Menulis Bagiku

Membaca kesuksesan orang-orang dalam dunia penulisan kadang membuat hatiku terkitik-kitik. “Tuh lihat si A bukunya laris terus dipasaran. Tuh liat si B makin mencrang. Tuh liat si C jadi terkenal. Tuh liat si D, karya-karyanya dihamburi pujian dan menginspirasi banyak orang. Apa ga pengen kaya mereka ? Kamu sebetulnya kan juga bisa, asal mau lebih usaha.Tulisan dan buku-bukumu kan cuma gitu-gitu aja, mungkin juga ga laku dipasaran. Ayo dong lebih gencar, apa ga mau jadi orang terkenal ?”

What ? Orang terkenal ? Aku sempat menimbang-nimbang suara-suara hati itu. Tapi aku lalu berkesimpulan: hmm…tawaran yang sungguh tidak menggiurkan! Sejujurnya, aku suka menulis dan bahkan sempat berjanji dalam hati bahwa aku akan terus menulis sampai maut memisahkan. Bahkan beberapa hari kebelakang, aku sudah sangat ingin mulai menulis projek novel pertamaku. Yup novel! Ini hal yang menggemparkan buatku sendiri. Sejak kapan aku berani menulis tulisan berbau non fiksi? Tapi itulah yang aku inginkan. Setelah beres sekolah masterku, sebelum melanjutkan mimpi selanjutnya untuk sekolah lainnya lagi kalau keterima, aku ingin sekali menyelesaikan sebuah novel. Rencana selanjutnya, aku ingin membuat buku tentang ‘Diary seorang Residen’ meskipun ini sungguh sebuah hayalan, karena keterima jadi residen aja belum tentu he. Lalu rencana berikutnya lagi, aku ingin menulis soal masalah kesehatan, hal sepele yang sering dilupakan, gara-gara aku terinsipirasi waktu kuliah core course di Berlin. Lalu tulisan berikutnya lagi tentang bla..bla..bla…daftar panjang rencana-rencana buku yang ingin kutulis sudah aku siapkan. Nah lalu kenapa tidak berusaha gencar supaya bukuku laris manis, best seller dan jadi orang terkenal?

Karena, setelah kutanya-tanya lagi hatiku, aku adalah orang yang suka dengan kesendirian dan tak terlalu suka dengan keramaian. Aku lebih suka menjadi orang dibalik layar, mengamati diam-diam. Aku lebih suka menikmati kesendirianku hanya dengan keluarga kecilku atau dengan saudara dan kawan-kawanku dalam jumlah terbatas. Terlalu banyak orang kadang hanya membuat mulutku tiba-tiba terdiam dan hatiku bergemuruh ingin pulang. Aku hanya ingin menulis untuk merekam jejak hidupku, menguntai satu persatu makna-makna yang terserak sehingga meresap dalam kalbuku, dan mempersembahkannya untuk keluargaku dan orang-orang yang mau, titik. Aku bukan orang yang semangat untuk menjual tulisan-tulisanku sendiri, aku bukan orang yang bisa berpromo-promo meminta orang untuk membaca tulisanku. Aku selalu berusaha promo bukuku di awal terbit sebagai sebuah usaha, karena banyak juga yang bilang buat apa kita nulis buku kalau ga promo, tapi itupun biasanya aku harus berjuang mengalahkan suara dalam lubuk hatiku yang berteriak-teriak bilang,”Udah deh ga usah promo sering-sering, ngeganggu orang kalee..’. Aku hanya ingin menulis, kalau mau baca monggo kalau engga ya monggo juga. Kalau bukuku laris alhamdulillah, kalau engga ya alhamdulillah juga. Aku lebih ingin menggantungkan soal laris tidaknya bukuku pada Yang Diatas, tanpa aku ingin terlibat lebih jauh. Aku menulis dan aku pasrah, begitu lah prinsipku dalam soal tulis menulis.

Alasan lainnya, karena aku ingin kembali menjadi dokter. Aku mencintai dan merindukan profesi itu dan aku ingin hidupku dihiasi dengan dunia itu. Melihat dokter Malabika asal Srilanka yang mengajarku saat aku kuliah di Berlin membuatku ingin menjadi dosen yang bisa bicara dalam forum-forum internasional. Melihat dokter Kitz, seorang pediatric yang kaya pengalaman dalam menangani pasien anak-anak di Afrika dan Asia membuatku ingin menjadi seorang pediatrician. Melihat dokter-dokter public health yang menerangkan betapa penting dan menariknya kesehatan masyarakat membuatku ingin menjadi seorang peneliti dan bergelut dalam dunia kesehatan masyarakat. Aku belum tahu akan menjadi apa aku dalam profesiku, yang jelas aku ingin tetap mengejar mimpi-mimpi itu. Meskipun umurku tak lagi muda, meskipun aku tahu kehidupan disana sungguh tak seperti di surga.

Nah kalau begitu artinya, menulis bagiku hanya hobby, hanya sampingan kan makanya aku bisa berpendapat seperti itu. Ya barangkali begitu, yang jelas aku tidak ingin meninggalkan dunia penulisan. Setelah sekian lama menulis baik dalam diari, blog, koran maupun buku, hingga kini rasanya menulis bagiku tetap seperti moto dalam blog milikku ini, ‘Mengenal diri, berbagi inspirasi,” tanpa berharap terkenal atau buku-bukunya laris di pasaran. Aku lebih suka menyaksi diam-diam, tak ingin terjebur dalam hiruk pikuk keramaian.