“Dokter, ada pasien dengan penurunan kesadaran Dok, bisa tolong dilihat dulu Dok?” Yak itulah suguhan hari pertamaku di satu-satunya rumah sakit di kota kecil ini. Aku bergegas berjalan ke bangsal anak yang tampak tua, kusam, dengan beberapa dinding retak dan berjamur di dalamnya. Mataku segera terpaku pada seorang anak lelaki yang sedang terbaring lemah. Usianya 2 tahun, tapi berat-badannya hanya 5 kg, serupa bayi berusia 2 bulan saja. Badannya sudah seperti kulit berbalut tulang. Matanya terpejam. Sungkup oksigen sudah menutupi hidung dan mulutnya, namun nafasnya tetap berat, cepat dan dalam. Pemeriksaan menunjukkan diagnosis kearah radang otak ditambah syok sepsis, sepsis berat dengan multi organ failure, ditambah gizi buruk marasmik pula. Diagnosis ala kadarnya mengingat pemeriksaan penunjang yang sangat minim di kota ini.
“Intubasi, anak ini harus diintubasi segera,” kataku pada dokter jaga dan perawat disana. Continue reading “Realita Oh Realita”