Lebaran di Groningen Pasca Pembunuhan Theo Van Gogh

Tak ada gema takbir, tidak tampak pula iring-iringan kawan, tetangga maupun saudara yang beramai-ramai hendak pergi sholat Ied bersama. Hanya hawa dingin serta gerimis yang menemani ketika mengayuh sepeda menuju mesjid Selwerd, tempat dilaksanakannya sholat ied. Alhasil, sepanjang perjalanan malah menyeruakkan kenangan indah, nikmatnya berlebaran di Indonesia. Rindu, sedih dan haru, bercampur menjadi satu. Begini rasanya berlebaran di negeri orang. Apatah lagi, sesampainya di mesjid tampak mobil polisi berjaga-jaga, menghindari terjadinya huru hara. Sejak meledaknya bom molotov di mesjid itu seminggu sebelumnya, mobil polisi seringkali terlihat di sekitar mesjid. Peledakan bom tersebut terjadi sebagai serangan balasan orang Belanda terhadap kasus pembunuhan Theo Van Gogh oleh seorang pemuda muslim asal Maroko. Berita tentang pembunuhan ini belakangan marak diberitakan karena Theo Van Gogh yang seorang sutradara, telah membuat film berjudul The Submission yang ceritanya sangat menyinggung umat Islam. Sungguh suasana lebaran seperti ini memang tidak menyenangkan. Namun tetap tak menggoyahkan semangat umat Islam asal Indonesia, dan umat muslim lainnya yang ingin melaksanakan sholat ied pada hari Sabtu tanggal 13 November 2004 baru lalu di Groningen, kota paling Utara negeri Belanda.

Mesjid Selwerd tak tampak seperti mesjid. Hanya sebuah bangunan tua bekas gudang pertanian (boerderij) dengan tembok berwarna putih kusam yang ‘terpaksa’ dijadikan mesjid. Beberapa kaum muslim asal Maroko membeli bangunan ini dan kemudian menjadikannya sebagai mesjid. Tentu saja tak ada kubah ataupun menara dalam bangunan ini. Bahkan nama mesjid yang terpampang, gambar atau tulisan yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut adalah sebuah mesjid pun sama sekali tak tampak. Mesjid ini terkenal dengan nama mesjid Selwerd semata-mata karena terletak di jalan Park Selwerd. Jangan harap pula mendengar suara takbir di malam lebaran, untuk adzan setiap menjelang sholat pun muadzin harus melakukannya dalam ruangan yang tertutup rapat agar tidak mengganggu warga sekitar.

Pohon-pohon meranggas karena musim gugur, serta bebek-bebek yang berenang riang di danau indah samping mesjid sebetulnya menjadi pemandangan yang mengesankan. Pemandangan yang membawa kesyahduan akan makna lebaran. Namun sayang, mobil polisi yang terparkir di seberang mesjid sedikit mengganggu ketenangan karena malah memunculkan kekhawatiran. Akankah sholat ied kali ini berlangsung aman ataukah terjadi peledakan susulan? Hanya doa di dalam kalbu yang menepis kecemasan, semoga di hari fitri ini Allah selalu melindungi.

Di halaman depan mesjid terlihat barisan sepeda telah berjejer rapi. Beberapa mobil pun tampak terparkir di jalanan dekat mesjid. Serombongan lelaki muslim berkulit gelap asal Afrika terburu-buru berjalan memasuki mesjid. Begitu pula seorang wanita berjilbab asal Maroko yang bersegera mendorong kereta bayi nya menapaki jalan becek akibat hujan. Sholat ied akan dimulai pukul 9.30 menit, sedangkan waktu telah lewat dari jam 9 pagi. Lebaran kali ini memang bertepatan dengan musim gugur dan matahari baru terbit pukul 8 pagi. Tak heran bila sholat ied baru dimulai pada jam tersebut.

Ruangan berukuran sekitar 100 m persegi dalam mesjid tampak penuh sesak dijejali umat-umat muslim yang akan melakukan sholat ied. Bagian bawah ruangan dipenuhi oleh kaum pria, sedangkan balkon kecil diatas ruangan dijadikan tempat sholat bagi kaum wanita. Karena masih juga tidak muat, terpaksa digelar plastik dan karpet di luar mesjid. Barisan baru pun dibuat berada di depan imam, di antara jejeran sepeda, di atas aspal yg basah dan dingin.

Beragam warna kulit dari berbagai bangsa menyemburatkan perasaan haru dan semakin menghunjamkan keyakinan dalam hati akan kebesaran Ilahi. Lelaki dan wanita berkulit hitam asal Afrika, wanita berkerudung berkulit putih asal Maroko, Arab, wanita bule berjilbab asal Belanda, dan tak lupa wanita dan pria berkulit coklat asal Indonesia mewarnai sesaknya ruangan. Bayi bule montok berkopiah dan berbaju koko, anak-anak berambut hitam, coklat, dan pirang yang tertawa riang juga semakin menyemarakkan keberagaman. Semua berkumpul dan bersatu, hendak mengucap syukur serta memohon, agar setelah ramadhan usai dapat menjadi manusia fitri yang terlahir kembali.

Imam sholat mengumandangkan takbir dan mengucapkan kalimat berbahasa Arab yang menandakan bahwa sholat akan segera dimulai. Alunan merdu sang imam kala membacakan surat Al Fatihah, tak mampu menahan air mata haru berbalut rindu dari beberapa muslim asal Indonesia. Walaupun selama sholat terdengar suara tangis dan tawa anak-anak, namun kesyahduan tetap terasa. Sholat dilakukan 2 rakaat, yang kemudian diikuti ceramah singkat berbahasa Arab.

Setelah selesai ceramah singkat, disajikan makanan kecil diatas nampan berupa permen dan kue-kue yang terutama diminati oleh anak-anak. Semua bersalaman dan berpelukan sambil mengucap ‘Ied Mubarak…Ied Mubarak!’. Beberapa muslim asal Indonesia terutama yang meninggalkan anak dan istri terlihat berpelukan sambil berlinangan airmata tak kuasa menahan berbagai gejolak rasa dalam hati.

Antrian untuk bisa keluar dari ruangan setelah selesai bersalam-salaman cukup panjang, karena harus menunggu jamaah mencari-cari sepatu. Setelah berhasil keluar, suasana kehangatan di dalam langsung disambut dengan dinginnya udara musim gugur yang disertai gerimis hujan. Tetapi hal ini tidak mematahkan keinginan muslim asal Indonesia untuk berkumpul di halaman depan mesjid dan berfoto bersama.

Beberapa orang masih tampak bersalaman dan berpelukan ketika berjumpa dengan rekan maupun saudara. Namun suasana itu tak berlangsung lama. Keadaan menjadi sepi kembali setelah semua orang berlalu pergi. Hanya mobil polisi yang tampak belum bersiap-siap pergi, barangkali menunggu sampai mesjid betul-betul kosong. Walaupun betul-betul berbeda dengan sholat ied di Indonesia, tetapi aman dan lancarnya proses sholat Ied ini sudah sangat disyukuri. Maraknya perusakan sekolah Islam dan mesjid di beberapa kota di Belanda sebelum hari raya ini memang sempat membuat kekhawatiran kaum muslim.

Berbeda dengan keadaan di Indonesia yang setelah sholat Ied biasanya lansung pulang ke rumah, makan makanan khas lebaran dan berkunjung ke rumah sahabat serta saudara. Disini setelah selesai sholat Ied, muslim asal Indonesia ada juga yang pulang dan mencicipi masakan khas Lebaran. Namun beberapa malah sibuk berbelanja atau kembali ke kampus mengerjakan tugas yang tertunda. Tidak ada kunjungan ke tetangga ataupun saudara, karena terkadang dengan tetangga satu flat pun tak saling mengenal.

Cuaca yang kurang bersahabat dan letak rumah yang saling berjauhan juga menjadi kendala sehingga muslim asal Indonesia lebih memilih untuk bertemu di acara halal bihalal satu hari sesudahnya. Dalam acara halal bihalal tersebut, makanan khas lebaran seperti lontong opor, sambal goreng dan sayur lodeh tak lupa disediakan. Uniknya karena disini tidak ada ketupat, lontong dibuat dengan memasukkan beras ke dalam plastik dan kemudian diberi lobang. Walaupun rasanya tidak seperti lontong ketupat, tapi cukuplah mengobati kerinduan akan ketupat lebaran.

Suasana sholat Ied dan perayaannya di kota ini memang tidak begitu terasa, apalagi setelah hebohnya kasus pembunuhan Theo Van Gogh yang sempat membuat kekhawatiran umat muslim. Namun kebersamaan dengan sesama muslim asal Indonesia cukup mengobati kerinduan karena seolah mendapatkan keluarga baru. Kondisi yang aman selama berlangsungnya acara pun menghilangkan kecemasan yang ada sehingga menambah hikmat suasana. Dimanapun berada, dalam kondisi dan situasi apapun, Iedul Fitri tetap menjadi momen berharga, yang tak kan pernah tergantikan dan selalu dinanti datangnya.

Comments are closed.