Aku baru baca artikel menarik dari Michael Ray ‘Note for food photography blogger‘. Tulisan tentang Food Photography (FP) tuh buanyak banget. Aku akan kumpulin sumber-sumber bacaan bagus tentang FP dalam link di bawah. Tapi catatan dari Michael Ray ini padat dan berisi banget. Menurut dia, intinya kalau mau motret makanan itu begini:
- Gunakan tripod, karena bagaimanapun hasilnya akan lebih tajam dan ga shake
- ‘Conveying information’ tuh penting banget dalam FP. So, kalau mau motret makanan, kita harus bikin konsep, supaya foto makanan kita ‘bercerita’ bisa kasih informasi ke penikmat foto.
- Ambil POI dari sudut pandang yang berbeda, jangan ambil dari sudut pandang orang yang mau makan makanan itu.
- Potretlah dibawah normal mata kita memandang, ini akan membuat gambar foto kita lebih 3 dimensi tampaknya. Kalau kita mau ambil gambar dari atas, gunakan pencahayaan yang dramatis atau properties yang dramatis misalnya motret mie dengan properti kayu ukiran sebagai background.
- Jepret makanan dengan posisi horizontal, karena foto vertical akan membuat banyak ruang kosong. Uwh pantesan baru nyadar nih!
- Semakin besar makanan yang kita jepret makin bagus hasilnya.
- ‘The thighter the better’, makin deket kita ke makanan yang mau kita potret, si makanan akan lebih tampak menggiurkan.
- Pilihlah piring yang ‘plain’ dan kecil.
- Pencahayaan saat motret penting banget. Memilih ‘low light’ akan membuat makanan tampak lebih berteksture dan menggoda. Om Ray biasanya motret jam 10 atau jam 14.00 siang hari, pokoknya jangan pas siang bolong karena cahayanya akan harsh banget.
- Tips menunjukan bentuk dan tekstru pada makanan, begini kata om Ray : “To show shape, you want to make sure that you can see edges of things that have edges. the top of anything should usually be brighter than the sides or bottom. Late in the day, the sun scraps across the landscape, showing off all the texture of the countryside.
- Tambahkan ‘fill light’ untuk lebih ‘membentuk’ makanan. Aku biasanya pake karton bekas dus dilapis alu foil, atau bisa juga pake stereoform dan cermin.
Oya, ini juga ada tips penting dari mba Arfi yang ditulis untuk NCC Food Photography event bulan February 2010:
- FP memerlukan sebuah konsep, yang mampu menceritakan kepada kita semua betapa lezatnya makanan tersebut. Meskipun memakai macro, masih diperlukan setting yang sesuai dengan gagasan semula. Kita tidak perlu membaca deskripsi yang anda tulis, tapi justru tanpa deskripsi pun, foto mustinya sudah ‘berbicara’ sendiri, sehingga audience punya ‘feeling’ terhadap foto tsb, dan dapat membayangkan kelezatannya tanpa harus diceritakan. Karena tema kali ini adalah In Love With Food, aku mengharapkan sekali ada ‘feeling of love’ di dalam foto2 entries nanti. Jika anda punya cinta terhadap makanan, tuangkanlah perasaan itu ke dalam foto anda. Feel, feel and feel. After all, love is all about feeling.
- FP tidak memerlukan banyak polesan manipulasi seperti landscape atau abstract photography pada umumnya. Menaikkan brightness-contrast, cropping yang tidak perlu, watermark, dll seperlunya saja. Over saturated akan membuahkan foto yang tidak natural. Over brightness-contrast akan menghilangkan detil di foto anda yang justru memegang peranan penting di dalam presentasi. Over sharpened akan menambah grainy di dalam foto anda, apalagi jika anda salah memakai shutter speed di kondisi tertentu. Jadi pintar2 saja melatih kepekaan mata untuk yang satu ini.
- FP memerlukan lighting yang pas, yang mampu mendukung dan menonjolkan detil makanan. Lighting yang terlalu keras akan menghasilkan bantingan bayangan yang keras pula, misalnya bayangan di bawah piring, di sebelah gelas, dsb. Penggunaan diffuser perlu diterapkan di sini, atau geser obyek foto anda lebih jauh dari sumber cahaya. Menggunakan reflector juga sangat membantu untuk membuat seimbang asupan cahaya pada obyek. Namun, juga perlu diperhatikan, terlalu banyak cahaya akan menghasilkan lighting yang flat, tidak berdimensi, dan sekali lagi akan mampu menghilangkan detil makanan tersebut.
- FP memerlukan komposisi dengan mempertimbangkan bentuk makanan, berbagai ukuran properties sebagai elemen pendukung, dll. Menggunakan rule of thirds banyak membantu penyesuaian komposisi, meskipun tidak mutlak, tetapi sering berhasil memberikan komposisi yang seimbang. Aku tidak rekomendasi posisi foto miring2 seperti akan tumpah.
- FP memerlukan styling, yup! Tanpa styling, makanan tidak akan terlihat menarik. Meskipun memakai property sederhana, jangan jadikan alasan untuk tidak bisa menghasilkan styling yang aduhai. Lihat2 lagi artikel dan link2 yang pernah aku dan Dita berikan di halaman kipas angin, ya.
- FP memerlukan aesthetics, erat kaitannya dengan styling. Hewan tidak termasuk dalam faktor estetis dalam FP, tapi bunga kering, keranjang makanan, napkin/serviette, garpu/sendok, dll. Jika anda berani, anda bisa menambahkan faktor ‘action’, seperti lelehan saus, menuang susu ke dalam teh, dsb.
- Dare to challenge yourself, salah satu mottoku buat maju dan berani maju selangkah demi selangkah. Ga ada jiper dan minder spt admin bilang, kalo anda betul2 memperhatikan setiap elemen2 food photography yang aku yakin sudah sering diworo-worokan oleh bu guru Riana di setiap kursus FPnya, aku yakin dari satu foto ke foto yang lainnya anda akan temukan sebuah progress.
- Keep jepreeeeeeeeeeeetsss!!!
Nah, yang berikut ini kumpulan link tulisan yang menurut aku penting banget tentang FP yang sering aku baca bolak-balik:
1. Tentang ‘Komposisi dan Styling‘, tulisannya Dita, bagus banget untuk pemula disertai contoh foto-fotonya. Pokoknya obok-obok aja blognya Dita bagian ‘home food photograpy‘ banyak ilmu soal FP yang praktis dan bermanfaat.
2. Tentang ‘Konsep‘, dari Dita juga, aku sempet ikutan eventnya disini. Dari sini aku jadi belajar soal konsep dalam FP.
2. Tentang ‘Make Better-looking Food Photography from Home,’ tulisannya mba Arfi yang dimuat di majalah Online Dessert US. Dari cerita mba Arfi yang langsung mikir konsep Bolywood saat mau motret Kerri, aku jadi tambah paham betapa pentingnya membuat konsep sebelum motret makanan.