Aku punya kawan, yang membuatku kadang melongo terheran-heran. Dia lelaki idaman. Kalau tidak memikirkan moral dan agama, siapa pun wanita yang melihatnya dan gaul dengannya, pasti terpesona. Aku sampe bilang sama suamiku,”Kalau saja aku masih muda dan ga punya suami seperti dirimu, mungkin aku akan tergila-gila padanya Yah qiqiqi.” Dan suamiku cuma bisa mengancam,”Awas ya kalau sampe jatuh hati beneran hehe.”
Tapi tentu saja sangat tidak mungkin bagiku untuk jatuh hati pada lelaki seperti itu, keyakinan dan beberapa tingkah lakunya jelas sangat Eropa, yang tentu saja tak bisa ditolerir oleh wanita Asia yang masih memegang norma-norma. Lagipula dia masih sangat muda. Dia anggota kelas paling muda waktu kami di Berlin.
Lelaki gagah dan ganteng itu berasal dari Amerika latin, tapi bahasa Inggrisnya sangat lancar dengan logat Amerika yang kental. Tak heran, karena di Amerika lah selama belasan tahun dia tinggal. Yang membuatku kagum padanya adalah kemampuannya berteman dan menghargai orang. Tanpa pandang bulu, tanpa pilih-pilih cerita, dia bisa bergaul dengan ramah, dengan siapa saja dan membantu apapun yang dia bisa.Mau cakep mau jelek, laki-laki perempuan, mau kulit hitam mau kulit coklat, tua muda, jilbaban atau kopiahan, selalu sama, berusaha di sapanya semua dengan rata. Waktu di kelas aku perhatikan dia sering pergi ke sudut sana untuk ngobrol dengan salah satu golongan teman, nanti di hari lain dia menyapa lagi kelompok teman di sudut lain lalu berlama-lama ngobrol menemani. Ketika aku sedang duduk di depan sendiri, kadang dia menghampiri, duduk di sebelahku lalu tiba-tiba memuji,”Hei aku suka bajumu, warnanya keren!” Lalu dia pun mengajak ngobrol ngalor ngidul sampai jam istirahat selesai.
Aku juga sering terpesona melihat caranya presentasi di depan kelas. Logat Amerikanya yang kental dan bicaranya yang lancar memang merupakan kelebihan. Power pointnya juga high tech banget, menampilkan macam macam image menarik. Di tengah presentasinya, kadang dia kasih kejutan-kejutan yang membuat kami semua senyum-senyum sendirian. Lagi enak-enak presentasi, tiba-tiba dia menunjuk seorang kawan.”Hai professor, gimana menurut pendapatmu? Apakah kamu setuju dengan yang saya bilang?” Dan setelah teman yang kami panggil professor itu menjawab, dia pun masih memberi kejutan lain. “Betul sekali professor! Ini aku beri coklat, hadiah untukmu karena telah berhasil menjawab pertanyaan.” Dan kami semua pun terpingkal-pingkal melihat sang professor garuk-garuk kepala karena bingung dan terkaget-kaget kesenangan.
Yang lebih istimewa, selain pintar dan tampan, dia juga tahu bagaimana memperlakukan perempuan. Ketika itu hujan cukup deras, kami baru pulang dari Budenstag, parlemennya Berlin. Kebetulan aku membawa payung, dan kukeluarkan lah si payung dari tas ku. Bersamanya aku berjalan, tapi tak lama dia segera memberikan tawaran,”Sini, biar payungnya aku yang pegang.” Selama di jalan, kalau aku kena tetesan hujan, dia selalu menggerakkan payung, berusaha selalu memayungi aku dan memegang payung itu. Duh, gimana aku ga kegeeran, mimpi apa aku bisa sepayung berdua sama lelaki tampan bak pangeran, norak ku saat itu betul-betul keluar. Tapi tentu saja, semua kejadian aku laporkan pada suamiku. Aku memang berusaha menceritakan semua aktivitas yang kulakukan pada suamiku, kalau enggak bisa berabe lah, dan suamiku cuma senyum-senyum saja mendengarkan. “Hmm dasar perempuan, cuma digituin aja udah kesenengan hehe,” kata suamiku.
Aku tidak akan heran kalau dia memberikan perlakuan istimewa pada perempuan bule cantik dan seksi diantara teman-teman sekelas kami. Tapi dia berusaha memperlakukan sama semua perempuan. Dan aku? Siapalah aku ini. Perempuan bertampang pas-pasan, beranak dua yang tak lagi muda, berjilbab pula. Buat sebagian orang bule sana, jilbab identik dengan teroris, dan biasanya ada kekakuan atau hambatan tersendiri untuk bicara dengan orang yang berjilbab. Tapi baginya tidak, tetap saja diperlakukannya aku dengan sama baiknya. Bukan cuma sekali itu aku merasakan perlakuannya yang istimewa. Sewaktu kami study tour ke Geneva, aku lagi-lagi dibuatnya terpesona. Ketika itu, kami sedang mengunjungi gedung WHO dan aku tertinggal di belakang sendirian. Rupanya, tak sengaja dia melihatku yang tertinggal. Eh, bukannya terus berjalan, dia malah balik ke belakang. Dibukakannya pintu untukku lebar-lebar, ditunggunya aku yang masih agak jauh dibelakang, dan dipegangnya pintu itu hingga aku datang. Ya ampuun gimana aku ga klepek-klepek. Sakit norak nomer sekianku pun kumat. Aku merasa seperti seorang putri yang sedang dibukakan pintu dan ditunggu oleh seorang pangeran lah jadinya. Lalu kami pun bersama berjalan, dibantunya aku membawa barang bawaan. Saat ada tempat untuk minum dan aku bilang aku mau ambil minum, segera dibawakannya pula aku segelas minuman. Wah pokoknya aku benar-benar terkesan. Suamiku agak-agak gimana gitu waktu aku ceritakan,”Mama kan masih keliatan muda kaya mahasiswa, dia ga suka mama kan?” Tentu saja aku langsung bilang,”Ya ampun Yah, ga mungkin lah dia suka sama aku, gila apa, cowo masih muda banget begitu suka sama aku, dan ga mungkin juga aku suka beneran, dia memang begitu sama semua perempuan Yah.” Suamiku akhirnya cuma bisa nyengir pasrah melihat istrinya yang lagi kena demam norak ketemu pangeran hehe.
Meskipun barangkali kesannya dia jadi seperti lelaki flamboyant, tapi bukan hanya pada perempuan, semua teman laki-laki pun diperlakukannya dengan baik dan ramah. Tak ada orang yang merasa terkucilkan dan teremehkan darinya. Dia sungguh bisa membawa dirinya kemana saja.
Ada lagi kejadian yang membuat mataku terbuka lebar-lebar. Aku bukan orang yang suka dugem, dan sungguh tidak biasa keluar lewat dari jam dua belas malam. Jadi kalau ada acara party, paling telat aku selalu pulang jam satu malam. Aku pun selalu melewatkan acara-acara pergi ke bar. Ya meskipun aku mencoba gaul, tapi tetap ada hal-hal yang tak bisa aku langgar. Jadi aku tak pernah melihat bagaimana teman-temanku joget-joget dugem di bar. Tapi suatu hari ada acara makan-makan di rumah salah seorang teman. Kalau acaranya di rumah, aku pasti usahakan datang. Setelah makan, kami pun membuat acara menyegarkan, salah satunya menari dari negara asal. Aku ga bisa menari jadi aku cuma jadi penonton. Lalu, tibalah giliran si tampan. Musik salsa pun di putar. Yay! Mulailah dia bergoyang mengajak teman-teman berputar-putar menari beriringan. Saat itu aku terpaku terdiam, karena baru kali ini aku melihatnya bergoyang. Dengan lincah digerakkannnya kaki, tangan, badan mengikuti irama salsa yang riang. Ya ampuun melihatnya, mataku betul-betul melongo keheranan. Aku seperti melihat Antonio Banderas yang sedang menari dalam film zorro. Tarian dan liukan badannya begitu sempurna, membuat semua orang tak ingin sekejap pun mengedipkan mata! Duh pangeran tampan, gimana perempuan-perempuan ga tambah klepek-klepek dibuatnya. Jiaaah lagi-lagi penyakit norak dan lebay ku pun keluar.
Satu hal mungkin yang agak mengganggu buat beberapa orang, selera fashionnya melebihi orang kebanyakan. Walau mau pake apapun dia tetap keren, tapi sering membuat beberapa kawan lelaki geleng-geleng. Kadang dipakainya kaos warna kuning ngejreng, pink, bahkan ungu ngenjreng. Bukan hanya baju, malah dia pun tega pake sepatu kets warna pink tua genjreng! Di hari lain kadang dipakainya sepatu boot dengan kemeja ala koboy, atau jas dengan kemeja dengan syal matching yang keren. Sementara, teman-teman lain datang ke kelas seringnya hanya memakai kemeja atau kaos kasual, jadi dia lah yang paling tampak bersinar dan paling fasionable diantara teman laki-laki lainnya. Kalau sedang hari dimana dia presentasi, dia pun pasti akan berdandan semakin keren, kadang pake jas rapi dan dasi modis atau pake kemeja rapi dengan syal warna warni membalut di leher. Lucunya, suatu hari pas hari presentasi dia pernah tampil dengan dasi kupu-kupu menghiasi kemejanya. Ya ampun, aku yakin hampir semua orang senyum-senyum di belakang. Keren sih, tapii gimana ya hehe. Tapi itu sekali-kalinya doang, mungkin habis itu dia sadar dengan tatapan aneh orang-orang.
Belakangan, aku kembali dekat dengannya karena dia mengikuti salah satu course di Bordeaux. “Hei, how are you, do you miss me?” katanya menyapaku dengan ramah saat kami bertemu lagi beberapa minggu lalu. Lalu kami pun sering terlibat pembicaraan saat makan siang di kantin maupun saat kuliah duduk bersebelahan. Dia memang teman ngobrol yang menyenangkan. Aku yang sering lebih banyak diam kalau ketemu sama orang yang dominan, bersamanya pembicaraan jadi seimbang, dan tak pernah kami diam-diaman. Selalu saja ada obrolan mengalir menyegarkan.
Dia membuatku banyak bercerita, tertawa dan terbengong-bengong mendengarkan cerita-ceritanya. Cerita tentang ayahnya yang pintar dan selalu memberikannya soal-soal matematika sepulang sekolah sejak usia TK, kebiasaannya berorasi seminggu sekali di gereja karena diwajibkan oleh lingkungannya dan membuat dia terbiasa bicara di depan umum, dan cerita tentang kakeknya yang unik. Sang kakek seorang tersohor di kotanya, karena kewibawaan dan kepintarannya, ia pernah diminta untuk bertemu dengan petinggi Jepang pada waktu itu. Pulang-pulang, si kakek bengong karena hanya diberi buah melon, karena melon teramat istimewa di Jepang pada masa itu, padahal untuk negara si kakek, melon hanyalah buah biasa-biasa aja. Dia juga cerita tentang ibunya, seorang perempuan peneliti cerdas yang sangat social seperti dirinya, juga tentang kekagumannya pada kota Bordeaux. Wawasannya memang luas sekali, sehingga dia ga pernah kehabisan cerita, ada saja hal-hal seru yang diceritakannya. Dia juga suka humor, dia suka cerita tentang humor-humor yang dia tau lalu membuat kami semua tertawa.
Yang kutahu dia ga suka cewe blonde, makanya dia suka banget di Bordeaux.”Wow perfect, cewenya cakep-cakep rambut coklat, modis, makannya enak-enak, bahasanya seksi, kotanya indah, aku seneng banget deh pokoknya ada disini,” katanya. Waktu ada kerja kelompok, aku sekelompok dengan seorang student asal Prancis. Aku bilang grup aku kayanya ga gitu bagus karena ada seorang di kelompok kami yang ngeyelan dan membuat diskusi ga lancar. Tapi tiba-tiba dikirimnya surat pendek padaku.”Do not worry, I am going to enjoy your group presentation, because your friend is pretty, “ katanya sambil menggambar panah ke arah teman Prancisku yang memang cantik. Hehe dasar!
Tapi dari obrolan-obrolan kami, ada satu hal yang sangat membekas dalam hatiku. Diberinya aku motivasi untuk menulis artikel dan mempublish nya dalam jurnal International. “What, ngimpi kali!” Kataku mendengarnya waktu itu. Aku berkonsultasi padanya soal hitung-hitungan dalam study kuantitatif karena dia telah ambil course tentang itu di Bergen. Dibantunya aku, dikoreksinya bahasa Inggrisku, meski harus ngobrol lebih lama, dia tetap sabar meladeni aku. Hingga akhirnya dia bercerita step by step untuk bisa tembus jurnal. Meski masih muda banget gitu, dia sudah publish jurnal 3 atau 4 kali. Dia beri tahu aku buku yang harus aku beli dan dia semangati aku.”Agnes, jerih payah yang kamu lakukan, ga akan pernah dibaca orang dan didengar orang kalau kamu ga publish ke Jurnal.” Aku memang tau itu sejak dulu.”Tapi gimana, aku ga pede lah, kan susah banget bisa tembus jurnal,” sahutku. “Ga juga ko, apalagi untuk developing countries, yang jarang ada penelitian, tulisan kamu akan lebih gampang untuk dipublish.” Aku masih ga percaya saat itu, tapi dia terus menyemangati aku.”Kasarnya nih kamu neliti yang hasilnya jelek sekalipun, peluang kamu masih tetap besar. Bukan berarti penelitian kamu jelek ya, tapi untuk kasus-kasus yang jarang dan Negara yang jarang neliti, pokoknya peluang kamu besar banget deh.” Hoo gitu ya aku cuma manggut-manggut, mikir sambil ga yakin karena saat itu penelitianku juga belum jelas juntrungannya.
Lalu kami sempat dinner bareng di sebuah resto sama teman-teman lain, dan berhubung dia duduk di sebelahku, lagi-lagi dia banyak ngobrol denganku dan menyinggung soal publish jurnal itu. Weekendnya kami sempat picnic ke Dune de Pyla, bukit pasir di pinggir pantai yang amazing. Kami sangat menikmati picnic itu, dengan cuaca cerah dan pemandangan yang unik, lengkap sudah. Dia selalu menemani aku di belakang karena aku selalu ketinggalan kelelahan. Kalau aku berhenti jalan, dia juga akan berhenti berjalan, duh baek banget kan. Lalu karena dia bawa kamera bagus, aku suruh dia memotret kami dengan gaya loncat, kamu pun tertawa-tawa sambil berloncat-loncatan. Aku juga sempat jadi fotografer. Aku minta dia berpose dengan segala macam gaya. Tapi dia juga seorang model yang sempurna. Gaya putri duyungnya di tengah pasir, ya ampun lucu dan keren banget. Pokoknya aku suruh gaya apa aja jadinya bagus semua. Gaya koboynya juga natural dan keren banget. Apalagi dengan bajunya yang modis. Ah pokoknya seru sekali jalan-jalan kami waktu itu. Setelah itu, kami ga ketemu lagi, aku cuma say good bye di stasiun. Saat itu aku bilang padanya,”You inspired me a lot, thank you so much!”
Ga taunya ga ada angin ga ada hujan, hari ini dia menyapaku lewat skype. “Hai Agnes, kalau kamu butuh bantuan sesuatu tentang thesismu, jangan ragu untuk kontak aku ya. Aku akan bantu kamu.” Ya ampuun gimana aku ga bengong. Si pangeran yang sudah terbang ke Negara lain itu tiba-tiba datang lagi, hanya untuk menyapaku dan menawarkan bantuan lagi! ”Aduuh kamu baek banget,” balasku. Lalu aku ceritakan soal perkembangan penelitianku yang cukup menjajikan.”Hei, aku selalu ingat kata-katamu soal publish jurnal, dan sekarang penelitianku cukup menjanjikan. Aku akan kontak kamu untuk konsul tentang nulis paper ke jurnal kalau master ku sudah selesai. Kamu mau tolong aku kan?” Dia pun menjawab dengan gayanya yang selalu ramah.“Sure, pasti aku akan bantu kamu. Jangan segan-segan kontak aku ya!“
Duh si prince charming itu memang bikin aku kagum. Aku belajar banyak dari karakternya yang asik banget itu. Dan yang lebih penting lagi, aku sekarang sedang meraba-raba, kenapa ya dia dikirim Tuhan menyapaku hari ini dan mengingatkan aku lagi soal jurnal. Aku jadi kegeeran. Dengan segala kesulitan penelitian yang kudapat sebelumnya, sekarang penelitianku cukup menjanjikan. Malah dosenku asal Indonesia bilang, dulu master thesisnya yang ‘ecek-ecek’ literatur review ga pake modal aja bisa tembus jurnal, apalagi penelitianku, katanya. Lagipula, menurutnya, Indonesia itu seperti ‘black hole’ dunia internasional ga tau apa yang terjadi di Indonesia karena penelitian yang sangat jarang, jadi seperti kata si Prince, kemungkinan aku untuk tembus juga lebih besar asal aku nulisnya sesuai prosedur.
Nah, gara-gara kejadian itu gimana si pemimpi keras kepala ini ga tersemangati? Mimpiku jadi bertambah lagi. Apalagi ditambah sapaan si Latino ganteng hari ini, native speaker yang meyakinkan aku, sudah bersedia mau koreksi dan bantu aku kalau mau publish jurnal. Jadinya sekarang aku semangat banget untuk melakukan penelitian sebaik-baiknya, suamiku juga dukung banget meskipun harus keluar uang banyak ga papa asal bener dan bermanfaat katanya. Ini mungkin memang mimpi yang ketinggian banget, tapi whatever deh, pokoknya aku mau berusaha sebaik-baiknya, nanti aku akan coba tulis dan kirim, meskipun ga diterima yang penting usaha. We never know the future kan. Siapa tahu pertemuanku dengan si prince charming memang ujungnya bakal merangkai puzzle ke arah publish jurnal? Wuih wuih ngimpiii bangeet! Apapun lah, yang jelas aku bersyukur banget bisa dipertemukan dengan orang seperti temanku itu. Dengannya aku belajar tentang menghargai sesama, tanpa pamrih, tanpa batas bangsa dan agama. Dengannya juga aku belajar tentang pribadi yang menyenangkan, meski ganteng, pinter, segala bisa, tapi bisa tetap ramah, ga sombong dan mau menyapa siapapun. Dengannya pula aku terinsipirasi untuk punya mimpi nulis paper dan publish ke jurnal. Hmm begitu banyak yang aku dapat dari dia. Ga salah kan kalau akhirnya aku bilang dia adalah prince charming yang mengagumkan?