Beberapa waktu lalu aku dihubungi oleh radio Nederlands untuk diwawancara soal khitan pada laki-laki. Wawancaranya sih soal kesehatan, tapi aku jadi tertarik sama topik sekitarnya juga kan. Issue ini menjadi menarik karena sejak 2010, dokter-dokter di Belanda menentang praktek sunat pada laki-laki. Beritanya bisa dilihat disini dan
disini
Dokter-dokter Belanda menganggap, sunat pada anak laki-laki terutama menyakitkan, berbahaya, dan membunuh HAM. Anak-anak punya hak untuk memutuskan, sehingga sunat yang akan menghilangkan secuil bagian tubuh mereka dan tidak bisa balik lagi ini menurut mereka perlu ditentang.
Nah bagaimana menyikapi issue ini? Aku akan membahasnya secara medis dan berusaha untuk tidak bias dari literature review yang kubaca. Dan pendapat pribadi juga aku tulis tapi tentu aja kalo yang satu ini bias lah ya pastinya.
Dari Sisi Medis
Perlu digarisbawahi, perdebatan yang muncul adalah sunat pada laki-laki untuk anak yang bukan didasari oleh alasan kesehatan. Jadi diluar itu seperti sunat untuk laki-laki dewasa, sunat dengan alasan medis, tentu saja tidak masuk dalam area perdebatan.
Anti sunat muncul sejak tahun 1970-an. Sejak itu lah pro dan cons dalam paper paper di dunia ilmiah muncul. Hingga kini pro dan cons itu tetap ada dan hasil penelitian tentang lebih banyak mana antara manfaat dan resiko hasilnya mix dengan tiga kondisi:
– ada kubu yang bilang manfaat sunat sedikit lebih banyak dibanding resikonya
– pendapat lain mengatakan resikonya sedikit lebih banyak daripada manfaatnya
– benefits and risks sama-sama seimbang.
Kalau melihat kebijakan Belanda, memang hanya Belanda yang nyeleneh sendiri menentang, karena kebijakan-kebijakan di negara lain seperti UK, Australia, New Zealand, dan Canada tidak ada yang demikian. Mereka umumnya menyatakan bahwa sunat pada anak laki-laki memang tidak direkomendasikan untuk dilakukan rutin pada anak, tapi jika ingin dilakukan pertimbangannya diserahkan kepada orangtua setelah mendapatkan informasi penuh tentang manfaat dan resikonya.
Belanda mengambil posisi ekstrim sehingga menyatakan harmful karena katanya kasus komplikasi yang terjadi adalah 5 % termasuk kematian. Sementara data yang ada menyebutkan komplikasi bervariasi mulai dari 0,02 persen hingga 55 % tetapi tergantung komplikasi ringan atau berat. Komplikasi terbanyak hanya ringan yaitu perdarahan dan infeksi yang sebetulnya bisa diatasi dengan mudah. Kasus kematian juga jarang, yang pro sunat bilang 3 diantara 50 juta selama puluhan tahun atau 1 diantara 1 juta, sementara data yang sering dibawa oleh yang kons menyebutkan 1 diantara 100 ribu, yang mostly disebabkan oleh sunat di meja operasi.
Adakah keuntungan secara medis? Sebetulnya memang ada, meskipun dibilang slightly. Pernyataan yang mendukung dengan kons nya sekalian adalah sebagai berikut:
– WHO tahun 2007 mengatakan, sunat bisa mencegah resiko terjadinya HIV pada kelompok yang beresiko asalkan dilakukan dengan inform concent dan oleh ahlinya, meskipun begitu, WHO tetap menyarankan untuk memakai pelindung sebagai pencegahan karena sunat tidak bisa mencegah 100 %.
– AAP tahun 1999 menyebutkan bahwa sunat pada bayi bisa menurunkan resiko Infeksi saluran kencing (ISK) pada anak. Tapi oleh para anti sunat dikatakan, jarang bayi kena ISK, ini hanya terjadi pada sebagian kecil anak, jadi ga bisa dibilang bahwa sunat mencegah ISK jika hanya 1,5 persen anak yang punya resiko kena ISK. Penelitian yang menyebutkan bahwa sunat bisa mencegah 10 hingga 12 kali terjadinya ISK juga dikatakan cacat procedure.
– Mencegah HPV dan penyakit kelamin. Hasil penelitiannya juga mix, meskipun di tahun 2009 ada penelitian meta-analysis yang menyatakan bahwa ada hubungan significant antara orang yang tidak disunat dengan HPV dan genital warts.
– Kanker Penis. AAP bilang sunat bisa mencegah kanker penis jika dilakukan pada bayi karena kalo dilakukannya sudah besar efek proteksinya berkurang. Tapi kanker penis memang kasus yang jarang, jadi menurut para anti sunat, ini juga ga bisa dijadikan alasan bahwa sunat bisa dilakukan sebagai efek pencegahan.
– Sexual aspect. Ada yang mengatakan dengan disunat mengurangi sexual pleasure walaupun belakangan ada teori yang membantah juga, tapi ada juga penelitian yang mengatakan sunat mengurangi terjadinya sexual dysfunction.
– Kebersihan dan infeksi lain seperti balanitis. Kulup atau foreskin pada laki-laki yang disunat membuat penis cenderung lebih bersih ketika buang air kecil. Jadi untuk yang tidak disunat mereka harus melakukan usaha sedikit lebih, yaitu dengan menarik si kulup kalau ingin tetap menjaga kebersihan. Selain itu, orang yang tidak disunat kalo pipis, urinenya akan lebih muncrat kemana-mana. Ini salah satu keuntungan orang yang disunat. Dan beberapa penelitian mengatakan, infeksi pada ujung penis seperti balanitis lebih sering terjadi pada orang yang tidak disunat. Karena itu beberapa scholar menyatakan bahwa sunat bisa mencegah pimosis dan infeksi-infeksi lain. Tapi AAP menyatakan, meskipun sunat dikaitkan dengan kebersihan sejak ribuan tahun lalu, tapi hanya sedikit data yang mendukung claim ini, begitu kata AAP.
Itulah beberapa keuntungan medis yang ada dari sunat, yang juga dibantah oleh kaum anti sunat. Komplikasi tadi sudah disebutkan yaitu, perdarahan, infeksi , kulit tertarik, lalu yang parah bisa kehilangan penis dan kematian tapi kasusnya sangat jarang, meskipun kata anti sunat, kasusnya cukup banyak. Dari hasil fakta diatas, akhirnya disesuaikan dengan negara masing-masing, terserah mau mengambil kebijakan seperti apa.
Dari Sisi Pribadi
Kalau pendapatku sendiri, karena aku muslim aku sudah pasti bias, aku adalah pendukung sunat pada laki-laki, meskipun bukan pendukung sunat pada perempuan. Selain alasan kesehatan diatas, dalam Islam hukum sunat padal aki-laki adalah sunah muakad alias sunah yang cenderung diwajibkan. Alasan utamanya adalah kebersihan dan kembali ke kesucian, karena kalo dalam Islam orang sholat harus bersih tidak ada najis. Sesuai dengan teori diatas untuk mereka yang disunat, setelah buang air kecil lebih bersih tak ada sisa urin yang menempel, walaupun untuk yang tidak disunat juga demikian asal ditambah dengan effort sedikit lebih. Tapi aku rasa, ini lah pertimbangan utama anjuran dalam Islam yaitu related dengan kebersihan menghindari najis.
Tapi tentu saja, untuk menghadapi orang yang sekuler dan skeptis dengan agama, aku harus memakai logika berpikir mereka. Mereka mengangkat HAM, jadi ya mari kita pakai HAM. Kalau memang kita sama-sama berniat menghargai HAM, hargai juga dong kebebasan culture dan beragama karena sunat ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Dihubungkan dengan hasil penelitian, karena hasilnya mix aku lebih setuju pada pendapat negara lain selain Belanda untuk memberikan informasi pada orangtua apa manfaatnya dan apa resikonya. Selanjutnya biarkan orangtua yang memilih. Kenapa orangtua? Kenapa tak menunngu anak besar dan ambil keputusan sendiri? Masalahnya secara medis waktu terbaik untuk sunat adalah ketika neonatal karena setelah itu manfaatnya akan berkurang. Selain itu soal culture dan agama juga berhubungan sama orangtua kan. Jadi wajar lah kalau diserahkan ke orangtuanya. Bukankah kalau Belanda mendiscourage orangtua untuk tidak melakukannya juga artinya bias? Kalau mau fair ya buka semua data dong baik positif dan negative bukan hanya yang negative nya saja yang digembar gemborkan. Intinya, aku sepakat kita harus menghargai hak si anak, tapi artinya kita juga harus menghargai hak kebebasan beragama dan culture.
Satu lagi yang penting, yang banyak ditentang adalah sunat pada neonatal tanpa anastesi. Pertimbangan tanpa anastesi karena suntik anastesinya sendiri lebih sakit ketimbang sunatnya. Ini yang sangat ditentang. Nah kalo gitu solusinya gampang kan: berikan informasi sejelas-jelasnya pada orangtua, biarkan orangtua memilih dan minta orangtua dan dokter untuk melakukan anastesi lokal sebelum sunat.
Ya begitulah, Belanda memang selalu ingin menjadi negara kontroversi tampaknya, katanya ingin mengusung HAM, tapi HAM untuk beragama semakin dipersempit. Beberapa waktu lalu Belanda melarang penyembelihan binatang halal yang dilakukan oleh orang Islam dan Yahudi, denda 380 euro untuk yang pake cadar, dan sekarang sunat. Dari sini bisa terlihat, apakah betul HAM sudah dijunjung tinggi secara fair? Komen terakhir ini sungguh bias karena aku punya pengalaman sendiri soal ini. Aku tahu bagaimana Geert Wilders di Belanda membenci Islam dan aku sendiri pernah punya pengalaman di caci maki diperlakukan rasialis karena jilbabku. Duh, makanya aku ga pernah suka ngomongin politik, mengotori hati ajah. Yah apapun lah, mari kita belajar jadi samudra deh, apapun yang masuk meski kotor-kotor dan ga enak dibuat jadi enak aja biar hati tetep bersih kayak samudra, yang dimasukin kotoron apa aja juga tetep bersih.
Oya berikut ini link-link bermanfaat tentang issue sunat pada laki-laki ditinjau secara medis:
– Neonatal Circumcision: A current appraisal, 1996
– Benefits of Neonatal Circumcision
– Between prophylaxis and child abuse: the ethics of neonatal male circumcision