Aku Perlu Dibacakan Buku, Ibu

Republika, 28 April 2004

Otak anak mempunyai satu triliun sel otak, dan bertriliun-triliun sambungan antarsel syaraf otak. Bila tidak distimulasi sejak dini, sambungan ini akan musnah. Layaknya daun di musim gugur, potensi mereka pun akan berguguran. Ibu adalah guru pertama bagi anak tanpa bermaksud mengecilkan peran bapak dalam pilar sebuah keluarga.Namun, dalam realitas yang ada, ibulah yang mengandung, melahirkan, menyusui dan lebih banyak menapaki hari, bulan dan tahun-tahun pertama kehidupan anak. Hari buku diperingati setiap 23 April yang berdekatan dengan Hari Kartini tanggal 21 April. Wanita Indonesia diingatkan mengenai emansipasi wanita yang diperjuangan oleh RA Kartini.

Dalam menyuarakan emansipasi wanita, tentunya Kartini pun ingin wanita mempunyai peran strategis dalam mencerdaskan bangsa. Meski ‘hanya’ dilakukan dari lingkup terkecil masyarakat, yaitu keluarga, peranannya menjadi pondasi bagi maju-mundurnya sebuah bangsa. Ibu sebagai wanita Indonesia, diharapkan menjadi pencetak generasi cerdas dan berbudi yang akan mengangkat derajat bangsa Indonesia.

Barangkali, begitulah harapan Kartini dan juga harapan seluruh anak negeri ini. Tantangan zaman semakin menggila. Problema kehidupan kian hari semakin berat. Anak yang terlahir suci penuh potensi, membutuhkan ibu seperti yang diharapkan Kartini. Ibu yang betul-betul menyadari tugas mulianya, mengantarkan anak menjadi manusia tangguh dan gemilang di masa datang. Ibu yang memahami hal ini akan berusaha mengembangkan potensi otak anak dengan berbagai cara.

Para ahli menyebutkan bahwa cara optimal mengembangkan potensi itu adalah dengan selalu merangsang kelima panca inderanya. Banyak hal yang dapat dilakukan. Namun sesungguhnya membacakan buku sejak dini pada anak merupakan cara paling mudah. Anak belajar dari apa yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Kelima panca indranya merespon dan otak meyerap semua informasi yang diterima.

Sebagai contoh, anak yang terbiasa mendengar kata-kata kotor, akan meniru dan mengucapkannya. Anak yang dibiasakan jajan akan selalu meminta jajan. Anak yang diajarkan menjaga kebersihan tidak akan tinggal diam melihat sampah. Dan anak yang dibacakan buku, akan meminta buku. Membacakan buku juga dapat menjadi obat. Buku dapat meringankan anak yang sedang sakit dan menidurkan anak yang tidak mau tidur. Buku menjadi seperti susu. Anak akan selalu meminta dan meminta lagi.

Saat anak memasuki usia sekolah, ibu tak perlu lagi bersusah payah menyuruh anak belajar atau membaca buku, karena anak telah mencintai buku. Buku memuaskan rasa ingin tahunya yang besar. Usia balita (bawah lima tahun) disebut-sebut sebagai the golden age, usia keemasan seorang manusia. Penelitian mengenai otak manusia belakangan ini telah menunjukkan bahwa perkembangan intelektual otak berkembang pesat menjadi 50 persen potensi otak dewasa pada empat tahun pertama sejak anak dilahirkan.

Usia empat tahun hingga delapan tahun bertambah 30 persen, selanjutnya hingga 18 tahun bertambah 20 persen.Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi otak yang dilakukan pada empat tahun pertama kehidupan seorang anak akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya di masa depan. Dalam buku Otak Kanak-Kanak yang ditulis oleh J Madeleine Nash disebutkan, ilmuwan telah membuktikan kenyataan yang menakjubkan mengenai otak anak.

Kualitas otak anak sangat ditentukan oleh tiga tahun pertama kehidupannya. Ilmuwan telah dapat mendengarkan suara hiruk-pikuk berkembangnya sel-sel syaraf otak dalam otak janin yang baru berusia 10 atau 12 minggu sesudah pembuahan. Saat kelahiran, otak memiliki satu triliun sel otak. Tidak lama setelah kelahiran, otak bayi menghasilkan bertriliun-triliun sambungan (sinapsis) antarneuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Proses inilah yang membentuk pengalaman dan akan dibawanya seumur hidup.

Melalui suatu proses yang mirip teori Darwin, otak akan memusnahkan sambungan yang jarang digunakan atau yang tidak pernah digunakan. Banyaknya pengalaman indra yang didapat akan menentukan sambungan mana yang dipertahankan dan mana yang berguguran. Sambungan yang berlebih dalam otak anak akan berguguran secara drastis sebelum usia 10 tahun. Jadi, yang menetap adalah otak dengan pola emosi dan pikiran individual anak, yang terbentuk dari pengalaman kehidupan sebelumnya.

Sambungan-sambungan baru memang terus terbentuk seumur hidup, dan orang dewasa selalu memelihara sambungan itu dengan membaca dan belajar. Namun otak tidak akan mampu menguasai kemahiran baru atau bangkit kembali dari kekeliruan semudah yang terjadi pada masa kanak-kanak. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman adalah arsitek utama otak. Anak yang sering distimulasi berulang-ulang dan bervariasi sejak dini, kaya akan pengalaman dan akan menghasilkan otak yang kaya pula.

Manfaat
Bila ibu mengabaikan masa keemasan ini, sama artinya dengan membiarkan potensinya terbuang. Ibu yang peduli tidak akan menyia-nyiakan sel-sel otak anak yang ‘memohon’ untuk diberi stimulasi. Merangsang kelima panca indra merupakan cara yang disarankan para ahli. Selalu mengajak anak berbicara, mendidiknya dengan penuh kasih sayang, mengajaknya bermain, bernyanyi, dan banyak hal dapat dilakukan oleh ibu. namun jangan lupakan aktivitas yang satu ini, membacakan buku.

Kegiatan ini sesungguhnya mudah dan dapat sekaligus merangsang kelima panca indra anak. Ketika anak dibacakan buku, matanya melihat gambar dan telinganya mendengar. Tentu saja indra penglihatan dan pendengaran anak akan selalu terstimulasi. Buku-buku khusus anak yang dapat digunakan untuk melatih perabaan dan penciuman telah tersedia di beberapa toko buku. Di Indonesia memang belum banyak, dan masalah biaya masih menjadi kendala. Namun hal ini bukanlah menjadi hambatan.

Misalnya, saat ibu membacakan buku tentang buah-buahan, ibu dapat mengambil buah yang asli dan menjelaskannya pada anak. Anak dapat merasakan tekstur buah, mencium, dan mencicipi rasanya. Seiring dengan bertambahnya usia anak, manfaat membacakan buku akan semakin terasa. Membacakan buku dapat meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) anak. Membacakan buku akan menjadi bekal yang berharga agar anak dapat menjadi manusia yang berkualitas di kala dewasa.

Para ahli pendidikan telah membuktikan bahwa satu-satunya cara yang paling berhasil untuk menanamkan kegemaran membaca pada anak adalah dengan membacakan buku selagi masih balita. Kegemaran membaca akan meningkatkan kemampuan membaca, dan meningkatkan kecerdasan intelektual. Mengapa? Karena menurut Laurel Schmidt dalam buku “Jalan Pintas Menjadi Tujuh Kali Lebih Cerdas”, bahasa adalah sarana pemikiran tertinggi. Membacakan buku setiap hari akan selalu menambah kosa kata baru bagi anak.

Kekayaan kosa kata memperkaya pemikiran mereka. Anak akan menyerap berbagai pola kalimat. Mereka akan dapat berbicara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan rumit dengan lebih baik. Beragam buku yang dibaca akan memperluas wawasan pengetahuan anak. Kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual yang tinggi. Telah banyak diketahui bahwa kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang.

Membacakan buku merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan emosi. Kegiatan membacakan buku sambil memeluk dan berbaring di tempat tidur, atau duduk di pangkuan ibu membuat anak merasa dicintai, aman dan nyaman. Kegiatan ini menjalin ikatan emosi yang hangat antara ibu dan anak sehingga dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan emosional anak di kemudian hari.

Buku-buku cerita tentang kelinci yang ketakutan, beruang marah, sedihnya anak ayam karena kehilangan induk, dan beragam dongeng yang dibaca membuat anak dapat merasakan serta mengenali berbagai emosi. Di kehidupan nyata anak akan menghubungkannya dengan isi cerita. Mereka akan dibantu untuk mengenali dan mengembangkan emosi dirinya. Kasus pembunuhan , kekacauan moral, tawuran, perkosaan, dan beragam kekerasan yang kian marak belakangan ini sungguh mengoyak hati .

Akankah anak-anak yang terlahir fitri harus turut kehilangan hati nurani? Membacakan buku dapat menjadi sebuah solusi. Mimi Doe dan Marsha Walch, dalam buku ‘Sepuluh Prinsip Spiritual Parenting’ nenyatakan bahwa anak-anak adalah makhluk spiritual. Mereka mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Spontanitas, kreativitas, dan kebebasan berpikir-berasa-bertindak mencirikan spiritualitas bawaan anak-anak.

Tipe Kepedulian
Mengenai potensi otak anak dan kepedulian ibu, dalam pengamatan penulis, terdapat empat tipe ibu di Indonesia. Pertama adalah ibu yang tidak tahu dan tidak peduli. Umumnya mereka mempunyai tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah. Bisa juga ibu di perkotaan yang berpendidikan dan taraf ekonomi tinggi namun melahirkan anak di luar pernikahan atau akibat kasus perkosaan. Kedua, tipe ibu yang tidak tahu tapi peduli.

Ibu jenis ini terdapat di mana pun. Ketidaktahuan terjadi karena berbagai faktor seperti, tempat tinggal yang jauh di pedalaman, tingkat pendidikan, status ekonomi, kesibukan ibu bekerja, atau murni karena kurangnya informasi. Ketiga, tipe ibu yang tahu tapi tidak peduli. Ibu tipe ini banyak terdapat di perkotaan. Ketidakpedulian terjadi karena gaya hidup hedonis, materialistis dan kesibukan bekerja. Atau ibu yang terlalu mempercayakan pengasuhan pada sekolah atau pembantu. Ibu dengan karakter yang malas, ‘cuek’ dan terlalu pasrah juga kerap menjadi penyebab. Keempat adalah tipe ibu yang tahu dan peduli.

Jenis ibu seperti ini lebih banyak terdapat di perkotaan dengan tingkat pendidikan dan status ekonomi menengah ke atas. Namun karena kemudahan informasi saat ini, dijumpai pula ibu dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah yang menyadari dan peduli pada potensi otak anaknya. Human Devolepment index menyebutkan, angka melek huruf di Indonesia relatif belum tinggi yaitu 88 persen. Dari Buletin Ikapi edisi Mei 2002, jumlah karya sastra yang dibaca oleh pelajar SMU di Indonesia nol judul.

Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, Dady P Rachmanata pada 2004, pengunjung perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah sangat rendah yaitu 10-20 persen. Data-data itu menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Artinya, ibu yang termasuk tipe keempat dari klasifikasi di atas juga masih jarang dijumpai. Ibu tipe keempat sangat memahami potensi otak anak. Kesadaran bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus menjadi khalifah di masa depan, membuat ibu tetap semangat dan proaktif. Ibu yang sibuk bekerja akan tetap meluangkan waktu membacakan buku bagi anaknya.

Ibu dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah akan menyisihkan uang tabungan untuk membeli buku, bukan hanya untuk jajan. Ada pula ibu yang berusaha meminjam buku kepada tetangga, saudara atau perpustakaan. Sesungguhnya semua ibu dapat melakukannya karena membacakan buku adalah kegiatan yang mudah dan tidak memakan waktu. Dengan niat dan motivasi kuat, tiada hal yang tak mungkin. Mulailah bacakan buku untuk anak-anakmu, Bu. Bukan hanya bayi dan balita, anak-anak di atas lima tahun juga perlu dibacakan buku.

Sebelum usia SMP, kemampuan membaca anak masih kurang dibanding kemampuan mendengar. Memulai pada anak yang lebih besar memang sulit. Terlebih lagi pengaruh televisi, play station, dan game-game yang notabene jauh lebih menarik. Tidak ada kata terlambat. Demi kecintaannya pada buku dan masa depan yang lebih baik, luangkanlah waktu. Kesabaran dan usaha keras tak pernah mengenal kata sia-sia.

Dokter umum yang aktif di klub penulisan Hardim Bandung

27 Replies to “Aku Perlu Dibacakan Buku, Ibu”

  1. Mbak Agnes, bagus nih artikelnya. Cuman mau comment tentang pernyatan ini : “Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, Dady P Rachmanata pada 2004, pengunjung perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah sangat rendah yaitu 10-20 persen. Data-data itu menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih sangat rendah”.
    Maklum Mbak, isi perpustakaan Indonesia amat sangat kurang! (bukan berarti minat baca kurang kali ya?). Coba kalau perpus-nya dibuat kayak di LN, dijamin orang berjubel. Kalau tidak berjubel juga, berarti benar minat bacanya yang kurang :).

Comments are closed.