Anak-anakmu bukanlah Anak-anakmu

Kemarin pagi-pagi pas mau berangkat sekolah Aik sms aku,”Bunda, gigi Aik lepas! Jang atas!” tulisnya di sms (Berhubung gede di Belanda, jadilah Aik lebih familiar dengan ejaan J Belanda untuk Y). Aku penasaran kan, jadi malamnya aku telpon lah mereka. Aik pun dengan semangat memamerkan dua area gigi taringnya yang sekarang bolong. “Difoto ya Ik, buat kenang-kenangan,”kataku.

Aik juga semangat cerita tentang sekolahnya, tentang main lego sama Robin, happy di sekolah, mau nabung buat beli lego koleksi lain lagi, dan macem-macem. Sebelum libur winter lalu, karena core course ku padat banget, biasanya aku seminggu sekali telpon. Awal kedatangan sih tiap hari aku telpon, tapi lama-lama anak-anak pada bosen, ya wes akhirnya seminggu sekali, tiap weekend aku baru telpon.

Nah tadi tuh aku nelpon ke rumah lagi karena Lala lagi sakit. Mungkin karena baru ditelpon kemaren, jadinya malik males-malesan gitu. Aik cuma mangap-mangap memamerkan lagi giginya yang lepas, lalu minta gigi bolongnya di foto sama ayah. Waktu aku minta cerita tentang gimana hari ini, aik cuma jawab,”Bagus.” Setelah aku paksa untuk cerita lagi, baru deh Aik cerita lagi.”Tadi Aik main play mobil sama Robin, juga main di luar.” Pokoknya ceritanya irit banget. Sementara lala karena lagi sakit memilih berbaring aja di tempat tidur.

Nah waktu mau gantian nelpon sama ayah dan nunggu ayah dateng, aku tanya sama Aik yang lagi duduk di kursi sambil maen-maenin sesuatu karena udah ga minat ngobrol sama emaknya.
“Ik, Aik kangen bunda ga?”
“Engga…”Jawabnya ringan.
What? Aku langsung terbengong-bengong dong, sambil hatiku tersayat-sayat, (hiperbol mode on hehe). Aku cukup sedih sih dengernya,tapi juga maklum karena anak ini memang sudah terbiasa tanpa kehadiranku dan sudah tambah besar, punya dunia sendiri. Jadi kesedihanku ga lama-lama. Lagipula aku sendiri kalau udah sibuk kan kadang juga kangen sama anak-anaknya ilang, wajar dong kalau Aik pun begitu.

“Kenapa Aik ga kangen bunda?”
“Kan nanti sebentar lagi tanggal 27 kita ketemu, cuma sebentar ga ketemu bundanya.”
Oh gitu..rupanya ini anak memang logis banget, jadilah jujur ga kangen bunda, dan si bunda pun termehek-mehek huhuhu anakku ga kangen akuuuu hehe.

Tapi waktu aku cerita ke suamiku, dan bilang,”Yah, masa tadi aik bilang ga kangen bunda.” Aik langsung meralat. “Aik kangen bunda koq,” katanya. Hehehe menghibur emaknya kali ye… Ya intinya tadi aku sempet merasa sedih ga jelas dan gimana gitu, tapi akhirnya aku maklum. Ini kan pilihan yang aku ambil, lagipula utamanya anak-anakku udah punya dunia sendiri dan cukup sibuk dengan jadwal mereka. Jadi wajar banget lah. Aku ga mau berlarut-larut membiarkan perasaanku dalam melow yang bikin ga produktif pokoknya (untung lagi ga PMS, kalo PMS bisa laen ceritanya hehe).

Nah terus, lucunya, tadi pas Aik mau tidur jam 10 malem, tiba-tiba ada email masuk ke inboxku dari si bungsuku ini. Isinya cuma satu kalimat singkat,” Aik kan jadi tokoh utama di tulisan buku bunda, kan? Jadi bunda harus bayar royalti ke aik…….. DUS (JADI)” (Dus= ‘jadi’ dalam bahasa belanda :D)

Haa? Pertama-tama aku bengong rada ga ngerti, trus pas aku baca kedua kali…bwhahaha! Langsung deh aku ngakak-ngakak kegelian. Ya ampuun anakku! Bener-bener udah tambah besar, udah menuntut royalty bo! Hehehe.

Aku terus konfirmasi ke suamiku, apa yang terjadi sebetulnya, kenapa tiba-tiba aku dimintain royalti begitu hehe. Suamiku lalu cerita,“Ayah liatin tulisan di buku mama yang baru mau terbit itu (Smart Patient) ke Aik. Terus Aik liat ada nama dia disitu. Sebelumnya kan dia , tanya gimana bisa dapat uang, terus ayah bilang, Aik bisa minta royalti ke bunda, makanya dia langsung nagih royaltinya hehehe.” Oalah..pantesan anak 9 tahun tahu-tahu udah bisa minta royalti tulisan emaknya, gitu toh ceritanya hehe.

Yah begitulah, aku sempet ketawa memang, tapi sehabis mengingat semua kejadian tadi itu, aku lalu terdiam. Aku jadi jadi semakin sadar dan merenungi puisinya Khalil Gibran, anak-anakku memang bukanlah milikku…mereka hanya lah titipan, ya…aku cuma ketitipan…

“Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu
Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.