Pikiran Rakyat, 18 Desember 2005
TUGAS orang tua sebetulnya bukanlah mempercepat tumbuh kembang anak, tetapi membantu tumbuh kembang anak.
“INGIN mencetak anak cerdas, kreatif, dan genius? Temukan caranya di sini! Kembangkan bakat kecerdasan anak Anda sejak dini melalui konsep multiple inteligence! Flash card, cara ampuh untuk mengajari anak Anda membaca sejak dini!” Demikian bunyi pesan-pesan sponsor di media yang kerap terdengar. Derasnya informasi seperti ini umumnya memiliki niatan serupa: menjanjikan percepatan tumbuh kembang untuk menjadikan seorang anak menjadi anak berbakat, genius, atau cerdas.
Teori perkembangan dan pembelajaran yang diterapkan serta tren pendidikan di Indonesia pun kini semakin beragam. Sekolah-sekolah plus dan program pendidikan sejak usia dini kian menjamur.
Namun, apakah semua informasi, metode, maupun kurikulum pendidikan yang beragam dan banyak ditawarkan tersebut cocok untuk si anak? Bagaimana kita menyikapi derasnya iming-iming produk percepatan tumbuh kembang, teori, dan tren pendidikan yang ada tersebut? Permasalahan ini diungkap secara mendalam dalam seminar online WRMommies yang ke-4 dengan tema “Peranan Orang tua dan Praktisi dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori & Trend Pendidikan” pertengahan November 2005 lalu. Adi D. Adinugroho M.A., selaku narasumber, kini sedang menyelesaikan program doktoral dalam bidang special education di Purdue University, Amerika Serikat. Sedangkan nara sumber kedua, Dr. drg. Julia Van Tiel Ms. yang memiliki anak berbakat, kini bermukim di Belanda. Peserta seminar kali ini dibatasi hingga 358 peserta, yang tersebar di berbagai benua, Eropa, Amerika, Asia, Australia, dan Afrika. Peserta terbanyak tentu saja dari Indonesia, Jakarta khususnya.
Kedua narasumber mengatakan, akibat maraknya informasi yang menjanjikan paket untuk mencerdaskan anak tersebut, orang tua kerap menjadi “panas”. Orang tua merasa khawatir dan panik karena perkembangan anaknya tidak “secepat” perkembangan anak lainnya. Padahal, proses tumbuh kembang adalah proses individual dan bukan merupakan suatu “lomba balap” siapa cepat dia paling super.
Intervensi berlebihan kepada anak dengan membombardir mereka melalui beragam paket tumbuh kembang yang menggiurkan, tanpa disadari malah dapat menjadi tindak penganiayaan fisik dan psikis bagi anak.
Kesalahan persepsi
Bila dipandang dari pengertian ilmu keberbakatan ilmiah atau scientific, sebetulnya telah terjadi miskonsepsi tentang pengertian keberbakatan (giftedness) di masyarakat. Menurut Julia Van Tiel dalam makalahnya yang berjudul “Pengembangan Keberbakatan Gifted Children,” anak berbakat (gifted children) adalah mereka yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh ahli keberbakatan di dunia. Seorang anak berbakat haruslah memiliki inteligensia yang tinggi di atas rata-rata (IQ > 130), kreativitas yang tinggi, motivasi, serta komitmen kerja yang tinggi.
Faktor inteligensia adalah faktor yang stabil, sulit dipengaruhi dari luar karena merupakan faktor bawaan (genetik). Sementara, kreativitas dan motivasi merupakan faktor yang dapat dipengaruhi dari luar (lingkungan). Jadi, slogan yang mengatakan “semua anak pada dasarnya cerdas atau berbakat” adalah sangat keliru, karena jauh dari berbagai temuan ilmiah tentang tumbuh kembang anak.
Selain itu, teori perkembangan dan pembelajaran yang masih kontradiktif seperti teori multiple inteligence (MI) milik Howard Gardner, juga banyak dijadikan landasan pegangan sekolah-sekolah maupun panduan tumbuh kembang anak di Indonesia. Padahal, para akademisi pendidikan di dunia internasional telah menyatakan bahwa teori MI ini masih belum bisa dibuktikan pengukuran dan pembuktian empirisnya (pseudoscience). Yang dijelaskan oleh Gardner hanyalah kedelapan intelligence (keping-keping intelektual) miliknya tersebut. Sejauh ini belum ada sistematika dan acuan aplikasi teori MI. Begitu pula dengan alat pengukur keping-keping intelektual yang dijabarkan dalam MI. Parameter pengukur kemajuan kepingan intelektual tersebut dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan anak secara menyeluruh serta dampaknya terhadap intelektual-intelektual lainnya pun belum ada.
Apakah memang MI ini benar dapat memberikan manfaat? Project Zero, projek penelitian milik kelompok Gardner sudah belasan tahun tidak pernah menghasilkan bukti empiris. Bukti-bukti yang diberikan Gardner hanyalah berbagai testimoni dari para guru kelas. Akibatnya, yang terjadi di lapangan adalah trial and error, terserah kepada praktisi lapangan bagaimana menginterpretasi MI. Bahayanya, selain hanya membuang-buang waktu, kita juga tidak tahu lagi kapan harus berhenti menstimulasi. Padahal, hal ini bisa jadi malah menimbulkan abusing terhadap anak.
Menjadi advokat tangguh
Jadi bagaimana menyikapi segala persoalan ini? “Hal penting yang perlu diingat adalah, tugas orang tua sebetulnya bukanlah mempercepat tumbuh kembang anak, tetapi membantu tumbuh kembang anak. Kita tidak bisa menciptakan, mempercepat, maupun mengabaikan tahapan kesiapan anak di dalam proses tumbuh kembang. Karena semua itu merupakan suatu keunikan individu. Tentu boleh menetapkan harapan pada seorang anak, namun tetap harus melihat tahapan perkembangan berdasarkan range usia, kondisi anak, dan tahapan pertumbuhannya. Untuk itu, kita perlu memahami prinsip tumbuh kembang, memahami teori-teori dasar tumbuh kembang dan pembelajaran,” tulis Adi. D. Adinugroho dalam makalahnya yang berjudul “Membantu Tumbuh Kembang Anak dengan Memahami Teori & Trend pendidikan”.
Adi pun menganjurkan, untuk mengendalikan arus informasi yang dikemas secara masif dan ekstrapersuasif tersebut, jadilah advokat yang tangguh bagi anak-anak kita. Menjadi advokat tangguh berarti selalu kritis dalam menyerap serta memilah informasi. Jadi, kita bisa tahu persis apakah metode tersebut benar-benar efektif atau hanya “kelihatannya efektif” tapi tidak bisa diukur. Alhasil, keputusan bisa diambil dengan meminimalkan risiko trial and error.
Jangan lupa, kita perlu selalu mempertimbangkan kepentingan anak, menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan anak, serta mengkaji dampak positif maupun negatif bagi kelangsungan hidup mereka di masa depan. Dengan demikian, anak pun dapat menikmati proses tumbuh kembangnya dengan baik, karena tak lagi merasa terbebani dengan “lomba balap” yang kerap diciptakan orang tua maupun lingkungannya.
bagus pisan lah, ini artikel yang saya cari2…walaupun dapetnya secara nyasar…salam kenal teh agnes…
Salam kenal jg mba julia, syukur deh kalo artikel ini bermanfaat disebarin ke yg lain aja ya hehe
Tulisan yang bagus,
pendapat saya :
tiap anak memilki potensi, dan itulah yang sebenarnya menentukan keberhasilan sia anak jika bisa dikelola dengan baik. Misal, suatu fakta bahwa tidak semua anak berhasil di bidang matematika, tapi dia pasti punya kelebihan yang hebat di bidang lain dari anak lain yang pandai matematika, mungkin dia punya kecerdasan Imajinasi, kecerdasan sosial, kemauan yang kuat, sehingga boleh jadi kelak justru dia akan lebih berhasil dari anak-anak lain seusianya yang sudah diklaim sebagi anak jenius. Sebenarnya poin penting yang harus dipahami adalh metode pembinaan yang harus dikuasai orang tua, ada banyak bukti bahwa keberhasilan seseorang lebihbanyak ditentukan oleh kemauan yang kuat untuk belajar dan berusaha, ketangguhan mental, sifat pantang menyerah dan sifat-sifat unggul lain, nah sifat-sifat unggul ini dapat dibangkitkan melalui suatu dorongan motivasi baik yang dorongan dari luar lebih-lebih yang di bantu pembangkitannya dari dalam. Contohnya sebagai berikut : ada suatu pepatah mengakatkan : ” tidak ada yang mampumengalahkan kegigihan, tidak jenius tidak pula bakat”, coba kita renungi pepatah tersebut, andai pepatah itu tertanam pada diri anak, maka kemungkinan besar dia akan berhasil di kelak kemudian hari sesuai potensi apapun yang dia miliki, bahkan kita bisa membuktikan di diri kita sendiri.
Sangat berbeda jika kita mengatakan pada anak hal yang sebaliknya, tidak perlu saya katakan contohnya karena berbahaya.
Karena itu, pendidikan yang benar bukanlah berlomba siapa yang dapet nilai tertinggi dari mata pelajaran, tetapi pendidikan yang benar mengarahkan bahwa tiap orang punya potensi yang harus dikembangkan untuk keberhasilannya kelak, dengan memaparkan berbagai contoh dan kata-kata motivasi yang tepat. secara alami hal ini banyak sekali dialami oleh tokoh-tokoh besar yang di masakecilnya seringkali mereka dianggap idiot, lemah, cacat dsb, misalnya :Thomas alfa Edison, Soichiro Honda, M faraday, dsb yang karya mereka mewarnai dunia.
saya ingin berkorespondensi dengan mbak Agnes jika diijinkan, email saya tercantum di blog ini.
Salam.
dear bu agnes,
saya sepakat bahwa pendidikan (which is not the same as pengajaran) itu sebenarnya adalah sebuah proses ‘alamiah’ yang disuguhkan pada anak. dengan kata lain, pendidikan yang ‘fitrah’ adalah yang memang cater for the children, bukan top-down tapi bottom-up yaitu lebih besar empati-nya (affection, SQ, ESQ, EQ) dari pada pedagogi-nya (kognitif, IQ). tapi bukan berarti sisi kognitif di abaikan, karena pendidikan mencakup semua sisi kehidupan.
yang saya bicarakan di sini adalah bagaimana orang-tua bisa menjadi pendidik bertanggung-jawab dan alami. memang ada issue lain, yaitu apakah sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan masih layak dipertahankan atau perlu ada perubahan paradigma agar anak-anak layak menerima apa yang menjadi hak mereka.
saya tergabung di milis sd-islam di yahoogroups dan issue ini sering dibahas. mungkin ibu minta juga gabung buat menambah masukan dan sharing dengan kami di sana.
good piece of writing!
Hai mba or mas Elzach? makasih sekali atas masukannya ya, jd dpt tambahan ilmu ni saya :-) Silahkan lho klo mau berkorespondensi, kirim aja email ke alamaat saya di bundaagnes@gmail.com
Skali lg makasi buat sharingnya yaa…
agnes
Dear ayah ghazy, makasi buat responnya yaa :-) Sebetulnya saya juga udah ikutan milis sd-islam sejak lama, tp cuma jd member pasif, cuma baca-baca aja. memang bermanfaat buat nambah ilmu ya :-)
Anyway skali lg tx buat responnya yaa :-)
salam kenal mbag agnes…………….. aq terkesan lho dengan tuliasanya mbak agnes kapan-kapan kita bisa g’ nanya-nanya tentang perkembangan anak. kalo bisa kirim ke e-mailku ya? kiens_asri@yahoo.com
makasih ya :-), mo nanya2 oke lwt email ya, ntar emailnya kubales deh :-)
Dear Agnes,
Thanks berat untuk infonya, itu sangat berguna dan membuka pengetahuan saya tentang perkembangan anak. saya mempunyai bayi berumur 10 bulan, dan 2 minggu yang lalu saya ditawarkan program flash card beserta paket2 yang lainnya dimana itu sangat mahal sekali. pertamanya, saya sangat tertarik sekali dan sangat ingin menerapkan kepada anak saya tapi saya minta waktu untuk berpikir. Sebelum saya membaca artikel ini, saya sudah ragu untuk membeli karena saya takut nantinya anak saya menjadi bosan untuk belajar setelah besar nanti dan saya pikir juga kepintaran seorang anak itu berbeda-beda. Saya semakin yakin lagi untuk tidak menerapkan program flash card kepada anak saya setelah membaca artikel dari Agnes ini. Saya setuju sekali bahwa sebagai orang tua kita harus membantu tumbuh kembangnya anak kita bukan mempercepat.
Terima kasih…
sama-sama mba, smoga bermanfaat yaaa :-) prinsipnya mah sersan aja kali ya mba, ga usah kesusu, tp jg ga nyantai2 amat, pkknya kita baca anak baik2 deh, ya ga mba :-)
bagus mbak, boleh nanya2 nggak?
Sebenarnya tidak terlalu sulit jika kita ingin mencetak anak kita menjadi super cerdas, JIKA KITA TAHU RAHASIANYA…………
SMART PARENT’S FOR SMART STUDENT’S, sebuah Produk yang memaparkan kepada anda bagaimana
rahasia dan kunci sukses mencetak anak super cerdas dunia- akhirat
(sebuah konsep pendidikan anak yang memadukan IQ , EQ, dan SQ)
Segera Temukan Rahasianya………..Jangan buang-buang waktu
ingin tahu rahasianya silakan kunjungi : http://www.anaksupercerdas.com