Aik dan juga mengantuk. Anehnya, Lala tak juga mengijinkan aku membuka kaos kakinya. Akhirnya, karena curiga, aku bujuk dia untuk membuka kaos kakinya, dan ternyata, O..O…ankle kaki kiri Lala menggelembung bengkak, dan tampak bagian kulitnya pun berdarah, karena terkelupas sekira diameter 2 cm.

Lala-kakibengkak.jpg
Aduuh bengkak dan merah…

Wah, harus segera ke dokter nih, pikirku sedikit panik. Lala menangis terus, dan ayah Lala belum pulang kerja. Aku terpaksa mengendong Lala ke tempat dokter. Dan Malik, tentu saja mengikutiku di belakang. Untung saja tempat praktek dokter keluarga kami dekat, jadi aku tak terlalu lelah mengangkat beban Lala yang 17 kg itu. Karena tak juga berhenti menangis, dan selalu mengeluh sakit, aku berkata pada Lala,”La, Lala dzikir aja sama Allah ya, berdoa sama Allah biar Lala sembuh, Lala sekarang sakit, Lala lagi dilatih sama Allah jadi anak yang sabar, minta ketenangan sama Allah ya sayang ya.” Dan Lala pun mengikuti saranku, bergumam “Ya Allahu..ya Allahu…” tapi sambil tetap menangis. Tiba di tempat dokter, cek sana-cek sini, dokter langsung menyuruh agar Lala dibawa ke emergency rumah sakit, untuk dirontgen dan diterapi sesuai hasil rontgen.

Sambil menunggu kedatangan ayah, Lala aku baringkan di tempat tidur. Lala tetap saja menangis. Tapi, Malik seketika menjadi penolong Lala, sigap dan cepat lho dia. Waktu mbak Lala minta dihibur, Aik langsung memasang tampang lucu sambil mengeluarkan mantra ajaib,”heri feluthet, tukafelarit…” Setelah itu, Lala menjadi sedikit tenang, dan menarik napas dalam. Eh, baru sebentar tenang, Lala sudah nangis lagi. “Huaa..Lala nggak bisa berhenti nangisnya, ambilin minum Ik, mbak Lala haus…hiks..hiks…,”kata Lala sambil berusaha menahan tangis. Dan Aik, dengan sigap berlari mengambil gelas berisi air minum buat kakaknya. “Ini mbak,” kata Aik.

Teguk…teguk…teguk, Lala meminum air dengan cepat. Tapi…”huaa…huaa…mbak Lala masih belum bisa berhenti nangisnya huaa…Mbak Lala inget apa dong Bun biar berhenti nangis, apa Bun?!” tanya Lala emosi sambil menangis lagi. “Wah, gimana ya biar mbak Lala tenang, baca buku ya sayang, mau buku apa mbak Lala?” tanya bunda. Ternyata mbak Lala ingin baca buku ‘Pak Belgeduel’. “Aik, tolong mbak Lala diambilin buku ya,” kata bunda minta tolong. Hap! dan Aik pun langsung meloncat keluar mencari buku yang dimaksud.

Lala tampaknya betul-betul mengandalkan Aik. Sewaktu ingin pipis, bunda mengangkat Lala, tapi Lala tetap keukeuh ingin ditemani Aik. “Temenin mbak Lala Ik,” kata Lala memaksa. “Iya mbak, Aik disini,” jawab Aik sambil mengikuti kakaknya ke toilet. Aduuh bunda jadi geli campur haru deh melihatnya. Lala duduk ditoilet pun Aik dengan setia menemani mbak Lala dipinggir bunda.

Akhirnya, ayah datang, dan pergilah kami ke rumah sakit. Lala sudah tenang, hanya agak ketakutan. Tapi perawat dan dokter disana tampaknya memang terlatih dalam menghadapi anak-anak. Ketika datang, kami disambut oleh seorang perawat laki-laki yang ramah, Edwin namanya. Dia memperkenalkan diri, dan menyalami kami satu persatu, termasuk Lala. Dengan ramah, dia mengajak ngobrol Lala,dan kemudian menjelaskan pada Lala tindakan apa yang akan dilakukan pada kakinya. Bayangkan, anak sekecil Lala pun diberi penjelasan detil oleh perawat itu. Lala diberitahu bahwa kakinya hanya akan dirontgen, “nggak sakit koq” kata perawat itu. Dan semua itu cukup menenangkan Lala. Ketika di rontgen, Lala cukup ko-operatif, dan setelah selesai, Lala senang karena perawat memberinya hadiah kertas bergambar untuk diwarnai.

Setelah dokter memeriksa hasil rontgen, kami dipanggil dan dijelaskan tentang ketidakyakinannya akan gambaran tulang yang patah. Karena, garis yang diduga patahan tulang ankle Lala terletak di garis tulang yang masih tumbuh, jadi dokter ragu entah patah atau tidak. Dan kami pun diberitahu bahwa, Lala tetap harus digips. Menunggu giliran digips lama juga, tapi untung disediakan tempat bermain. Lala dan Malik mewarnai dan bermain-main disana. Hingga akhirnya tibalah giliran Lala untuk digips.

Sebelum di gips, lagi-lagi perawat menjelaskan pada Lala tentang apa yang akan dilakukannya. “Nanti kakimu akan digips, dan akan sedikit sakit, ” kata perawat laki-laki itu. Dan ia pun menjelaskan pada kami tindakan apa yang akan dilakukan, serta apa-apa saja yang harus kami lakukan selanjutnya. “Lala akan digips, ini hanya untuk mengistirahatkan kakinya. Jadi, bagian atas tidak digips, masih diberi ruang untuk ‘bernapas’ karena kakinya bengkak. Setelah seminggu Lala harus kontrol, nanti gipsnya dibuka, dan baru ketahuan, apakah anklenya patah atau tidak. Tapi bila dalam seminggu, Lala panas tinggi, kakinya berbau atau jd sakit dan merah sekali, harus segera hubungi dokter ya. Oya, kalian bisa beli kruk buat Lala, tapi gratis koq sudah termasuk asuransi,tinggal tunjukkan saja kartu berobat ini.” Perawat itu menjelaskan panjang lebar.

“Eh, koq lukanya nggak dibersihin dulu sih, langsung digips, apa nggak khawatir ada bakteri?” tanya bunda penasaran. “Tampaknya lukanya bersih, karena tadi tertutup kaos kaki kan. Lagipula, kalau kami bersihkan, kami nggak yakin apakah lukanya malah bersih atau sebaliknya. Lagipula akan sangat sakit, kasian anaknya,” jawabnya lagi.

Oke, siap ya La. Dan Lala pun duduk di kursi yang bisa dinaik turunkan.”Oh, Leuk (asyik)” kata Lala sambil nyengir. Pertama, kaki Lala diberi semacam kaos kaki panjang hingga lutut. Lalu kertas putih lembut seperti kertas yang sering dipakai penjahit baju dibalutkan di kaki Lala. Setelah itu, mulailah cast dipasang di kaki kiri dan kanan Lala. Selanjutnya, dilapis dengan semacam kassa basah. Terakhir, baru deh dibalut dengan bahan keras. Tarraa…selesailah sudah. Dan ternyata, Lala dikasih hadiah lagi. Apa hadiahnya? Boneka rusa! Hmm…tentu saja Lala senang, Malik jadi iri pengen punya juga. Dan Lala pun berkata pada sang perawat,”Mag ik voor mijn broertje ook? (boleh nggak buat adekku juga?). “Oo… ini hanya buat anak yang sakit, kalian main bersama aja ya,” kata si perawat lagi.

Lala-kakigips.jpg

Ah…legaa…berakhirlah kehebohan sore kemarin. Dan apa yang Lala dapatkan dari kejadian ini? Lala bisa belajar mengatasi rasa takut, rasa sakit, mendapatkan pengalaman berharga di rumah sakit, dan dapat boneka pula! Boneka itu diberi nama Pipi Fila. Aik yang memberi nama Pipi, dan Fila nama pemberian Lala. Artinya, anak yang sholeh dan baik hati, gitu kata Lala. Hmm…sakit dan sehat, suka dan duka, ternyata memang nikmat kalau dijalani sama mesranya… Semoga Lala cepet sembuh ya sayang…

4 Replies to “Dari Gips Lala Belajar”

Comments are closed.