Rebutan lagi…rebutan lagi…

Rebutan.jpg
Demi keadilan aku rela :-)

Berebut mainan? Rasanya semua anak pasti pernah melakukannya, apalagi kakak beradik yang usianya tak terpaut jauh. Malik dan Lala? Hmm…tentu saja iya, berebut barang sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. Bagusnya, mereka jadi belajar berbagi, dan belajar mengendalikan ego masing-masing. Kabarnya masa egosentris yang menjadi ciri anak balita ini, bila tak tertangani dengan baik bisa bahaya akibatnya. Biasanya, orangtua jaman dulu sering mengorbankan anak pertama supaya mengalah kan. Alhasil, kakak jadi pengalah, dan si adik jadi semau gue. Duh, kami sungguh tak mau begitu. Kalau begitu, si kakak jadi terdzolimi kan.

Selama ini aku dan suamiku mengatasi masalah ini dengan membuat kesepakatan tentang kepemilikan barang. Warna pink untuk Lala dan warna biru untuk Malik. Selain itu kami juga selalu mengatakan bahwa Lala perempuan dan Malik laki-laki. Jadi mainan berbau perempuan ya untuk Lala, dan laki-laki untuk Malik. Tapi, selalu saja ada barang lain yang menjadi bahan rebutan. Jadi, tak heran kalau tiada hari tanpa berebut.

Dulu, kami selalu turun tangan membantu kalau mereka sedang berseteru. Tapi sekarang, mereka kami dorong untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Biasanya mereka main pingsut, siapa yang menang dia yang duluan pegang mainan itu. Setelah hitungan ke-10, 20 atau 100 sesuai kesepakatan, barulah yang kalah mendapat kesempatan. Kadang berhasil, kadang tetap saja kami harus membantu melerai. Suka duka jadi orangtua deh kalau sudah begini :-) Pusing hehe. Tapi satu hal yang membuat kami yakin, masa ini akan terlewati dengan baik bila kami tetap konsisten. Tapi…kapan ya? Malam ini, lagi-lagi mereka ribut.

“Hua…hua… Aik mau boneka itu, kalo enggak, Aik mau nangis terus, huaa…huaa!”

Duh, tangis Aik keras sekali, padahal ini sudah jam tidur. Perkaranya, apalagi kalau bukan rebutan mainan dengan Lala. Lala punya boneka Eiffel, oleh-oleh dari Paris. Waktu itu kesepakatannya, Malik dapat puzzle Eiffel dan Lala dapat boneka Eiffel. Ternyata… namanya anak-anak, tetap saja rebutan. Lala mau boneka itu dia peluk menjelang tidur. Malik menangis keras lantaran ia pun ingin memeluknya sebelum tidur.

“Itu kan bonekanya mbak Lala Ik, Aik pegang boneka lain aja ya”

“Enggak! Aik mau yang itu huaa…huaa…” Begitulah Aik, memang sedang masanya tak bisa dilarang atau ditolak. Aku berusaha menenangkannya, meneguhkan perasaannya. Biar saja Aik menangis, supaya dia belajar bahwa tak semua yang diinginkan bisa terkabul saat itu juga. Tapi karena Lala kasihan melihat adiknya menangis terus barangkali, tiba-tiba Lala jadi berbaik hati.

“Bunda, Ik heb good idea (aku punya ide bagus)” katanya sambil bisik-bisik ditelinga bunda.

“Bonekanya dikasih pinjem aja ke Aik sampe Aiknya tidur ya bun, kalo Aiknya udah tidur diambil lagi sama mbak Lala”

“Waduh…mbak Lala baik sekali mau berbagi” sahut bunda surprise. Dan, Aik tentu saja langsung mesam-mesem berhenti menangis.

“Aik, Aik boleh pinjem sampe hondred, tachtig ya (100, 80 hitungan maksudnya) Tapi pinjem ya, ini punya mbak Lala ya, Aik pinjem ” ujar Lala menegaskan.

“Pinjemnya sampe Aik bobo ya mbak Lala, mbak Lala baik sekali”

“Iya bun” Lala menjawab singkat lalu meringkuk dalam selimutnya.

“Aik bilang apa sama mbak Lala?”

“Bedankt (trimakasih)” kata Aik sambil senyum-senyum

Fffhuuihh…lega… akur dah, aku takjub juga dengan kebaikan hati Lala :-). Semenit, dua menit, lima menit berlalu, Aik senang sekali memeluk boneka milik kakaknya. Tapi tiba-tiba…koq ada suara hiks…hiks… Oo.. ternyata ada yang tidak ikhlas hehe.

“Mbak Lala nggak bisa bobo kalo nggak peluk boneka hu…hu…hu…”

“Kalo gitu Lala peluk boneka lain aja ya, Aiknya belum tidur mbak”

“Hua…nggak mau, itu kan bonekanya Lala huaa…Aik harus kembaliin huaa…”

Duorr! Pecah lagi deh kamar. Ribut. Rebutan lagi.

Akhirnya karena sudah larut malam, ayah terpaksa turun tangan. Diambil jalan tengah, “bunda yang pegang bonekanya ditengah, Aik pegang dari kanan dan mbak Lala dari kiri, oke.”

“Huaa.. tapi itu kan bonekanya mbak Lala…huaa…”

“Iya La, adeknya pengen pegang sedikit boleh kan La, Lala pegang yang banyak oke”

Horee berhasil! Tapi dalam hati aku geli sendiri. Lucu melihat Malik memegang ujung boneka dengan tangannya. Lala pun memegang dari arah yang lain. Dan bunda? “Bunda harus pegang yang putihnya” kata Aik.

Oke deh… Jadilah 3 tangan memegangi satu boneka sambil tidur he he. Dasar anak-anak…ada-ada saja…Dan akhirnya mereka pun tertidur…Zzz…zzz…

5 Replies to “Rebutan lagi…rebutan lagi…”

  1. Hmm: contoh di atas jika tidak ditangani dengan baik di masa kanak-kanak, jadi bahaya di masa mendatang?

    Kok kesannya menyeramkan bagi saya. Banyak hal yang saya tidak sanggup (entah karena memang tidak tahu, entah karena tidak kuasa) menangani persoalan anak-anak dengan baik. Walaupun sudah diusahakan menjadi bapak yang baik, tetap saja bolong di sana-sini. Itu yang kadang membuat saya agak defensif dengan teori-teori menjadi-orang-tua anak-anak (“parenting”) karena penjelasan di sana seringkali menjadikan orang tua seperti bermain akrobat dengan resiko terpeleset sedikit jatuh.

  2. He he iya mas, jadi orangtua memang susah ya, tp saya pribadi kalo nggak belajar ttg teori2 parenting malah jadi buta samsek, dunia gelap deh :-). Jd ya usaha terbaik sebisa saya aja, kalo terpeleset jatuh, ya bangun lagi aja gitu :-) Kalo nggak pernah jatuh, jdnya nggak pernah belajar ttg rasa sakit kali ya, padahal perlu juga kan :-) Yang saya yakin, nggak pernah ada orang yang sukses sebelum jatuh bangun dulu sebelumnya.

    Bacaan2 sebetulnya membuat saya semakin punya banyak pilihan dan bisa memilih yang terbaik buat saya pribadi, krn teori2 itu juga kadang nggak pas sama kondisi kita, tetap harus disesuaikan dengan keunikan anak, dan keluarga juga kali ya.

  3. He… he… juga. Amin, amin.

    Yang penting dinikmati saja. Jatuh-bangun atau jatuh-tergelepar kan juga ada manisnya. Setidaknya bagi saya: bisa bersyukur masih “memikirkan” membesarkan anak-anak — lah namanya juga amanah. Kalau tidak dipikir sama sekali kan keterlaluan. Jika ada salah atau terpeleset minta maaf kepada yang menitipkan anak.

    :)

  4. ternyata jadi orang tua nggak mudah ya…
    tapi paling nggak dengan tulisan bunda agnes jadi buat inspirasi banyak orang, kebetulan saya juga nyasar, rencana browsing gorden, …..tak ada tambang gorden pun jadi….akhirnya nyasar ke blognya bunda agnes, bunda agnes jadi inspirasi saya..
    makasih…

Comments are closed.