“Dear Agnes, I am pleased to confirm that your paper “A Qualitative study on Knowledge, Perceptions, and Attitudes of Mothers and Health Care Providers towards Pneumococcal Conjugate Vaccine in Bandung, West Java, Indonesia” has been accepted for publication in Vaccine.” Yay! Alhamdulillah…
Waktu itu hampir tengah malam menjelang tanggal 2 January 2013, aku sedang liburan tahun baru dengan keluarga kecilku, berada di Point Saint Martin, daerah ski resort 1 jam dari Courmayeur kaki gunung Mont Blanc, Italy. Suasana berlibur yang asik, tapi tetep ga tahan juga untuk buka-buka email. Iseng-iseng aku baca lah email dari BB ku, seketika jantungku berdegup lebih cepat saat baca subject email ‘Your submission’. Waah ini berita yang kutunggu-tunggu soal paper. Dan setelah membaca kalimat kalimat dalam email, tanganku seketika gemetaran dan hatiku langsung membuncah. “Paperku diterimaaa! Yippiii! Alhamdulillaah! Kupeluk suami dan anak-anakku, aku jingkrak-jingkrak kegirangan. Anak-anakku cuma bengong,”Paper apa Bun? Diterima memangnya kenapa?” Aku pun segera menjawab,”Nah itu bagian ayah yang jelasin ya, bunda sekarang mau pasang status dulu!” Hihi yup norak memang, pamer? iya memang. Aku merasa seluruh dunia harus tahu berita ini, jadi kupantengin lah si facebook di tengah malam di kaki gunung Mont Blanc pulak, keren kan hihi.
Hiii koq gitu sih ga tau malu pake pamer pamer segala. Ga pa pa deh kali ini ga tahu malu, karena menurutku berita seperti ini lah yang harus dipamerkan supaya memotivasi orang lain, bahwa ternyata, hei aku aja emak-emak, otak pas-passan, ternyata bisa lho publish jurnal international, ayo doong yang jauh lebih baik dari aku, yang dosen, yang student muda-muda, pinter-pinter, pasti bisa juga, gitu loh maksudnya. Jadi gapapa ya kali ini aku bener-bener pamer, kan memang untuk sesuatu yang baik kan, mekso dot com hehe.
Dan inilah bunyi status di fesbuk yang kutulis di tengah malam itu:
“Dear Agnes, I am pleased to confirm that your paper “A Qualitative study on Knowledge, Perceptions, and Attitudes of Mothers and Health Care Providers towards Pneumococcal Conjugate Vaccine in Bandung, West Java, Indonesia” has been accepted for publication in Vaccine.” Yay! Alhamdulillah…
A good news in a new year. I am not a PHD student nor a lecturer. This is my first paper, I didn’t have any experiences at all before. I just had an eagerness to publish a paper from my master thesis due to the fact that there are very limited numbers of international publication from Indonesia. It was a painful process indeed, but worth it. It seemed impossible at the beginning, but if you never try you’ll never know, and if you don’t have a dream, how can you have a dream come true, right? So now I am witnessing again the power of a dream, yay! Buat Astri Ferdiana Fathul Wahid Ismail Fahmi Dyah Inayati million thanks yaa buat support dan bantuannya selama ini, means a lot! Seneng bangeet, jingkrak-jingkrak :D *Status norak bin ndeso nya ‘pemula’ hehe*
Yak begitulah semua memang berawal dari mimpi. Aku pernah menulisnya dalam tulisanku dua tahun lalu ketika aku sedang sekolah master bahwa aku punya mimpi untuk publish jurnal international. Dan ketika sekarang mimpi itu menjadi nyata, duuh merinding sendiri aku rasanya. Aku jadi sungguh merasa bahwa Tuhan itu dekaat sedekat urat nadi kita. Berawal dari permohonan doa untuk ditunjukkan jalan, kemudian menguat menjadi bisikan hati yang tak mau pergi lalu berwujud pula dalam kegigihan untuk terus memperjuangkan mimpi itu, lalu ndilalah koq benar-benar terealisasi, jadinya aku cuma bisa bilang ‘wow’, tangan-tangan Tuhan yang bekerja mengarah ke semua mimpi itu terasa begitu nyata dan dekat sekali.
Tapi suamiku bilang, meski mimpi itu gampang murah meriah, namun untuk sekedar punya mimpi pun kadang ga semua orang berani. “So, I am proud of you, Honey” katanya. Ehm…termehek-mehek lah aku jadinya. Tapi beneran, kadang yang dibutuhkan untuk hal-hal seperti ini memang bukan kepintaran. Tanya sama teman-teman SMA dan kuliahku, aku tuh ga pernah menonjol secara akademik, biasa-biasa aja, otak pas-pasan. Aku sampe bilang sama temanku yang juga dapat beasiswa Erasmus orang Burkina Fasso yang papernya juga keterima,”Aku ga kaget kalo papermu keterima, kamu di kelas kan pinter banget, but I am not. I only have a courage, that’s why I am still surprised,” kataku. Dan aku pernah baca sebuah penelitian yang bilang bahwa kepintaran itu hanya membedakan di awal , tapi selanjutnya untuk sukses yang dibutuhkan adalah motivasi dan kegigihan untuk terus maju pantang mundur.
Jangan ditanya gimana susahnya nulis paper ini. Susah bangeet! Aku ga heran sih kenapa jadinya di Indonesia orang-orang jadi malas untuk menulis, karena memang njelimet dan printil-printil sekecil-kecilnya pun harus diurusin. Belum lagi akses jurnal juga terbatas. Ketika akses jurnalku sudah expire aku ga patah arang. Aku kontak teman-temanku yang masih kuliah di luar negeri dan punya akses gratisan, jadi soal akses jurnal lumayan ga jadi soal. Sebab kalau mau mengikuti terus keengganan dan keterbatasan ini, kapan majunya dong Indonesia ya.
Aku butuh setahun untuk beres menuliskannya, tentu saja dengan bantuan koreksi-koreksi dari co-authors ku yang baik hati, teman-teman baikku dan juga suamiku yang selalu aku minta cek dan ricek sebelum paper-paper edisi revisi dikirim baik ke co-authors maupun reviewers. Bagian tersulit adalah memangkas kata dari yang belasan ribu kata dari thesis lalu cuma menjadi 3000 kata saja. Artinya hanya kata-kata penting dan bermakna saja yang boleh masuk dalam tulisan di paper. Jangan ditanya juga berapa kali aku ingin menyerah, selama setahun proses menulis rasanya tiap bulan aku ingin menyerah. Lha wong aku bukan dosen, bukan PhD, dan ga punya alasan penting untuk menulis paper, buat apa pulak susah-susah menuliskannya. Tapi syukurnya tangan-tangan Tuhan yang membantu untuk mewujudkan mimpi itu memang nyata adanya. Saat aku rasanya sudah tak punya nyawa lagi untuk melanjutkan, ada saja kejadian-kejadian yang membuatku semangat untuk bangkit lagi. Pernah disaat aku mengalami galau tingkat dewa ingin berhenti, tiba-tiba saja aku membaca tulisan seorang temanku di fesbuk tentang betapa minimnya publikasi internasional dari Indonesia. Beliau bahkan membuat blog khusus tentang menulis paper untuk publikasi international, step by stepnya, lengkap banget, bisa dilihat dalam link ini. Setelah membaca tulisan-tulisannya, aku mulai bangkit lagi dan mencoba menulis lagi.
Ketika aku frustasi karena aku tidak tahu lagi kata-kata mana yang harus dipotong dari yang tinggal 3400 kata supaya bisa menjadi 3000 kata, tiba-tiba salah seorang co-authors ku yang sudah lama tidak kontak menanyakan kabar dan menawarkan bantuan. Bahkan ketika paper ini sudah disubmit dan mendapat feedback ‘acceptable with minor revision’ dari reviewers, aku sempat merasa capeeek sampai nangis bombay ga ingin lagi mengoreksi dan melanjutkan paper itu. Tapi aku sudah sampai pada titik menuju akhir, masa mau berhenti ditengah jalan. Akhirnya puing-puing semangat itu kukumpulkan lagi, dan bismillah paper ku koreksi dan submit lagi. Jadi ketika akhirnya aku dapat kabar paperku ini diterima, aku girang luar biasa, phff rasanya seperti habis kelelahan mau mati naik ke puncak gunung tinggi tapi ternyata ga jadi mati karena sejengkal lagi sudah sampai puncak dan malah melihat pemandangan yang indaah sekali. Lebay ya… tapi saking beratnya proses penulisan ini, begitulah jadi analoginya.
Namun kawan, yang namanya hidup ga seru lah kalau ga ada berat-beratnya ya hehe, justru sesudah kesulitan ada kemudahan dan kebahagiaan yang tak terkatakan. Dan sebetulnya Allah itu tergantung prasangka hambaNya kan. Kalau kita punya mimpi, semangat dan yakin bisa, mesti Tuhan juga akan bantu. Berkali-kali aku menyaksi sesuatu yang awalnya rasanya tak mungkin tapi ternyata jadi mungkin dan semua betul-betul cuma berawal dari mimpi. Asli, cuma mimpi, tapi tidak semua orang berani. Ayo, siapa yang berani?
Dreams are like stars. You can’t touch them, but if you follow them, they will lead you to your destiny. –Space Buddies #disneywords