Pikiran Rakyat, Minggu, 28 Maret 2004
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0304/28/hikmah/lainnya02.htm
RAMBUTNYA tampak kusam kemerahan. Matanya yang cekung menatap tanpa gairah. Tubuh kecil dan kurus membuatnya terlihat ringkih. Sesekali digunakannya lengan baju untuk mengusap ingus yang keluar. Batuk- batuk kecil pun kerap terdengar dari mulutnya. Anak lelaki itu berjalan lunglai, bersama seorang ibu yang menggandengnya.Masuk ke dalam ruang praktik dokter, ibunya bercerita ” Anak saya sakit biasa Dok, panas-batuk-pilek. Sekarang, batuknya sudah 3 minggu lebih belum sembuh. Tapi saya bosan, hampir setiap bulan saya ganti dokter. Ririwit pisan budak teh, Dok (mudah sekali sakit anak ini, Dok). Mana makannya susah sekali. Padahal sudah saya beri vitamin dan obat cacing, tapi tetap saja kurus begini.”
Dokter memeriksa dengan teliti, memberi surat pengantar ke laboratorium, dan berpesan agar mereka kembali kontrol. Akhirnya, dokter menyimpulkan, “Ibu, anak ibu kemungkinan menderita tuberculosis (TB) Paru.”
“Hah!?” Kontan si ibu terhenyak.
“Dari mana, Dok? Di keluarga saya mah tidak ada turunan yang begini. Memang bapak tetangga sebelah itu Dok, seperti yang saya ceritakan kemarin, sering batuk-batuk. Katanya punya penyakit bronchitis. Dulu malah pernah batuk darah, sudah bosan berobat tapi belum sembuh juga katanya.”
Dokter pun menjawab, ” Saya memang sering mendengar masyarakat awam menyebut penyakit ini bronchitis, Bu. Padahal sama sekali berbeda. Lagipula, penyakit TB memang tidak diturunkan, tapi menular .”
Setiap tahun dunia diingatkan tentang bahaya TB melalui “TB Day” yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Walaupun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi penyakit TB, angka kejadian penyakit ini tetap tinggi dan cenderung meningkat.
Kasus di atas sering terjadi di masyarakat. Penderita TB anak yang tidak terdeteksi, atau terlambat diketahui. Selain karena sulitnya dokter mendiagnosa kasus TB pada anak, banyak pula masyarakat yang belum mengetahui seluk beluk penyakit ini. Masih banyak orang yang tidak mengerti bahwa penyakit TB dapat menular. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak waspada ketika mengetahui ada penderita TB dewasa di sekitarnya. Penderita sendiri terkadang malas berobat atau tidak tuntas menyelesaikan pengobatan. Padahal sumber penularan yang paling berbahaya adalah orang dewasa yang positif menderita TB.
Dalam ‘Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis’ yang dikeluarkan Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2003, diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan hampir 3 juta orang meninggal sebagai akibat langsung dari penyakit ini. Kasus tuberculosis pada anak terjadi sekira 1,3 juta setiap tahun dan 450.000 di antaranya meninggal dunia. Laporan World Health Organization (WHO), tahun 1997, menyebutkan Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan, dari setiap 100.000 penduduk Indonesia akan ditemukan 130 penderita baru TB paru dengan bakteri tahan asam (BTA) positif.
Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita SpA, dokter spesialis konsultan penyakit paru anak, dalam makalahnya, ‘Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak’ ( tahun 2002) menyebutkan, karena sulitnya mendiagnosa TB pada anak, angka kejadian TB anak belum diketahui secara pasti. Namun bila angka kejadian TB dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian TB anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan basil tahan asam (BTA) positif akan menularkan 10 orang di lingkungannya, terutama anak-anak. Karenanya sangat penting untuk mendeteksi TB pada dewasa dan menelusuri rantai penularannya. Sehingga setiap anak yang mempunyai risiko tertular dapat dideteksi dini dan diberi pencegahan.
Beberapa hal yang diduga berperan pada kenaikan angka kejadian TB antara lain adalah, diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat, kepatuhan yang kurang, migrasi penduduk, peningkatan kasus HIV/AIDS, dan strategi DOTS ( Directly Observed Therapy Short-course) yang belum berhasil. Strategi DOTS adalah program yang direkomendasikan oleh WHO. Sejak tahun 1995 program ini dilaksanakan untuk menanggulangi pemberantasan tuberculosis paru di Indonesia.
Apakah tuberculosis itu? Dalam buku Depkes yang sama disebutkan, tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfa, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Sebagian besar orang yang terinfeksi (80-90%) belum tentu menjadi penderita tuberculosis. Untuk sementara, kuman yang berada dalam tubuh mereka bisa berada dalam keadaan dormant (tidur). Orang yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberculosis sepanjang sisa hidupnya. Sedangkan mereka yang menjadi sakit disebut sebagai penderita tuberculosis.
Dalam makalah yang berjudul ‘Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak’ (tahun 2002), dr. Oma Rosmayudi SpA, pengajar di Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Anak Universitas Padjajaran, menjelaskan bahwa penyakit TB ditularkan orang dewasa kepada anak-anak, dan tidak dari anak ke dewasa. Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas (caverne). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung.
Hal-hal berikut dapat terjadi pada bayi dan anak yang mempunyai kontak erat dengan penderita TB dewasa. Anak mungkin tidak pernah terkena infeksi, terkena infeksi tetapi tidak sampai menderita penyakit, mengalami infeksi yang kemudian menjadi penyakit, atau mengalami infeksi laten beberapa lama kemudian (akan mengalami penyakit apabila terjadi penurunan daya tahan tubuh). Anak yang rawan tertular TB adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Bila terinfeksi, mereka mudah terkena penyakit TB, dan cenderung menderita TB berat seperti TB meningitis, TB milier atau penyakit paru berat. Muncul tidaknya infeksi penyakit TB tergantung beberapa faktor seperti daya tahan tubuh (umur,status gizi, penyakit, ada tidaknya kekebalan spesifik) serta jumlah dan virulensi kuman yang sampai ke saluran di paru-paru.
Diagnosis, pengobatan dan pencegahan
Mengapa diagnosa pasti TB pada anak sulit ditegakkan?. Diagnosis pasti TB dibuat bila ditemukan basil TB dari bahan yang diambil dari dahak (sputum), bilasan lambung atau jaringan yang terkena penyakit. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat. Karenanya diagnosis TB pada anak didasarkan atas diagnosis kemungkinan (probability) dari hasil gambaran klinis, gambaran radiologis, uji tuberculin dan pemeriksaan lain yang cocok. Selain itu, anak yang menderita TB tidak banyak menunjukkan gejala dan tanda. Hanya sebagian kecil penderita yang memberikan gejala tidak spesifik seperti demam, sulit makan, penurunan berat badan, batuk dan mengi (sesak nafas).
Konsensus nasional TB anak IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2002 membuat alur deteksi dini dan rujukan TB pada anak sebagai berikut. Seorang anak dicurigai menderita TB bila, ada riwayat kontak dengan penderita TB sputum BTA positif, reaksi cepat BCG( timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3-7 hari setelah imunisasi BCG), berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi, demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lebih dari 3 minggu, pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik, skrolfuloderma, konjungtivitis fliktenularis, tes tuberculin yang positif (> 10 mm), dan gambaran foto rontgen sugestif TB. Bila ditemukan 3 gejala atau lebih, maka seorang anak dianggap menderita TB dan harus mendapatkan obat anti tuberculosis (OAT). Selanjutnya anak diobservasi selama 2 bulan. Bila keadaannya membaik maka OAT diteruskan, tapi bila tetap atau memburuk harus dirujuk ke rumah sakit.
Pengobatan TB pada bayi dan anak pada dasarnya sama dengan TB dewasa. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah dan dosis yang tepat selama 6-9 bulan supaya kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif dimaksudkan untuk menghentikan proses penyakit. Tahap ini harus dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan obat selama 2 bulan. Sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan agar semua kuman yang dorman (tidur) terbunuh. Pemberian obat kombinasi lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih panjang yaitu 4 bulan. Semua tahap OAT diberikan setiap hari dalam satu dosis sebelum makan pagi.
Mengingat angka kejadian TB yang cenderung meningkat, bagaimanakah cara pencegahan agar anak tidak tertular penyakit ini? Menurut Prof. Cissy dalam makalah yang sama, TB pada bayi dan anak dapat dicegah dengan beberapa cara seperti imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), pengobatan untuk pencegahan (kemoprofilaksis), menghindari kontak dengan penderita TB, mendiagnosis dan mengobati kasus TB dewasa secara tepat, serta dengan menerapkan strategi DOTS .
Cara-cara pencegahan di atas telah dilakukan di Indonesia. Dengan segala keterbatasan yang ada, pemerintah telah melakukan Program pemberantasan tuberculosis paru dan berbagai kebijakan lainnya. Namun semua itu belum memperlihatkan hasil yang nyata. Karenanya peran aktif dokter dan masyarakat akan sangat membantu dalam pemberantasan penyakit ini.
Para dokter diharapkan selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan agar dapat mendeteksi serta mendiagnosis penyakit TB pada stadium dini. Sedangkan masyarakat dituntut lebih proaktif dalam meningkatkan pengetahuan dan keingin-tahuan mengenai penyakit ini. Bila pengetahuan masyarakat bertambah, masyarakat akan lebih waspada, sehingga penyakit TB pada anak dapat terdeteksi dan terobati sejak awal.
Selain itu, masyarakat dapat membantu melaporkan kasus baru TB dewasa dan memberikan motivasi pada penderita untuk berobat dan tidak bosan meminum obat. Hasilnya, akan semakin banyak penderita dewasa yang sembuh dan tidak lagi menularkan penyakitnya pada anak-anak. Ingat, hembusan nafas setiap penderita TB paru dewasa dapat menular pada sepuluh anak disekitarnya, jangan biarkan! (Agnes Tri Harjaningrum, dokter umum, dan peserta klub penulisan Hardim)
Masuk ke dalam ruang praktik dokter, ibunya bercerita ” Anak saya sakit biasa Dok, panas-batuk-pilek. Sekarang, batuknya sudah 3 minggu lebih belum sembuh. Tapi saya bosan, hampir setiap bulan saya ganti dokter. Ririwit pisan budak teh, Dok (mudah sekali sakit anak ini, Dok). Mana makannya susah sekali. Padahal sudah saya beri vitamin dan obat cacing, tapi tetap saja kurus begini.”
Dokter memeriksa dengan teliti, memberi surat pengantar ke laboratorium, dan berpesan agar mereka kembali kontrol. Akhirnya, dokter menyimpulkan, “Ibu, anak ibu kemungkinan menderita tuberculosis (TB) Paru.”
“Hah!?” Kontan si ibu terhenyak.
“Dari mana, Dok? Di keluarga saya mah tidak ada turunan yang begini. Memang bapak tetangga sebelah itu Dok, seperti yang saya ceritakan kemarin, sering batuk-batuk. Katanya punya penyakit bronchitis. Dulu malah pernah batuk darah, sudah bosan berobat tapi belum sembuh juga katanya.”
Dokter pun menjawab, ” Saya memang sering mendengar masyarakat awam menyebut penyakit ini bronchitis, Bu. Padahal sama sekali berbeda. Lagipula, penyakit TB memang tidak diturunkan, tapi menular .”
Setiap tahun dunia diingatkan tentang bahaya TB melalui “TB Day” yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Walaupun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi penyakit TB, angka kejadian penyakit ini tetap tinggi dan cenderung meningkat.
Kasus di atas sering terjadi di masyarakat. Penderita TB anak yang tidak terdeteksi, atau terlambat diketahui. Selain karena sulitnya dokter mendiagnosa kasus TB pada anak, banyak pula masyarakat yang belum mengetahui seluk beluk penyakit ini. Masih banyak orang yang tidak mengerti bahwa penyakit TB dapat menular. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak waspada ketika mengetahui ada penderita TB dewasa di sekitarnya. Penderita sendiri terkadang malas berobat atau tidak tuntas menyelesaikan pengobatan. Padahal sumber penularan yang paling berbahaya adalah orang dewasa yang positif menderita TB.
Dalam ‘Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis’ yang dikeluarkan Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2003, diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan hampir 3 juta orang meninggal sebagai akibat langsung dari penyakit ini. Kasus tuberculosis pada anak terjadi sekira 1,3 juta setiap tahun dan 450.000 di antaranya meninggal dunia. Laporan World Health Organization (WHO), tahun 1997, menyebutkan Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan, dari setiap 100.000 penduduk Indonesia akan ditemukan 130 penderita baru TB paru dengan bakteri tahan asam (BTA) positif.
Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita SpA, dokter spesialis konsultan penyakit paru anak, dalam makalahnya, ‘Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak’ ( tahun 2002) menyebutkan, karena sulitnya mendiagnosa TB pada anak, angka kejadian TB anak belum diketahui secara pasti. Namun bila angka kejadian TB dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian TB anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan basil tahan asam (BTA) positif akan menularkan 10 orang di lingkungannya, terutama anak-anak. Karenanya sangat penting untuk mendeteksi TB pada dewasa dan menelusuri rantai penularannya. Sehingga setiap anak yang mempunyai risiko tertular dapat dideteksi dini dan diberi pencegahan.
Beberapa hal yang diduga berperan pada kenaikan angka kejadian TB antara lain adalah, diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat, kepatuhan yang kurang, migrasi penduduk, peningkatan kasus HIV/AIDS, dan strategi DOTS ( Directly Observed Therapy Short-course) yang belum berhasil. Strategi DOTS adalah program yang direkomendasikan oleh WHO. Sejak tahun 1995 program ini dilaksanakan untuk menanggulangi pemberantasan tuberculosis paru di Indonesia.
Apakah tuberculosis itu? Dalam buku Depkes yang sama disebutkan, tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfa, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Sebagian besar orang yang terinfeksi (80-90%) belum tentu menjadi penderita tuberculosis. Untuk sementara, kuman yang berada dalam tubuh mereka bisa berada dalam keadaan dormant (tidur). Orang yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberculosis sepanjang sisa hidupnya. Sedangkan mereka yang menjadi sakit disebut sebagai penderita tuberculosis.
Dalam makalah yang berjudul ‘Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak’ (tahun 2002), dr. Oma Rosmayudi SpA, pengajar di Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Anak Universitas Padjajaran, menjelaskan bahwa penyakit TB ditularkan orang dewasa kepada anak-anak, dan tidak dari anak ke dewasa. Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas (caverne). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung.
Hal-hal berikut dapat terjadi pada bayi dan anak yang mempunyai kontak erat dengan penderita TB dewasa. Anak mungkin tidak pernah terkena infeksi, terkena infeksi tetapi tidak sampai menderita penyakit, mengalami infeksi yang kemudian menjadi penyakit, atau mengalami infeksi laten beberapa lama kemudian (akan mengalami penyakit apabila terjadi penurunan daya tahan tubuh). Anak yang rawan tertular TB adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Bila terinfeksi, mereka mudah terkena penyakit TB, dan cenderung menderita TB berat seperti TB meningitis, TB milier atau penyakit paru berat. Muncul tidaknya infeksi penyakit TB tergantung beberapa faktor seperti daya tahan tubuh (umur,status gizi, penyakit, ada tidaknya kekebalan spesifik) serta jumlah dan virulensi kuman yang sampai ke saluran di paru-paru.
Diagnosis, pengobatan dan pencegahan
Mengapa diagnosa pasti TB pada anak sulit ditegakkan?. Diagnosis pasti TB dibuat bila ditemukan basil TB dari bahan yang diambil dari dahak (sputum), bilasan lambung atau jaringan yang terkena penyakit. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat. Karenanya diagnosis TB pada anak didasarkan atas diagnosis kemungkinan (probability) dari hasil gambaran klinis, gambaran radiologis, uji tuberculin dan pemeriksaan lain yang cocok. Selain itu, anak yang menderita TB tidak banyak menunjukkan gejala dan tanda. Hanya sebagian kecil penderita yang memberikan gejala tidak spesifik seperti demam, sulit makan, penurunan berat badan, batuk dan mengi (sesak nafas).
Konsensus nasional TB anak IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2002 membuat alur deteksi dini dan rujukan TB pada anak sebagai berikut. Seorang anak dicurigai menderita TB bila, ada riwayat kontak dengan penderita TB sputum BTA positif, reaksi cepat BCG( timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3-7 hari setelah imunisasi BCG), berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi, demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lebih dari 3 minggu, pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik, skrolfuloderma, konjungtivitis fliktenularis, tes tuberculin yang positif (> 10 mm), dan gambaran foto rontgen sugestif TB. Bila ditemukan 3 gejala atau lebih, maka seorang anak dianggap menderita TB dan harus mendapatkan obat anti tuberculosis (OAT). Selanjutnya anak diobservasi selama 2 bulan. Bila keadaannya membaik maka OAT diteruskan, tapi bila tetap atau memburuk harus dirujuk ke rumah sakit.
Pengobatan TB pada bayi dan anak pada dasarnya sama dengan TB dewasa. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah dan dosis yang tepat selama 6-9 bulan supaya kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif dimaksudkan untuk menghentikan proses penyakit. Tahap ini harus dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan obat selama 2 bulan. Sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan agar semua kuman yang dorman (tidur) terbunuh. Pemberian obat kombinasi lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih panjang yaitu 4 bulan. Semua tahap OAT diberikan setiap hari dalam satu dosis sebelum makan pagi.
Mengingat angka kejadian TB yang cenderung meningkat, bagaimanakah cara pencegahan agar anak tidak tertular penyakit ini? Menurut Prof. Cissy dalam makalah yang sama, TB pada bayi dan anak dapat dicegah dengan beberapa cara seperti imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), pengobatan untuk pencegahan (kemoprofilaksis), menghindari kontak dengan penderita TB, mendiagnosis dan mengobati kasus TB dewasa secara tepat, serta dengan menerapkan strategi DOTS .
Cara-cara pencegahan di atas telah dilakukan di Indonesia. Dengan segala keterbatasan yang ada, pemerintah telah melakukan Program pemberantasan tuberculosis paru dan berbagai kebijakan lainnya. Namun semua itu belum memperlihatkan hasil yang nyata. Karenanya peran aktif dokter dan masyarakat akan sangat membantu dalam pemberantasan penyakit ini.
Para dokter diharapkan selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan agar dapat mendeteksi serta mendiagnosis penyakit TB pada stadium dini. Sedangkan masyarakat dituntut lebih proaktif dalam meningkatkan pengetahuan dan keingin-tahuan mengenai penyakit ini. Bila pengetahuan masyarakat bertambah, masyarakat akan lebih waspada, sehingga penyakit TB pada anak dapat terdeteksi dan terobati sejak awal.
Selain itu, masyarakat dapat membantu melaporkan kasus baru TB dewasa dan memberikan motivasi pada penderita untuk berobat dan tidak bosan meminum obat. Hasilnya, akan semakin banyak penderita dewasa yang sembuh dan tidak lagi menularkan penyakitnya pada anak-anak. Ingat, hembusan nafas setiap penderita TB paru dewasa dapat menular pada sepuluh anak disekitarnya, jangan biarkan! (Agnes Tri Harjaningrum, dokter umum, dan peserta klub penulisan Hardim)
assalamu’alaikum wr wb…
Alhamdulillah …syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. terima kasih saya ucapkan kepada ibu atas terbacanya E-mail saya ini.
Perkenalkan … nama saya Nanang Widodo. umur 28 tahun . saya sedikit terhibur dengan membaca tulisan ibu di website ini. saya juga penderita TBC bahkan saya pernah 2 kali kambuh ( batuk berdarah) tentu hal tersebut menyebabkan trauma pada hari2 saya. walau saya sudah menjalankan pengobatan berkala selama 9 bulan, namun belum ada tanda tanda yang signifikan. Memang setelah pengobatan badan saya bisa gemuk dan batuk hilang…tapi lama kelamaan karena kondisi kerja yang melelahkan penyakit ini kambuh lagi.
say sampai putus asa dan stress memikirkanya. ada yang ingin saya tanyakan kepada ibu , dan saya mohon penjelasan ibu .
1 . apakah penyakit ini bisa sembuh total , meskipun saya pernah 2 kali kambuh dan muntah darah?
2. bagaimana cara untuk menghentikan batuk darah( menghentikan pendarahan) karena terus terang meskipun saya tidak merasakan sakit,saya sangat terganngu
3. mungkinkah ada penyakit lain yang saya derita mengingat lamanya penyembuhan penyakit yang saya derita ini.
Demikian pertanyaan yang ingin saya sampaikan . atas perhatian dan kesediaan ibu menjawab ,saya ucapkan terima kasih
wassalamu’alaikum WR WB…
Assalamu’alaikuum pak Nanang…
Makasih ya, sudah mampir ke weblog saya :-). Hmm memang pasti sulit ya pak kondisi ini buat bapak. Saya coba jawab pertanyaan bapak ya.
1. Sebetulnya, kalau memang betul bapak menderita TB, dgn pengobatan teratur dan tuntas, umumnya bisa sembuh total. Memang pada beberapa kasus ada yg kembali kambuh, dan sulit sekali sembuh. Ini biasanya pada kasus yg tak teratur minum obat, atau beberapa kali putus obat, sehingga kuman sudah resisten. Lalu perlu dibedakan jg antara muntah darah dan batuk darah pak. Kalau TB biasanya batuk darah, bukan muntah darah, krn kalau muntah darah berarti penyakit kemungkinan dari daerah perut, bukan paru-paru.
2 dan 3.
Untuk menghentikan perdarahan, harus dilihat dulu penyebabnya pak, betulkah bapak sudah sembuh dr TB/ betulkah bapak memang menderita kekambuhan TB/mungkin bapak punya penyakit lain selain TB. Semua kemungkinan itu bisa saja terjadi. Jadi, menurut saya, bapak lebih baik kembali memeriksakan diri bapak ke dokter. Supaya lebih pasti, sebaiknya ke dokter ahli penyakit dalam bagian spesialis paru-paru. Bila sudah diketahui penyebabnya kenapa bapak masih saja mengalami batuk darah, mudah2an bisa diberikan terapi yg sesuai hingga sembuh betul pak.
Demikian sharing dr saya…smoga membantu ya pak…
Ada pertanyaan dari Nita, seberapa efektifkah tes tuberkulin untuk mendiagnosa TB pada anak?
Nah aku jwb disini ya. Seperti yang udah disebutkan, untuk mendiagnosa TB pd anak itu sgt sulit, ada 10 kriteria yg bisa dijadikan patokan, salah satunya tes tuberkulin. jd kalau pun tes ini positif tp yang lain tak mendukung, diagnosa TB blum bisa ditegakkan. Tes ini jg banyak false negatifnya sebetulnya. Jd intinya, tes ini hanya mendukung saja, kecuali kalo sangat positif misal diameter lebih dari 15 cm, itupun harus disertai gjl klinis yg mendukung.
bu agnes saya mau tanya, anak saya kena tb terus untuk melakukan imunisasi booster aman atau tidak? dan mungkinkan melakukan imunisasi hib pada masa pengobatan. soalnya saya takut kumannya menyebar ke otak..
terimakasih sebelumnya
tina
Mbak Tina, memang ada beberapa kontra indikasi untuk imunisasi, diantaranya kalau anak demam tinggi > 38,5 derajat C, atau sedang terkena peny inf akut yang berat. Lalu bila anak menderita gangguan sistem imun berat spt misalnya sdg minum obat steroid, kena HIV, leukeumia dll. Dan juga bila anak mempunyai alergi terhadap telur atau reaksi berat lainnya.
Jadi untuk kasus anak mbak, menurut saya tak ada masalah untuk divaksin mbak, krn obat TB tidak mengandung steroid. Hanya yg perlu diperhatikan, saat dilakukannya imunisasi, sebaiknya anak mbak dlm keadaan sehat. Supaya lebih tenang, saat akan diimunisasi mbak ceritakan saja kekhawatiran mbak pada dokternya.
Semoga membantu ya mbak dan semoga si kecil cepat sembuh TB nya :-)
saya lagi TA dengan judul “PEMBANGUNAN SISTEM PAKAR UNTUK PENYAKIT PARU PADA ANAK BERBASIS WEB”
saya butuh data yang akurat tentang pakit paru pada anak..
saya butuh data penyakit dengan gejalanya, cara diagnosis dan pengobatanya…
mohon yang punya data ataupun referensi saya minta tolong….
kirim ke :
asuqy.nomory@yahoo.com
halo2 dr agnes :)
ini comment ke 3 buat hari ini.
ibu, adek saya meninggal karna TB.
menurut dokter yang menangani (dr iswanto dan dr soepomo jogja) kasusnya langka, dia termasuk pasien yang daya tahan tubuhnya sangat lemah, sehingga sekalipun pengobatan TB sudah selesai tapi bisa juga meninggal.
kemaren sore saya dan ibu saya ke dr ardjianto, ini dokter pertama yg menyatakan adek saya positif TB, bp dokter ngomong, adek saya kekebalan tubuhnya gak bagus n dia ngomong istilah medis untuk kasus adek saya tapi saya lupa hehehe.. dia juga ngomong, mungkin ada penyakit lain yg menyertai yg membuat kekebalan tubuhnya jadi buruk tapi tidak diketahui dokter2 yang menangani adek.
yah.. saya pikir bagaimanapun juga memang kehendak Tuhan, tapi saya pengen banget dokter2 di Indonesia ini bikin penelitian lagi untuk penyakit TB (mungkin gak sih bu ada varian baru?).
kasus adek saya sempet dibicarakan di ugm (menurut dr iswanto dan soepomo yg spesialis paru n bedah paru), katanya paru2 adek seperti sarang tawon, jadi ketika di biopsi yang diduga ada cairan dlm tubuh adek tidak bisa diambil.
lanjut…..
kasian lho bu adek saya kemaren waktu sakit, 2 kali biopsi tanpa hasil, 1 kali bedah kecil di kelenjar yg di leher sebelah kiri buat ambil sample, dan hasil lab yang “kacau” masak sempet diduga kanker.
papa saya berhubung orang batak ya sempet “panas” hampir cari jalur hukum karna sempet ada yang dirasa janggal dan sempet dibicarakan dengan relasi papa yg sering nanganin kasus hukum tentang malpraktek dunia kedokteran, disarankan lewat jalur hukum aja pak. hwikiki… tapi kasusnya apa rahasia deh bu, bukan karna biopsi ato operasi itu tapi hal laen.satu taun jalanin pengobatan, dinyatakan bebas bakteri TB sama lab *bip* eh malem yang harusnya jadi malem terakhir adek “bimbingan” dengan pak dokter malah disuruh mondok.
mondok 18 hari akhirnya disarankan operasi, kasarnya paru kiri mau diamputasi tanpa ada kejelasan sakjane ki loro opo to dok?(maap pake bhs jawa hehe). akhirnya dokter bilang yah pikir2 lagi aja kalo ragu2, padahal adek sama papa justru dah mantep buat operasi.
akhirnya karna disuruh pikir2 ya pulang aja daripada berlama2 di rumah sakit dengan perawat yg oon (adek mlm kan panas-biasa kan bu pasien TB dimana2 juga gitu-adek iseng tanya ke perawat waktu dikasi parasetamol padahal adek udah tau – suster ini obat buat apa?- jawaban perawatnya wah mbak saya gak tau- nah lho… adek saya ngomel2 gimana sih masak perawat g tau- hwikiki adek saya tu orangnya keras kaya papa tapi sebenernya baikkkkkkkk banget-). setelah pulang ya bu, 19 hari kemudian adek kritis tiba2 sesak napas trus dibawa ke rs deh pagi2. adek saya meski pasien TB gak pernah sama sekali muntah darah, batuk darah bahkan sesak napas atopun bernapas bau.
satu malam di rs, kemudian diketahui bahwa paru kanan adek juga ikut rusak, yg sehat tinggal 1/3 bagian.
jreng jreng… hancur bu rasanya, kebetulan waktu itu ada dr2 praktek, termasuk temen smp saya di sardjito, mreka satu malam gak tidur tiap 3 menit ngeliat perkembangan adek.
tapi kehendak Tuhan, manusia bisa apa?
adek meninggal minggu 17 Feb jam 11.30 siang.
dr cuma terheran2 kok bisa 20 hari rusak paru2 kanan yg tadinya sehat, untuk catatan juga adek saya gak pernah putus pengobatan.
yah hanya Tuhan yang tau, semoga jadi pembelajran untuk dunia medis.
selang 40 hari setelah adek saya meninggal, ada temen papa ibu2 meninggal juga dengan gejala yang sama dengan adek ketika 20 hari terakhir dlm hidupnya.( diawali sakit perut, kemudian bengkak2 di kaki,perut, sesak napas di saat terakhir, ibu itu sakit juga 2 minggu saja, dokternya jg ngomong ada cairan di paru, padahal riwayat kesehatan ibu itu batuk ya enggak, apalagi TB dan penyakit paru yg lain) nah… jadi semoga para dokter indonesia makin kreatif dalam penelitian :)
sukses buat ibu ya :)
terimakasih buat medianya :)
Selamat Pagi Bu,berita ini sangat bermanfaat. Saya ingin tanya, apa anak yang positip fleg juga bisa menularkan paling tidak ke 10 anak lainnya?Gimana ya cara pencegahan yang efektif?anak saya yg berusia sebelas bulan sering saya jemur tiap pagi,kata orang itu ampuh untuk melawan fleg pada anak. karena satahu saya di yogya banyak kasus fleg pada anak karena udaranya lembab (terutama yogya bagian utara). Kadang kami serba salah, soalnya ada anak tetangga yang batuk menahun, terus menerus, apalagi kalo habis minum es,tubuhnya langsung panas dan batuk meningkat. dia sering main sama anak saya. masak ga dibolehkan?terus mau menasehati orang tuanya untuk memeriksakan juga ga enak.Gimana ya solusinya?
Perlu diketahui,anaksaya termasuk jarang sakit, pernah batuk tapi cepat sembuh, hnya 2minggu ini sulit sekali makan (susu formula dan susu sapi murni lumayan banyak). berat badan masih diatas warna hijau (pada buku KMS).
makasih banyak.
bu,saya mau tanya…adek saya didiagnosis kena TB paru.dikeluarga sy belum pernah ada yg kena penyakit itu.yg saya tanyakan gmn kah kemungkinan penularan TB terhadap anggota keluarga lain…dan cara mencegah penularan ke anggota keluarga lain gmn???apa saja yg musti dilakukan???terimakasih…
mau nanya ni bu..
temen saya terjangkit penyakit TB setiap hari saya aktifitas bersamanya, apa ada kemungkinan saya tertular penyakit Tb?
antisipasi apa yang bisa saya lakukan untuk tidak tertular penyakit tersebut?
Terimakasih
Ibuk dokter udah jarang bales comment, mungkin makin sibuk…
saya aja yang bales, hwikikiki… bwt mbak mila, mbak saya 1 taun idup sama adek saya yg tb, tenang aja mbak, yang penting embaknya selalu dalam kondisi fit, tapi jangan parno, kasian temennya.
bwt mbak yg namanya ernawati, mbak, benernya sodaramu bukan sih yang sakit TB???Jangan sepanik itu mbak, kasian sodaramu, mending kamu cari dokter yang handal dan teliti buat sodaramu, mumpung masi ada di deketmu, mumpung masih hidup mbak. Support mu lebih dia butuhin daripada panikmu mbak..
mbak, anakku divonis tb paru sama dsa nya. saya mau nyari 2nd opinion nih. boleh minta info dokter anak spesialis paru yang ada di bandung ngga? lengkap sama tempat prakteknya ya… maksih infonya. sangat ditunggu ya mbak…
Asw
saya mau bertanya ttg anak saya laki2 umur 6,5 tahun. Kurang lebih setahun yll ia menderita tb paru dan sudah menjalani pengobatan selama 6 bulan, dan dinyatakan sembuh. Berat badannya sebelum pengobatan 16, sesudahnya 18….Saya ingin ia mempunyai berat badan yang ideal untuk anak seumurnya. Please mba Agnes, aku moho infonya
@ mba diah: maaf ya udah lama blognya terlantar, pastinya udah basi kali ya jawabnya :-) Aku sarankan ke dokter Oma mba, prakteknya duh lupa euy cari aja di buku telp ya :-) maaf sekali lagi.
@ mba DIeny: Mba, apa udah di cek di grow chart? selama masih oke sesuai growchart ga masalah ko. yang penting anaknya ceria dan aktif, gemuk tidak sama dengan sehat kan :-) Klo mau liat growchart, ada di website : sehatgroup bagian tools. Klo masih normal pkknya dont worry be happy ya mba :-)