Mengejar SIM A Waktu Pulang

Akhir bulan Juni 2009, aku pulang. Hari pertama yang kulakukan setibanya di Bandung adalah, membuat SIM! Yup, membuat SIM! Aku ingin mencatat pengalamanku ini, karena cukup spesial. Baru kali ini aku bisa punya SIM lewat ujian dan ga perlu bayar sogokan, senang kan! Kenapa baru sampai koq harus langsung membuat SIM? Karena, suamiku hanya dapat jatah cuti 3 minggu, dan waktunya harus dibagi-bagi. Seminggu pertama kami ngelencer di Bandung, lalu ke Pangandaran. Setelah itu, kami harus pulang kampung, ke Bojonegoro tempat suamiku berasal. Dan kalau selama di Bandung harus naik angkutan, aduuh macet dan panasnya itu loo (manja dot kom karena di belanda ga pernah naik mobil) . Apalagi kalau saat pulang kampung kami tak punya SIM, bisa berabe akibatnya. Rumah suamiku sungguh jauh di pelosok desa, kalau mengandalkan angkutan, kami harus naik bus dan naik beberapa kali angkutan yang sungguh merepotkan. Mana bawa anak dua, berikut barang bawaan, wah!

Jadi, daripada berabe, akhirnya kami bela-belain lah membuat SIM ke kantor polisi. SIM lama kami sudah habis dan ternyata, aturannya kalau SIM lama tidak diperpanjang lebih dari sebulan (kalau tidak salah), ya harus bikin baru lagi. Sementara SIM ku sudah habis sejak dua tahun sebelumnya. Jadi, aku sudah berusaha mempersiapkan jauh-jauh hari sejak di Belanda, karena kudengar, membuat SIM di Bandung tidak boleh nyogok lagi (alhamdulillah), jadi aku mendownload soal-soal untuk ujian tertulis. Aku juga sudah meminta ayahku membuatkan KTP dan surat-surat penting lainnya jauh-jauh hari.

Hari H tiba. Karena aku tahu bahwa ada ujian praktek juga, aku agak deg-degan. Duh, dasar untuk soal ujian aku memang grogian. Setelah lima tahun tidak pernah nyetir sama sekali, sebelum berangkat ke kantor polisi, aku lalu latihan maju mundur dan parkir di depan rumah orangtuaku. Dan untungnya, aku langsung berhasil! Duh senangnya karena ternyata aku tidak lupa. Aku pun lalu berangkat berdua suamiku, nekat tanpa SIM, ke kantor polisi di jalan merdeka. Kami tiba pukul sepuluh pagi. Setelah daftar sana-sini, eeh tahu-tahu, kartu keluarga ketinggalan, ya wes balik lagi pulang. Kali ini suamiku yang menyetir, karena dia juga harus latihan untuk ujian setelah lima tahun tak nyetir.

Setibanya lagi di kantor polisi, hari sudah siang, hampir jam dua belas, untuk saja loket belum tutup, jadi kami masih bisa ikut. Aku dan suamiku segera dipanggil untuk ujian tes teori. Hanya kami berdua saja yang ikut ujian, karena tidak ada rombongan lain. Kami duduk di sebuah ruangan dengan layar besar di depan. Dari sana muncul soal-soal. Kami tinggal memencet saja jawaban yang benar. Lucunya, di sebelah kami ada seorang polisi yang mengawasi kami, dan dia membantu memberi jawaban yang benar! Wah untunglah, padahal kami ga minta lho, dan dia pun ga meminta apa-apa. Akhirnya, kami lulus dengan nilai 28! Cuma salah dua, yippiii!

Hanya menunggu setengah jam, kami langsung disuruh ujian praktek. Ujian praktek dilakukan sekitar jam setengah satuan, setelah sholat dzuhur dan setelah ujian praktek motor selesai. Wuih nyaliku ciut waktu melihat mereka yang ujian motor pada gagal. Gimana tak gagal, disuruh jalan meliuk-liuk ga boleh jatuh coba! Lalu ada seorang koordinator menjelaskan pada peserta ujian praktek SIM mobil tentang apa yang harus kami lakukan. Mendadak aku jadi deg-degan, haduuuh susah banget!

Berikut ini kira-kira yang harus dilakukan saat ujian praktek ambil SIM mobil:

1. Kami harus membawa mobil model Daihatsu besar, dengan pasang seatbelt, mengosongkan gigi, dan lain-lain sebelum mulai, dan tidak boleh lupa! Kalau lupa bakal ga lulus.
2. Pertama, kami harus mundur belok kiri ke belakang, lalu maju, lalu kembali mundur dan belok, parkir ke tempat semula.
3. Lalu, sudah ada plang-plang berjejer untuk parkir mobil yang sempit banget, dan kami harus bisa melewati palang-palang itu tanpa jatuh. Syaratnya lagi saat mundur ke belakang itu, kami tak boleh nengok kebelakang! Jadi asli hanya harus mengandalkan kaca spion dan feeling. Salah waktu belok sedikit saja, dijamin plang-plang bakal berjatuhan dan tentu saja, gugur!

Meski pak petugas sudah mencontohkan, dan berkali-kali aku melihat peserta lain baik yang gugur maupun berhasil, ketika giliranku tiba aku betul-betul deg-degan! Duuuh sial banget memang penyakit grogianku yang satu ini.

Aku lalu pasang seatbelt, mengosongkan gigi dan menstarter. Mobil kumundurkan pelan-pelan, tapi baruuu aja, belokan pertama, si plang udah jatuh duluan, dan aku gagaaaal! Hiks hiks hiks…Untung suamiku sukses! Suamiku memang tidak grogian makanya dia bisa sukses dalam satu kali ujian padahal sudah lima tahun dia tidak menyetir mobil.

Jadi, aku harus mengulang beberapa hari kemudian. Untungnya saat ujian kedua aku berhasil. Kuncinya betul-betul harus ikutin petunjuk pak petugas kapan harus belok, karena kalau tidak dijamin gagal! Wong kita ga boleh liat kebelakang koq, jadi sangat tricky. Lebih baik dengarkan baik-baik, kapan pak petugas menyuruh belok.

Nah hebatnya, setelah suamiku dinyatakan lulus, kami hanya butuh waktu satu jam untuk mengurus SIM hingga selesai. Jadi in total, kami cuma butuh waktu dua jam, biayanya pun hanya sekitar seratus ribuan. Asli, ga pake nyogok! Bravo deh pokoknya!

Begitulah pengalaman membuat SIM waktu aku pulang, mendebarkan! Untung saja akhirnya SIM itu kudapatkan, jadi saat di Bandung, aku kerjanya ngelenceer saja, jalan-jalan dari mall ke mall, bener-bener kurang kerjaan!