Lebaran di Berlin cukup membuatku terhibur karena aku dikelilingi oleh teman-teman baikku dan juga makan-makanan enak hari Raya dari berbagai open house tentu saja. Dan pertanyaan yang kerap muncul adalah,”Gimana kamu sedih ga, dan gimana Ismail dan anak-anak, ga sedih ditinggal ibunya?” Aku hanya menangis ketika sedang sholat Ied, sewaktu pak Ustad membaca alfathihah dan surah. Suaranya yang merdu mendayu membuat hatiku meleleh, terharu dan membuatku juga ingat suami dan anak-anakku. Hatiku juga mengharu biru, ketika pertama kali bisa konek internet setelah berhari-hari hanya bisa sms-an, lalu melihat wajah-wajah orang yang kucintai itu lewat webcam. Setelah itu Alhamdulillah aku baik-baik saja, anak-anak dan suamiku juga begitu. Tampaknya kami semua memang sudah cukup siap dengan perpisahan ini. Anak-anakku yang selalu kuceritakan dan tahu bagaimana perjuanganku, ditambah karena sejak berbulan-bulan lalu sudah kutiup-tiupkan di telinga mereka bahwa nanti aku akan pergi sejanak, sepertinya membuat mereka jadi betul-betul siap.
Menjelang keberangkatanku ke Bordeaux, beberapa malam aku selalu tidur sama anak-anak dan memeluk mereka dan lagi-lagi ‘mempersiapkan’ mereka. Seingatku saat itu aku sudah tidak mellow lagi dan anak-anak pun happy-happy saja. Aku ingat teman-temanku di Groningen yang harus meninggalkan anak-anak mereka lebih jauh dan lebih lama dari aku. Ada dua type, ada yang nangis melulu di awal kedatangan dan ada yang happy-happy aja bahkan tak pernah menangis meski harus meninggalkan anaknya yang masih bayi selama 1,5 tahun tanpa pulang.
Mengingat mereka, aku lalu mendidik hatiku untuk lebih mencontoh teman-teman type kedua. Ayolah, mereka bisa masa aku ga bisa. Sebab kalau di bawa mellow aku rasa malah hasilnya ga bagus, aku ga bisa belajar, anak-anak dan suamiku juga pasti tak tenang. Alhasil, kalau Malik atau Lala bilang,”Bunda, nanti Aik kangen bunda atau lala bilang, nanti mba Lala kangen Bunda,” Aku lalu selalu jawab,”Bunda juga pasti kangen sama mba Lala dan Aik, tapi ga usah sedih ya Say, kan kita bisa chating dan pake webcam. Kalo dibawa sedih atau nangis nanti bunda ga bisa belajar, kita bawa happy aja yaa.” Dan mereka pun mengangguk setuju.
Saat lebaran, anak-anak pun sibuk dengan kado-kadonya dan sudah terbiasa tanpa kehadiranku. Hanya Lala yang menangis di malam lebaran karena sakit.”Kalo ada bunda, pasti ada yang peluk aku kalau aku sakit,” katanya.
Intinya ya everything is oke. Malah kata ayahnya, setelah bertangisan ketika mengantarku di stasiun kereta, 30 menit kemudian mereka sudah happy lagi hehe, dasar bocah. Tapi, malam setelah aku pergi Malik menangis karena kangen padaku. Sejak aku berangkat sampai aku belum bisa berinternetan, kami hanya bisa berkirim SMS.“Halo Bunda! Udah di mana? Aku kangen. Daag. Lala,“ sms dari Lala masuk ke handphoneku waktu itu.“Bunda, Aik kangen Bunda,“ SMS Malik.“Bukaaaaa!“ SMS dari Malik atau entah Lala, ketika jam buka puasa tiba. “Bunda udah buka?” tanya Malik di SMS yang lainnya.
Besoknya lagi, suamiku bilang,”Malik kangen, tapi dia ga pernah nangis lagi.” Malamnya Malik pernah SMS,”Bunda nangis? ?,?, tulisnya sambil memberi tanda orang sedih 2 kali. Rupanya dia ingin tahu apa aku sedih atau tidak. Sebelum tidur, Aik juga kirim SMS begini,”Aik mau bobo. Aik sayang bunda sekaaaaaali ?. Daag..daag..Bunda ? ?” dan SMS dari Lala,”Bunda sekarang kita bobo, daag daaag. Hatiku kadang meleleh-leleh membaca SMS dari mereka.
Besoknya lagi, waktu aku kirim SMS ke suamiku, tiba-tiba aik dengan riang membalasnya,”Bundaaa! ini Aik” tulisnya. Kata suamiku, anak-anak memang baik-baik aja, alhamdulillah, apalagi setelah dibelikan lego sebagai hadiah lebaran, langsung deh mereka anteng main lupa sama bundanya hehe. Malik dan Lala juga seneng banget waktu aku bilang nanti aku akan belikan lego board game kalau mereka nengok bunda ke Berlin. “Bunda udah beli Minotaurusnya (lego Board game yang Aik mau), “ SMS Malik. “Bunda kapan bisa webcaman?” tanya lala ketika aku belum bisa koneksi dengan internet berhari-hari.
Lucunya, waktu itu, Lala juga pernah kirim SMS dan curhat,”Bunda, ada yang suka aku. Tapi aku tak suka dia. Bener lho aku nggak bohong, itu dosa. Daag. Lala.“ Hehe aku nyengir-nyengir membacanya, anakku sudah ABG euy!
Sementara Malik, masih sangat exited dengan lego baru’Kingdom‘ nya. Semalam waktu aku webcaman sama Malik, Malik menunjukkan semua lego-lego itu padaku. Diangkatnya si lego di depan webcam, diputar kekiri kekanan, dan diambilnya lagi lego yang lain.“Ini istananya Bun, ini princesnya.“Bahkan kata ayahnya, kemarin Malik bilang,“Malik pengen berubah jadi lego dan jadi pangeran, biar bisa nolong si princes itu,“ Hehe lucu deh Malik, berarti belum ABG amat ini anak.
Tadi sewaktu suamiku memosting foto-foto berpisahan kami di kereta, aku berurai air mata lagi melihatnya. Sampai-sampai teman-temanku bilang,”So sad, yang tabah ya.. ikut terharu liatnya,” dan lain-lain. Sedih memang, kadang juga terasa berat kalau si kangen tiba-tiba menyeruak, tapi sejujurnya, aku juga senang dengan pilihan ini. Pengalaman dan ilmu yang akan aku dapatkan sungguh tak akan tergantikan dengan apapun. Dan aku juga yakin, dengan ketidakhadiranku sementara waktu, anak-anakku juga malah akan belajar sesuatu.