Motret, Apa Asyiknya?

Aku ga pernah nyangka kalo motret itu ternyata asik. Berawal dari temen-temen di Groningen yang suka traveling, narsisan bareng-bareng dan hasil potretnya bagus-bagus, lalu aku mulai kenal sama kamera SLR (Single-Lens-Reflex). Tapi berhubung aku gaptek dan bahagia menjadi gaptek, teuteuup hehe, meski udah punya kamera SLR aku jarang banget menyentuhnya. Kalo lagi traveling, bagian motret ya urusan suamiku dan dia juga yang ngolah-ngolah hasilnya.

Lalu, datanglah kebutuhan itu, kebutuhan untuk bisa motret gara-gara aku pengen banget bisa motretin masakanku sebagus temen-temen dunia mayaku. Akhirnya aku mulai belajar tentang dunia potret memotret. Saat ini karena ada kebutuhan lain untuk ga cuma motret makanan, jadi aku semakin berusaha menggauli dunia fotografi dan digital imagingnya sebab aku masih pemula banget dalam hal ini.

Dan ternyata setelah aku akrabi, saat hunting foto atau motretin makanan, bikin konsep di kepala, cari objek asyik di jalan, ngeliat hasilnya dan mengeditnya, rasanya asyik, bisa menghilangkan suntuk dan stress kalo aku lagi butuh refreshing. Dan aku rasa dunia photography itu ada kemiripannya sama dunia tulis menulis. Memang sih tergantung orangnya, tapi buatku saat ini, memotret itu juga dalam rangka ‘apreciate our live,  enjoying detail in our live and to be grateful with our wonderful live’.

Selama hunting foto itu aku jadi berusaha melihat detil. Waktu lagi di centrum Amsterdam misalnya, aku jadi menikmati dan mencari-cari apa yang unik dari centrum Amsterdam, bangunannya, orang-orangnya, makanannya sampe nemu permen ganja segala, gimana situasi redlightnya dan tempat-tempat asiknya, seru deh. Terus waktu ke Leiden kemarin, aku juga baru nyadar bahwa ternyata Leiden tuh indah ya, tua dan klasik dengan kincir di tengah kota yang membuat tambah cantik. Saat motret maen salju dan melihat fotonya lagi aku juga jadi  bersyukur bisa menikmati maen salju dan menikmati keindahanya. Sampe rumah saat mengeditnya dan melihat hasilnya aku jadi kagum sendiri wow kereen, ciptaan Allah memang keren! Dan kreatifitas manusia dalam mengutak-ngatik gambar juga keren! Terus lagi, aku kan ngumpulin foto-fotoku dalam flickrku kan, pas ngeliatnya lagi aku suka takjub sendiri,” Wah ternyata dulu aku pernah kesini, pernah motret ini, bagus ya,” Ya narsis sih memang, tapi kenarsisan yang baik menurutku, karena aku jadi lebih menikmati dan menghargai hidupku rasanya. Jadi sepertinya aku ingin menggeluti dunia ini lebih dalam lagi meskipun seperti biasa, ga pengen jago banget, yang penting bisa dan enak dilihat.

Berikut ini kira-kira sedikit ilmu yang pernah aku pelajari soal dunia photography dan yang sedang aku pelajari, catatan buatku biar ga lupa. Semoga, aku bisa rajin menuliskan dan mengumpulkan sumber-sumber ilmunya di blog aku ini.

Soal Kamera

Orang Groningen sering menyebut kamera SLR sebagai kamera aliran hitam, karena memang warnanya hitam, ga kaya kamera pocket yang kebanyakan abu dan warna warni. Apa itu kamera SLR? Waduh kalo baca definisinya di wikipedia pusing deh, ini nih yang bikin aku alergi, apalagi kalo udah ngomongin pantulan cahaya dan pentaprisma, hwadooh mahkluk apaan tuh, pusiiing! Tapi intinya sih kalo kita motret pake kamera SLR, kita bisa melihat objek dari kamera yang hasilnya sama persis dengan pemandangan yang kita lihat, karena kamera ini pake lensa tunggal. Sementara, kamera non SLR memakai lensa ganda, dimana pemandangan di fotonya suka beda dengan apa yang aslinya kita lihat. Gampangnya gitu deh, mohon maap kalo ada yang salah soalnya mumet hehe.

Shutter Speed, Aperture dan ISO

Nah setelah tahu soal kamera SLR, tentu kita harus menggauli kamera kita dong. Semua guru dimana aja bilang,”Akrabi kameramu apapun jenisnya, karena kalo tak kenal maka tak sayang.” Tapi, menu di kamera kan banyak banget tuh bikin mumet juga, dan kalo udah pake kamera SLR tapi yang dipake auto lagi auto lagi, sayang dong karena kalau pake auto itu  hasilnya kata para photografer ga maksimal. Jadi, aku kalo motret juga berusaha pake manual, tapi kan mumet nih sama menu-menu, jadi yang penting diinget ya tiga bagian diatas deh at least.

Apakah Shutter Speed, Aperture dan ISO itu? Aku pernah baca artikel menarik yang menjelaskan tentang ketiga elemen, yang sering disebut the exposure triangle ini. Penjelasan lengkapnya bisa baca disini. Penulisnya sendiri bilang perumpaan ini ga perfect, tapi lumayanlah untuk memudahkan gambaran pengertian tentang tiga makhluk yang bikin sakit kepala itu hehe.  Intinya, si penulis ngeumpamain cara kerja ‘the exposure triangle’ kaya jendela yang ada penutup (shutternya), bayangin aja model jendela kayu jadul di rumah-rumah desa, yang ada penutupnya di kiri dan kanan. Nah sekarang bayangin aperture adalah ukuran besar kecilnya jendela.  Kalo aperture makin besar, berarti ukuran jendelanya juga besar, artinya, cahaya yang masuk ke dalam rumah semakin banyak. Sedangkan shutter speed adalah lama waktu cahaya masuk selama penutup jendela dibuka. Jadi semakin lama jendela dibiarkan terbuka, artinya semakin banyak cahaya yang masuk. Sementara ISO itu seperti kondisi cahaya dalam rumah. Bayangin kalo kita masuk rumah pake kaca mata item, remang-remang kan, nah itu artinya ISO nya rendah. Coba kalo kaca matanya dibuka, rumah jadi terang kan, nah itu artinya ISO nya tinggi.

Kesimpulannya untuk membuat rumah makin terang ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Pertama, kita bisa naikin lamanya waktu cahaya masuk jendela yang terbuka (menurunkan shutter speed), kedua, kita bisa membesarkan ukuran jendela (menaikkan aperture) atau buka kaca mata itemnya pas masuk rumah (membuat ISO tinggi), jadi terang kan. Kira-kira begitu penjelasan singkatnya. Untuk lebih jelasnya bisa baca tulisan mba Ine tentang ‘Shutter speed dan Aperture‘ yang mudah dimengerti berikut menikmati foto-fotonya yang keren-keren banget, dan tulisan  Dita yang sangat membumi dan gampang dipahami tentang ‘Resep Mengenal ISO’. Ada juga blog yang lengkap banget membahas soal ini, bisa diliat disini. Sengaja aku cari yang bahasa Indonesia, karena untuk bahasan baru yang ga familiar akan lebih makan waktu kalo pake bahasa Inggris.

Prinsip motret: don’t take pictures but make pictures’, POI dan The Rule of Third

Kalau di dunia tulis menulis ada saran yang selalu terdengar,’don’t tell but show’, nah kalo di dunia fotografi ada aturan, ‘don’t take pictures but make pictures’. Maksudnya kalo kita mau motret, kita harus langsung mikir konsep di kepala, kira-kira ini foregroundnya gimana, middlegroundnya gimana dan background nya gimana. Yang perlu juga dipikirkan adalah POI alias Point of Interestnya, kita mau motret apa sih sebenernya, mau bikin cerita apa, dan pengen nanti si foto ngomong apa. POI ini biasanya dipotret ngikutin ‘The rule of Third,  kalo ga di sepertiga atas, bawah atau samping. Tapi prinsip ini boleh-boleh aja dilanggar koq katanya, tergantung yang dimau si pemotret. Selain itu yang ga kalah penting adalah mikirin lightnya gimana dan juga mood yang mau dibangun apa. Jadi agak-agak mirip dengan kalau kita mau nulis satu essay kan, ga sekedar asal jepret aja. Ribet? Iya kali ya tapi justru disitu asyiknya. Oya, tulisan singkat dan padat soal POI bisa baca disini.

Empat Elemen Utama Foto

Setelah aku baca-baca lagi, ternyata ada empat elemen utama foto yang sangat penting saat motret. Aku nemu artikelnya di kompas. Kata penulisnya, Arbain Rambey,  dalam sebuah foto terkandung empat elemen pembentuknya, yaitu:
1. pencahayaan
2. sudut pemotretan
3. komposisi
4. momen.

Yang menarik, karena sekarang dimana-mana udah pake fotografi digital, jadi soal pencahayaan biarin aja kita serahkan otomatis pada kamera, jadi si pemotret tinggal konsentrasi pada komponen lainnya,  sehingga kita bisa menghemat energi. Kalau kita fokus di sudut pemotretan, komposisi dan momen, kita akan lebih bisa motret adegan yang bisa ‘bicara’.

Bokeh alias Depth of Field (DOF)

Makhluk apa pula itu? Sering kan kita liat foto-foto yang backgroundnya blur tapi objeknya tajem banget, ciamik! Nah foto semacam itu disebut punya DOF yang dangkal (shallow/non deep DOF). Foto semacam itu bisa didapet pake kamera SLR, itulah mengapa orang Groningen pada beraliran hitam hehe. Karena aku suka motret makanan, jadi sering banget pengen dapetin efek blur ini. Efek blur memang bagusnya dipake kalau kita mau fokus/mengutamakan motret satu objek yang kita inginkan. Jadi kalau kita mau motret makanan, bunga, hewan, anak-anak yang lucu, ya bagus banget kalo hasillnya tajam dan backgroundnya blur alias DOF nya dangkal. Sementara, kalau mau motret pemandangan ya gambarnya perlu tajam semua,  jadinya pake deep DOF, ga perlu pake acara blur-bluran.

Teori singkatnya begini, DOF itu bisa dibilang rentang kedalaman fokus pada kamera. Untuk mendapatkan DOF dangkal ada teknisnya, aku copy paste sepenggal tulisannya Dita tentang DOF disini. “ Prinsipnya semakin kecil angka f-stop yang kita gunakan, misalnya 1.8 atau 2.8 akan semakin blur backgroundnya. Sementara, semakin besar angka f-stop yang digunakan, misal 10, maka background pun akan terlihat jelas. Inget ini aja : Lower number, more blur. Higher number, more clear,” begitu penjelasan dari Dita. Lebih lengkapnya bisa baca tulisan Dita soal DOF.

Gimana kalo kameranya ga SLR atau efek blurnya kurang? Bisa dimanipulasi pake Photoshop koq. Baca aja tulisan dari mba Ine tentang ‘Membuat Blur Latar Belakang Foto’.

Hmm…apalagi ya, sepertinya sih prinsip utamanya itu dulu, kemaren aku dapat ilmu baru dari temenku tentang Spot metering, tapi aku belum mendalaminya. Pokoknya sekarang aku lagi ingin belajar soal gimana ‘make pictures’ karena bagaimanapun memotret yang baik itu ya yang aslinya bagus jadi ga perlu banyak diutak-atik pake photoshop lagi. Ngutak-ngatik foto pake photosop itu takes time, tapi ya memang asyik buat refreshing. So…motret itu asyik kan?