Tulisanku berikut ini merupakan response terhadap artikel/tulisan yang dikirim ke milis We Are Mom oleh seorang teman. Tulisan aslinya bisa dibaca di Sini: Web Milis We Are Mom.
From: “Agnes Tri Harjaningrum”
Subject: Re: [We_R_Mommies] FW: [Baitnet] Kembali ke Sekolah Lokal
To: We_R_Mommies@yahoogroups.com
Tulisannya memang menarik. Tapi masalahnya mungkin tidak sesederhana itu ya. Masalah pendidikan di Indonesia itu teramat sangat kompleks. Kebetulan di tempatku ada yang lagi ngambil program Doktor bidang pendidikan. Dia bilang, sebelum menerapkan kurikulum yang akan dipakai di sekolah,pemerintah Belanda melakukan penelitian 20 tahun dulu sehingga akhirnya memakai kurikulum tersebut di sekolah2. Jadi, kalo ada program kerjasama antar guru dan ortu, wajar banget karena kurikulum bagus, kualitas guru oke, biaya untuk itu juga ada. Pemerintah memang concern dalam hal pendidikan.
Sedangkan di Indonesia, kaum peneliti di bagian pendidikan sudah dan sedang meneliti kurikulum mana yang terbaik, tapi katanya pemerintah malah nggak pake hasil penelitian itu, karena mentrinya ganti-ganti terus, baru belajar udah keburu diganti lagi, jadi ya nggak pernah puguh, buku sekolah juga gonta ganti terus. Belum lagi kalo bicara anggaran pendidikan, kualitas dan kesadaran guru, kesadaran ortu juga, wah pusing deh.
So, sangat wajar kan kalo kemudian sekolah unggulan bermunculan bak jamur di musim hujan karena ingin melahirkan penerus bangsa yang kualitasnya lebih baik. Sebab, sebagian orang menganggap kurikulum pendidikan yang dipakai di sekolah lokal di Indo dianggap sudah tidak layak lagi untuk jaman sekarang, bahkan ada yang secara ekstrim bilang kurikulum tersebut hanya mengoptimalkan otak kiri anak, dan membuat siswa ‘hanya’ punya kemampuan jadi pekerja saja, potensi keunikan anak nggak pernah tergali. Jadinya, hanya anak dengan kemampuan MIPA aja yang dianggap cerdas dan sukses, anak lain jadi nggak pe de tentunya.
Sebagai contoh, ada ortu yang menyekolahkan anaknya di sekolah lokal, tapi kemudian setelah naik kelas 3 SD, mereka tidak puas, dan ingin pindah. Alasannya,keunikan si anak jadi tak tergali, malah dianggap ‘nakal’. Anaknya sebetulnya pinter, tapi waktu disekolah suka dimarahin sama gurunya, dianggap suka ngobrol di kelas. Padahal, dia ngobrol itu maksudnya mau menjelaskan ke temennya karena dia udah ngerti duluan. Lalu yang lebih parah, waktu ulangan, si anak ditanya “apa yang ayahmu lakukan setelah pulang kantor?”, anaknya jawab, ayahku maen komputer.Sama gurunya jawabannya dianggap salah, karena di jawaban soal harusnya si anak jawab ” pulang kantor ayahku mandi “, ya pokoknya soal2 macam itulah, yang jawaban bisa banyak, tapi gurunya keukeuh nyalahin anak. Waktu ortunya dateng ke sekolah pas bagi raport, gurunya tak berkata apapun, dianggap nggak ada masalah, padahal ortunya ingin tau semua masalah tentang anaknya. Nah untuk merubah kesadaran guru yang seperti ini, dan jumlahnya banyak ini nggak mudah. Merubah kesadaran itu kan pekerjaan yang luar biasa sulit, apalagi kalo udah bicara nasional, guru seluruh Indonesia,wah lebih mumet lagi, kelakuannya katanya banyak yang aneh2.
Ya, itu memang hanya sebuah contoh, tapi, bicara pendidikan di Indo, masalahnya sangat kompleks dan sudah jadi lingkaran setan. Bagus sekali kalo memang sekolah lokal bisa kerjasama sama ortu. Tapi masalahnya, selama kurikulum yang dipake masih yang lama, kesadaran dan kualitas gurunya pun nggak pernah di update, susah kan. Padahal biaya update dengan training, dan pelatihan guru ini biayanya lumayan lo…
Ya bagus deh kalo ada ortu yang berani ambil resiko.Karena memang untuk merubah sesuatu harus ada yang memulai kan. Kalo aku pribadi, rasanya belum berani ambil resiko itu, mengingat kita nggak tau jaman seperti apa yang bakal dihadapi anak2 kita nanti. Jadi, maunya sih kalo bisa memberi yang terbaik buat anak.
Tapi masalahnya lagi, apa betul semua sekolah unggulan itu baik? Apalagi sekolah2 itu bayarnya selangit. Ada yang money oriented banget lagi. So, kayanya aku lebih memilih cari sekolah unggulan, tapi yang pemiliknya memang punya ilmu pendidikan dan punya idealisme tertentu. Kalo yang seperti ini, biasanya biaya sekolahnya masih terjangkau, nggak selangit2 amat.
Ups maap jadi panjang, abis gregetan juga ya ngeliat pendidikan di Indo… Pokoknya acung jempol deh buat yang berani memulai sebuah perubahan dan mengambil resiko…
Wassalam hangat,
Agnes
Comments are closed.