Aku lagi demen baca puisi, karena waktu kecil sebetulnya aku suka baca puisi buat diri sendiri. Jadi waktu jadi narasumber di acara hari Kartini Kharisma, aku sempatkan lah membaca puisi yang kubuat sendiri. Ya buat variasi aja sih, biar ga boring maksudnya. Ini dia puisinya.
Bangganya Wanita
Katanya, wanita tercipta dari tulang rusuk Adam
Sehingga para lelaki lalu berkata,”Kamu adalah bagian dariku, tanpa aku, kamu tak akan ada.”
Sehingga para lelaki lalu bersabda,” Kamu tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, kamu sungguh lemah.”
Katanya, itulah mengapa sejak jaman dahulu kala, perempuan dianggap hina.
Tengok saja nasib wanita di jaman Yunani.
Mereka disekap dalam istana dan diperjualbelikan semena-mena.
Tengok pula penderitaan wanita di jaman Romawi.
Ayah dan suami adalah sang penguasa,
Yang berhak menjual, mengusir, membunuh dan menyiksa.
Peradaban Hindu dan Cina pun sama saja.
Wanita Hindu bersuami harus meregang nyawa, dibakar hidup-hidup bersamaan dengan api yang membakar mayat sang suami.
Sementara dalam pepatah kuno Cina, suara wanita sama sekali tak ada harganya.
“Anda boleh mendengar pembicaraan wanita tetapi jangan sekali-kali mempercayai kebenarannya,” begitu bunyinya.
Lantas, buat apa kita bangga menjadi wanita?
Untungnya, Islam datang membawa cahaya.
Menyatakan dengan terang bahwa wanita sama mulianya dengan pria
Menyatakan dengan lantang bahwa wanita ada, bukan untuk jadi budak semata.
Tetapi, bagaimana kini nyatanya?
Perdebatan masih saja ada dimana-mana.
Ulama bilang bahwa wanita seharusnya tinggal di rumah saja,
mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami yang nyata-nyata membutuhkannya.
Ulama lainnya menolak dan menegaskan bahwa meski berkeluarga,
wanita berhak bekerja, menjadi apapun sesuai potensinya.
Jadi, bagaimana kita bisa bangga sebagai wanita?
Hai wanita, berbanggalah sebagai wanita, yang telah diangkat derajatnya
Dilema memang seperti buah simalakama, tak mungkin hilang tentu saja
Dirumah atau keluar rumah? Bekerja atau tidak bekerja?
Jadi guru atau jadi dokter? Jadi pebisnis rumahan atau orang kantoran?
Dilema, dilema dan dilema, selalu seperti udara berkelana
Namun, tidakkah kau paham hai wanita
Bahwa sesungguhnya Tuhan meminta agar engkau tidak diam saja.
Memohonlah, bertafakurlah, dengarkanlah, suara hatimu yang tak pernah berdusta
Karena sejatinya, petunjuk itu juga seperti udara, ada dimana-mana
Dan ketika kau menemukannya, patutlah kau kian bangga sebagai wanita
Karena artinya, kedamaian akan menyapa
Karena artinya, saat itu engkau telah menyaksi bahwa:
Ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untukMu saja, Tuhan.
Amsterdam, medio April 2010
Agnes Tri Harjaningrum