Museum Boneka

Hari Rabu lalu ruang tamu rumahku penuuh sama boneka! Lala dan Malik merubah ruangan itu jadi museum. Di atas meja makan boneka-boneka besar seperti si jerapah, olifant berjejer berkeliling. Di bawah meja makan boneka kecil-kecil seabreg-abreg memenuhi kolong meja makan. Lalu di sofa panjang ada boneka gajah yang dikasih sayap pake tissue dipajang. Kursi-kursi meja makan juga di jejer-jejer berjauhan. Di atas kursi-kursi itu masing-masing ada bonekanya.

“Bunda moet betal 50 cent,” kata lala nyuruh aku masuk museumnya. Aku disuruh bayar pake uang pura-pura. Terus aku diajak ngeliat museumnya. Lala ngejelasin,” Ini si berry, dia itu beruang lucu kadang-kadang suka marah.” Habis itu gantian Aik,”Ini si cucuh dia baik dan scattig (cute).” Pokoknya aku diajak keliling museum boneka itu dan diguide-in sama mereka deh hehe.

Bener kata Kathy Hirsh-Pasek, di buku “Einstein Never Used Flash Card”. Anak-anak tuh memang perlu dibiarkan main sendiri yang kita tidak terlibat di dalamnya. Dan anak-anak juga memang butuh waktu ga ngapa-ngapain, ga mesti di jejelin kegiatan ini itu terus-terusan (asal ga diganti sama TV atau komputer ajah). Karena dengan begitu kreatifitas mereka berkembang, mereka mikir sendiri mau maen apa. Dan selain bisa mengembangan kreatifitas, utamanya dengan bermain sendiri itu mereka belajar ‘make their own decicion’ begitu kira-kira kata buku itu.

Comments are closed.