Terinspirasi dari postingan tulisan-tulisan Adian Husaini Vs Jalaludin Rahmat yang lagi hot di beberapa milis. Masing-masing berkata dengan dalil Al Qur’an. Ketika semua pendapat berkata bahwa apa yang dikatakannya berdasarkan AlQuran, Si A bilang si B sesat, si B bilang si A harus diluruskan. Si A antipati pada si B dan juga sebaliknya. Si A bilang si B memlintir ayat, demikian juga sebaliknya. Lalu siapakah yang bisa dipercaya? Ini seperti cerita lama, cerita saat aku mahasiswa. Tak henti aku mencari, aku tetap limbung dan bingung. Mengapa dunia sekitarku isinya hanya perdebatan saja? Aku lelah! Dimana kedamaian itu? Dimana Islam yang rahmatanlil’alamin itu? Mana yang harus kupilih dan dimanakah kebenaran itu sesungguhnya?
Kini, satu hal yang kuyakini, bahasa-bahasa yang menebarkan kebencian, bahasa-bahasa yang menjadikan pikiran dan logika sebagai raja, tak bisa masuk ke hatiku. Aku tak lagi bingung dan limbung seperti dulu. Mengapa? Karena aku yakin, rajanya manusia adalah hati bukan pikiran atau logika. Dalam hati manusia lah ‘rumah’ Allah berada. Islam adalah kedamaian, rasa Allah itu damai, nikmat, sejuk, indah…bukan rasa siksa, bukan rasa benci dan rasa-rasa negatif lainnya.
Puisi ini hanya nasehat untuk diriku sendiri, hasil renunganku, dan sebagai pengingat, dari perjalanan spiritual yang aku alami. Karena setiap orang punya perjalanan diri masing-masing, sangat mungkin bila puisi ini tak akan berlaku buat orang lain. Pencarian kebenaran adalah pencarian yang tak berujung, hingga maut memisahkan. Dan aku pun ingin terus berjalan.Wallahualam bisawab.
Preamble:
Ketika manusia saling menuding, menunjuk, berteriak
“Aku lah kebenaran!”
Dimanakah ia, sang kebenaran itu sesungguhnya?
Barangkali puisi ini bisa menjawabnya
Namun tentu saja kebenaran hanyalah milikNya
Karena manusia hanya bisa meraba-raba
Semoga saja benar adanya
Tapi tak berhak sesungguhnya
Manusia berkata,”Aku lah sang juara!
Bukankah manusia hanyalah tempat salah dan dosa?
Menuding, menunjuk tak akan membuatnya mulia
Tunjuklah hati, tunjuklah diri,
Sudahkah ia bersujud, tunduk dan selalu menyebut
Allah…Allah..Allah dan Allah….?
Sungguh, tak ada juara itu, melainkan Allah!
Dimanakah Kebenaran?
Demi Dia yang menguasai langit dan semesta
Demi Dia yang menggenggam jiwa-jiwa manusia
Ketika tiba masanya semesta menunduk
Ketika tiba masanya jiwa-jiwa membuka tabir dirinya
Siapa kamu? Apa? Apa yang kau lakukan di dunia?
Wajah-wajah pucat menjawab
Aku si anu yang beragama anu
Apa agamamu? Islam? Yahudi? Nasrani atau Majusi?
Bukan! Agamamu adalah nafsu!
Nafsu yang membuatmu lupa
Kepada siapa sesungguhnya kamu akan kembali
Agama bukan lah Tuhan , Tuhan adalah Allah
Sungguh! Tuhan adalah Allah!
Allah lah Tuhan itu, yang satu!
Yang wajib kau sembah dengan segala penghambaan tertinggi
Yang wajib kau sembah seperti bumi mengabdi padaNya
Kau tahu bumi?
Bumi itu tak henti berputar, berputar dan berputar
Tanpa jeda, tanpa titik, tanpa koma!
Terus dan terus seperti roda, ya seperti roda
Roda-roda yang berputar dengan kekuatan tak berhingga
Dan kau, manusia. Bukankah kau manusia?
Mengapa kau tak berkaca pada bumi?
Yang tak pernah sejenak pun melupakan Tuhannya.
Mengapa kau sembah ia sang nafsu durjana
Kau tahu nafsu itu?
Ia tak berupa tapi pintarnya luar biasa
Mengapa, mengapa kau menghamba padanya?
Nafsu itu seperti ular bermata tiga
Jelinya luar biasa
Sedikit saja kau lupa padaNya
Ia akan membelitmu sekuat-kuatnya
Dan kau, tak berkutik dibuatnya!
Ia akan berdalih, ayo lah ini demi agama
Ia pun berkata, hei! Mereka musuh-musuh kita
Allah yang bicara, sungguh, Tuhan kita yang bicara
Apa kau tak ingin masuk surga?
Dan, kau pun terpedaya!
Tuhan itu mulia, tidakkah kau melihatnya?
Ia lah Sang Maha,
yang tak pernah mengijinkan umatnya saling hina
kau caci ia, kau maki ia, kau tuding ia
sebagai sang pakar pembuat onar
Sungguh, muliakah itu disisiNya?
Mengapa, tidak kau tiru ia, Muhammad nabi kita
Betapa santunnya ia, betapa elok tingkah dan lakunya
Sungguh, ia tak pernah berdalih atas nama agama
Muhammad seperti bumi, yang tak henti sejenak pun mengingatNya
Muhammad seperti laut, yang teduh dan siap menampung apa saja
Manusia, hei manusia! Mengapa tak kau ikuti ia,mereka
Nabi-nabi pendahulu manusia, sejak Adam dan Hawa
Mereka hanya menyembahNya, bukan, bukan ‘sang ular bermata tiga’
Tak berkutik sang nafsu, tercekik ia, mati ia
Karena tak ada jeda, sejenak pun tak ada
Tak pernah mereka biarkan sang ular menerkam, membelit
menyentuh, mendekat, bahkan melihat pun sang ular tak kuasa
Orang-orang mulia itu selalu terjaga
Menyebut, memanggil, menjerit, berteriak memanggil-manggil Tuhannya.
Allah..Allah..Allah..Allah…Allah…Allah dan Allah begitu seterusnya
Tak henti seperti bumi mengelilingi matahari
Mana sanggup ia, sang ular, bahkan menatap pun ia tak bisa
Ikutilah…Ikutilah mereka
Mereka yang selalu memanggil-manggil Allah dalam hatinya
Mereka yang tak pernah sedetik pun melupakanNya
Hingga ia, sang ular berbisa tertunduk, mengerut, takut.
Tidak, tak! Tak akan ia sanggup menyelusup ke dalam jiwa-jiwa
Jiwa-jiwa yang selalu menyebut, memanggil, menjerit
dan tersungkur berbisik Allah…Allah..Allah…Allahu..Allah!
Bukan! Bukan agama, bukan pula manusia
Bukan! Bukan ayat bukan pula hadits yang membuatmu selamat
Tapi Ia, Ia sang Maha yang mengajarkan kemuliaan pada umatNya
Sungguh, agama hanya lah sebuah jalan, ia bukan Tuhan!
Tuhanmu adalah Allah! Mengapa kau lupa? Mengapa kau tega?
Tega membuat manusia lainnya jatuh, tersungkur, terpuruk, ternoda
Terhina dan ternista padahal ia dan mereka, milikNya jua
Bukan! Bukan dengan kebencian
Bukan! Bukan dengan kebanggaan
Bukan pula keangkuhan
Tapi kesabaran, kedamaian, kenikmatan,
Kenyamanan, kesederhanaan, kebahagiaan
bagi semua umat manusia
AlQuran diturunkan bukan untuk dipuja
AlQuran adalah jalan keselamatan
Dan jalan keselamatan tak akan membuat mereka,
umat-umatnya saling sikut, saling timpuk, saling tunjuk
atas nama agama, dengan nama agama, dengan dalih agama
Itu kah jalan keselamatan? Seperti itu kah jalan Tuhan?
Lalu dimana kebenaran?
Kebenaran adalah Allah
Ia lah kebenaran sejati
lewat AlQuran Allah menjelma kebenaran
Karena itu baca lah ia
Baca ia, tapi dengan mata
Bukan, bukan dengan mata biasa
Tapi mata yang selalu menunduk, menekuk
Menembus segumpal nokhtah dalam dada
Mata yang bisa membaca tanpa harus membukanya
Ia lah dia sang mata hati
Hati yang di dalamnya seperti bumi
Yang tak berhenti menyebut namanya
Yang tak ada jeda untuk selalu mengingatNya
Sungguh itu lah dia, jalan keselamatan
Jalan nabi-nabi kita
Yang bersamanya kemuliaan selalu ada
Dengan namaMu ya Allah
Salamun qoulam mirrabbirrahim
Groningen, 19 Januari 2007
Saat badai menjelma asa
Hi Bunda, sorry oot… baru baca buku mu and love it so much :)
Dear Agnes, aku setuju.
Masalah kebenaran ini adalah masalah yang cukup pelik dan tak akan putus putusnya jika diperdebatkan. Bagaimana kita mengetahui kebenaran ? Apa yang membedakan kebenaran dari kebatilan? Kebenaran itu dilahirkan dan dirasakan. Jalan menuju kebenaran terlalu banyak dan luas. Sebagai contohnya di zaman Rasulullah. Para sahabat menemukan hidayah melalui Al Quran, ada yang mendapatkannya dengan melihat mukjizat Rasulullah, ada yang mendapatkannya dari akhlaq mulia Rasulullah. Semua itu terjadi bukan melalui perdebatan,opini publik atau keributan dan kudeta., tapi karena ada ‘rasa’ yang entah kenapa Allah masukkan dalam hati-hati manusia. Wallahualam, seperti apa rasa hati yang masuk dalam diri sahabat, tapi jelas rasa hati itu sangat bernilai, lebih bernilai daripada harta, pangkat, dan apapun yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah sehingga mereka sanggup mengorbankan apapun demi mendapatkan ‘rasa hati’tersebut.
Hebatnya Tuhan, Dia menciptakan kebenaran, Dia memasukkan kebenaran dalam hati manusia, Dia juga memperlihatkan buah kebenaran secara lahiriah sebagai pengajaran untuk membedakan mana yang benar dan mana yang bathil . Para nabi dan kaumnya yang benar diselamatkan oleh Allah dari bencana. Apa yang ditunjukkan pada masa Rasulullah lebih dahsyat lagi, golongan penentang banyak yang berubah menjadi pengikut, berkat doa dan kasih sayang Rasulullah. Pada masa itu semua orang berkasih sayang, yang miskin tidak meminta, yang kaya pemurah luar biasa, pemimpin merasa cemas dan langsung bertindak jika ada rakyatnya yang tidak makan, dll. Hampir sepertiga dunia diislamkan oleh Rasulullah dan sahabat. Kedamaian terdapat di mana mana. Itu adalah hadiah dari Allah yang akan diberikanNya pada hambaNya yang berusaha memperjuangkan kebenaran.
Apa daya, kebenaran yang terlihat sederhana dan bersahaja ini sering terkubur oleh ego, kesombongan, dll. Memperjuangkan kebenaran pada masa ini sungguh sulit, bahkan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang pembenaran menjadi tidak mudah. Itulah yang perlu kita renungkan, apa yang sebenarnya yang kita cari di dunia ini: kebenaran, kenyamanan, pembenaran, atau apa?.Untuk apa kita hidup? Untuk diri kita, untuk nafsu kita, atau untuk Tuhan. Semoga kita tidak salah pilih karena apa yang akan kita pilih akan dipertanggung jawabkan dihadapanNya kelak. Allah berfirman Sesungguhnya tidaklah diciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah KU Apakah kita telah menjadi hamba yang berbuat sesuai dengan yang Allah kehendaki?.
Carilah kebenaran itu, carilah dan genggamlah apapun bentuknya. Suatu saat mungkin ia menjadi embun penyejuk, disaat lain ia menjadi api yang membakarmu. Apapun bentuknya itu tidak penting, itu semua terjadi karena Tuhan, itu semua ada karena Tuhan, itu terjadi karena Tuhan ingin memberikan pengajaran, memberikan hikmah di balik hikmah, memberikan hadiah hadiah tak bernilai pada orang yang bersungguh sungguh berjuang di jalanNya. Moga kita semua mendapatkan panduan, mendapatkan kawan seperjuangan, mendapatkan contoh dan mendapatkan ‘rasa’ menuju Tuhan. Amin.
hai ollie, makasih banget ya dah mampir ke blog aku n dah mau baca bukuku jg :-) ntar kalo bukuku yg laen terbit beli jg ya hehehe maunye :-)
Mbak Wise, makasih banyak ya sharingnya. Amin mbak semoga Allah memudahkan jalan buat kita ya :-)
Saya percaya bahwa ada kebenaran yang mutlak, namun tidak ada jalan untuk mendefinisikannya tanpa lepas dari subjektifitas seseorang.
Saya tidak percaya pada orang yang mengaku bahwa mereka tahu kebenaran yang sejati, termasuk dia itu para nabi.
Hormat saya,
atheist indonesia
Tx buat komennya….
Kebenaran bukan sekadar definisi, tapi aksi. Do it, don’t talk it!
Salam
;-]
Agree one hondred persen :-)
bagi saya kebenaran itu sungguh mudah dan sederhana…kalau sulit kasian dong orang awam…dan kebenaran itu bisa dimiliki dan diamalkan oleh siapa saja, orang awam kah atau kaum intelektualnya…bukankah Alloh telah mengatakan bahwa kebenaran (al-haq) dari diri-Nya (al-baqoroh ayat 147)…Al-qur’an, kalam Alloh, juga adalah kebenaran (al-haq)(ar-ro’du ayat 1)… dan Alloh sendiri adalah kebenaran (al-haq)dan yang diseru (disembah, diabdi)selain Dia adalah al-bathil(kesia-siaan)(surat al-hajj ayat 62)…maka prinsip yang paling dasar dari kebenaran (al-haq) adalah “engkau mengabdi(menyembah, menghambakan diri) kepada Alloh dan tidak mensekutukan Dia dengan sesuatu dalam pengabdian(penyembahan, penghambaan diri)”…ini adalah konsekuensi kalimat “la ilaha illalloh”, atau yang dinamakan kalimatul-haq atau kalimat tauhid…dan yang lainnya adalah merupakan realisasi prinsip dasar ini…semua nabi dan rosul menyerukan hal ini(surat an-nahl ayat 36), jadi bersifat universal…manusia (siapapun dia) tinggal menentukan pilihan, menerima atau menolak…jika menerima, tentu dengan taufik dari Alloh, cukup dia mengatakan, dengan yakin dan tahu kosekuensinya, perkataan “asyhadu alla ilaha illalloh wa asyhadu anna muhammadar-rosululloh” maka dia berada di atas kebenaran, tinggal melaksanakan kosekuensinya…misalnya,Alloh memerintahakan kita untuk mendirikan sholat (surat an-nisa’ ayat 103), ya kita dirikan sholat sebagaimana yang dicontohkan oleh rosululloh saw dan itu kita lakukan semata-mata karena Alloh…inilah yang dinamakan mengabdi(menyembah, menghambakan diri) kepada Alloh…ini(salah satu bentuk) kebenaran…yang lainnya seperti zakat, puasa, haji, nikah, berbuat baik, membaca ayat-ayat Alloh, makan dan minum yang halal dan baik,menutup aurot, dan lain-lain semua yang ada dasarnya di dalam al-qur’an dan as-sunnah jika kita kerjakan karena Alloh semata (ikhlas)… itulah kebenaran…mudah dan bisa dilakukan siapa saja, tanpa perlu intelektualitas yang tinggi