Indonesia sedang berduka. Presiden menyatakan bahwa tiga hari ini adalah hari berkabung nasional. Ya, gempa tsunami yang melanda negara Asia, termasuk Aceh dan Sumatra Utara kali ini memang sangat dahsyat. Puluhan ribu orang meninggal dunia, puluhan mayat berjejer dan membusuk bergelimpangan. Hiks…sedih sekali membaca berita-beritanya. Kemarin aku berkata pada suamiku “Barangkali Aceh mempunyai sejarah yang kita belum tahu. Menurutku aneh, kenapa seolah Aceh yang menjadi tumbal negara kita, selalu menderita, selalu sengsara. Mungkin suatu saat kita bisa tanya sama mas min yah.” Suamiku menjawab ” Yang penting, ini kesempatan bagi kita untuk menjelaskan pada anak-anak tentang gempa itu, menumbuhkan kepedulian dan empati pada mereka.Kita harus jelaskan pada mereka nanti. Oya uang tabungan mereka dari ulang tahun itu kita suruh sumbangkan saja ke korban gempa.”Akhirnya, ketika makan siang tiba, sewaktu aku dan anak-anak sudah duduk di kursi masing-masing, ayah mulai bercerita.
“Lala dan Aik tau nggak, sekarang di Indonesia lagi ada gempa bumi, di ujung pulau Sumatra, Aceh nama propinsinya. Karena gempa itu, banyak sekali orang-orang yang meninggal, kehilangan ayah bundanya, kehilangan rumah dan banyak bangunan pada rusak semua”
“Kenapa bisa ada gempa bumi yah?” Lala bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Wah pertanyaan Lala bagus sekali. Gempa itu terjadi karena di dalam bumi ada lava yang sangat panas, kemudian meledak keluar sehingga tanah disekitarnya bergoyang dan rusak. Seperti taplak meja ini la, dari bawah sama ayah ditarik. Nah kue dan sendok ini pura-puranya rumah dan anak kecil yang lagi main. ”
“Tang ini jadi apa yah” Aik tak tahan ikut nimbrung.
“Ya pura-puranya tang nya jadi jembatan ya. Nah waktu ada gempa, taplak ini seperti digeser dari bawah sehingga semua yang ada diatasnya bergoyang, rusak dan berjatuhan. Anak kecil yang sedang main itu mati tertimpa reruntuhan rumah”
Anak-anak mendengarkan dengan antusias, tapi bagi Malik semuanya tampak tak nyata. Jadi dia bersikukuh menanyakan kabar jembatannya he he. Aku mencoba mencari buku tentang gempa, dan aku menemukan gambaran tentang gempa yang bagus sekali di buku Hamparan Dunia Ilmu serta Ensiklopedi Bocah Muslim. Anak-anak antusias sekali melihat gambar dan mendengarkan penjelasan ayah tentang terjadinya gempa lewat gambar.
“Berapa orang yang mati yah?” Lala tampak tertarik dengan diskusi kali ini.
“Banyak sekali, sepuluh ribu, seperti banyaknya teman-teman sekolah lala kalo lagi berkumpul di lapangan, itu masih 10 kali lipat lagi banyaknya. Kasian ya la, anak-anak yang jadi kehilangan orangtuanya, nggak punya ayah bunda lagi. Coba lala sama aik bayangkan, gimana kalo lala dan aik nggak punya ayah bunda lagi, gimana perasaan lala?”
“Sedih …”
“Kalo Aik gimana?”
“Sedih juga…” Aik menjawab dengan wajah serius
“Kalo gitu, uang yang ada di wadah ini, dari tabungan lala dan aik kemarin, kita sumbangkan buat mereka ya. Kasian sekali mereka sekarang kelaparan, kedinginan, nggak punya baju, nggak punya mainan, semua rusak. Boleh nggak uangnya disumbangkan buat mereka”
“Boleh yah boleh” kata Lala. Aik ikut menjawab sambil manggut-manggut “Boleh yah” jawab Aik.
Lalu setelah itu mereka ribut berebut buku tentang gempa yang gambarnya besar dan menarik.
“Wah acara makan siangnya kapan nih, koq nggak jadi makan, bunda udah laper nih”
“Tapi lala mau baca buku dulu bun…”
“Aik juga, Aik nggak mau makan”
Hmm akhirnya, kesempatan lah bagiku dan ayah untuk makan berdua tanpa diganggu mereka. Ternyata, anak-anak memang begitu polos dan lugu. Mereka dengan cepat menyerap apapun yang orangtuanya sampaikan. Terbukti setelah itu lala tak berhenti bertanya seputar gempa itu.
” Aceh itu Indonesia bun? Di mana bun? Yangkung sama yangti dimana?”
“Bunda ambillkan peta dunia ya la. Nah ini Indonesia, Aceh disini, Bandung disini, Lala di Belanda sini jauuh sekali”
“Kalo di Belanda nggak ada gempa bun?”
“Iya la, disini nggak ada gempa, dulu mungkin ada. Kita berdoa ya sama Allah supaya kita selalu dilindungi Allah. Negara yang kena gempa itu nggak cuma Indonesia la, ada Thailand, Srilangka, India, Bangladesh dan Malaysia”
“Tapi Palembang ini nggak kena ya bun, Bandung juga nggak kena ya bun?”
“Iya sayang, kota-kota ini kan jauh dari pusat gempa, jadi nggak kena”
“Binatang-binatang pada mati nggak bun kena gempa”
“O iya, banyak binatang mati karena gempa”
“Pohon-pohon rusak nggak bun?”
“Iya pohon-pohon juga rusak, sama ya la kaya di buku Nabi, yang ada azab Allah untuk kaumnya itu lo la”
“Oiya bun, disini ada mazenya bun”
Wah siang itu betul-betul menjadi acara diskusi yang seru. Lala sepertinya menyerap semua yang aku dan suamiku ceritakan. Sedangkan Malik, ya mungkin usianya belum bisa menangkap hal-hal yang abstrak, jadi setelah diceritakan lewat buku dan melihat gambar korban gempa di internet barulah dia menyimak dengan baik. Begitulah anak-anak, betul-betul tergantung orangtuanya. Kalau aku dan ayah dalam kondisi lelah, mana mungkin bisa punya energi untuk menjelaskan seperti ini. Kuncinya memang sabar dan sabar. Hmmh… semoga Allah selalu memberikan kesabaran itu pada kami.