Sepuluh tahun Kawan, bukan waktu yang sebentar.
Tak mudah untuk bilang selamat tinggal.
Terlalu banyak kenangan indah yang tak bisa dilupakan.
Terlalu banyak hal yang dia ajarkan : tentang kemandirian, tentang kerasnya hidup di negeri orang yang mendewasakan, tentang toleransi, tentang kejujuran, tentang peradaban, tentang kemanusiaan, tentang ciptaan Tuhan yang begitu beragam.
Banyak orang bilang, ngapain pulang? Bukankah ia adalah kenyamanan?
Memutuskan pulang itu seperti kau meninggalkan istana yang sudah setengah mati kau bangun lalu kau tinggalkan untuk maju ke medan perang.
Hidupmu kembali bergelombang, bahkan riaknya kadang menyeretmu ke pusaran paling dalam, hingga membuatmu tak mampu lagi berkata-kata selain: Tuhan, hanya Engkau sebaik-baik penolong, tolong aku Tuhan.
Lantas, mengapa tetap pulang?
Karena gelombang adalah kekayaan.
Gelombang itu akan membuatmu mual, muntah, nyeri, sakit hati dan entah apa lagi.
Namun ia akan membuat hatimu semakin kaya.
Selamat tinggal Holland, saatnya kami pamit pulang, setelah kau beri kami banyak hal.
Welcome home my Dearest hubby
Selamat menyongsong gelombang
Lagi-lagi ingat ini:
“The wisest, most loving, and well rounded people you have ever met are likely those who have known misery, known defeat, known the heartbreak of losing something or someone they loved, and have found their way out of the depths of their own despair. These people have experienced many ups and downs, and have gained an appreciation, a sensitivity, and an understanding of life that fills them with compassion, understanding and a deep loving wisdom. People like this aren’t born; they develop slowly over the course of time.” -Marcandangel.com