Saat kau tak ada, dunia kami terasa hampa. Tak ada lagi gelak tawa dan jerit mungil anak-anak kita. Tak ada lagi cekikik geli mereka. Mereka rindu wajah anehmu ketika kau menjadi hamtaro yang lucu. Mereka rindu rentetan peluk ciummu yang kadang berlebihan dan membuat mereka kesakitan. Mereka rindu diputar-putar, mereka rindu dikejar-kejar. Mereka rindu suaramu yang bisa mengecil dan membesar. Mereka rindu wajahmu yang bisa berubah menyeramkan. “Aik miss ayah, mbak Lala kangen ayah,” begitu mereka berujar, hampir setiap malam. Ayah, kami sangat rindu padamu. Kau begitu berharga. Tanpamu, dunia menjadi begitu berbeda.“Para ayah memiliki pengaruh luar biasa terhadap anak-anak mereka. Gaya permainan ayah kepada anaknya yang sangat heboh dan kadang kasar justru merupakan cara yang penting untuk membantu anak belajar tentang emosi. Ayah yang secara emosional terlibat dalam pengasuhan anak-anaknya terbukti memberi kontibusi khusus bagi tumbuh kembang mereka. Studi psikologi bahkan menunjukkan bahwa Anak-anak yang ayahnya kerap meneguhkan perasaan mereka dan memuji prestasi mereka memiliki hasil yang lebih baik dalam prestasi akademis dan dalam hubungan dengan teman sebaya,” kata John Gottman dan Joan DeClaire dalam bukunya ‘Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional’.
Ayah. Sosok yang jarang berada di rumah. Tapi kehadirannya kadang membuat rumah kami bagaikan panggung sirkus bagi anak-anakku. Kadang ia seperti badut yang menghibur penontonnya, tak jarang pula ia bagaikan pemimpin sirkus yang menggiring pemainnya untuk berlaga ini dan itu. Selepas kerja, anak-anak selalu menyambutnya dengan kegirangan. Lala selalu ingin naik di pundak ayah, dan Aik selalu ingin mengajak ayah bermain. “Main monster-monsteran yah,” pintanya lucu. Dengan kedua tangan diangkat keatas, badan bungkuk, berjalan patah-patah, ditambah mata melotot dan wajah dibuat menyeramkan, anak-anak berlari ketakutan, menghindari monster ayah yang hendak menangkap mangsa.
Begitu tertangkap, mangsa tak lagi bisa bergerak. Pipi kanan, pipi kiri pasti habis diciumi ayah. Ciuman yang kadang nyeri, karena kumis ayah yang datang bertubi-tubi. Belum lagi kalau monster itu menjilati mangsanya.” Hiii…ilek…! Ayah ih! Jijay bajay!” seru bunda protes saat melihat sang monster menjilati hidung dan pipi mangsanya. “Biarin Ma, monsternya gemes sama anak-anak kecil ini,” sahutnya sambil tetap melanjutkan aksinya. Dan anak-anak? Tentu saja mereka berteriak ampun-ampunan sambil berteriak geli campur kesakitan. “Ampun monster, ampuuun!” teriak mereka bersamaan. Monster pun menjawab,”monsternya baru mati kalo mangsanya berdoa.” Dengan sigap, tangan si mangsa menengadah dan membaca surat al-fatihah,”Gimana Bun doanya?” kata Lala minta bantuan. Setelah selesai membaca doa,”Agrhhhh…panas..panas…monsternya matii…!” seru monster sambil tergeletak jatuh pura-pura mati.
Selesai? “Lagi yah…lagi…lagi monster…lagi!” suara-suara mungil mereka tak pernah bosan meminta ayah bermain lagi. “Ayah capek sayang, nanti lagi ya,” ujar ayah kelelahan. Tapi rengekan anak tersayang membuat ayah tak bisa diam. “Oke sekarang hamtaro ayah mau mengejar mangsa lagi,” seru ayah mulai kembali beraksi. Hamtaro adalah boneka lucu milik anak-anakku. Si ayah memang sering menjadi apa saja semau dia. Berlagak seperti orang-orangan sawah, tangan lurus kesamping, dengan telapak tangan digoyang-goyang, mimik muka bodoh, bahu kedepan dan jalan sempoyongan, hamtaro ayah mulai mencari mangsa. Anak-anak berlarian sambil tertawa cekikikan, lucu memang.
Bila tak dilarang, mereka pasti keterusan, kasihan ayah kan, capek bukan kepalang. Tapi walaupun capek, ayah tak pernah bosan. Setelah makan malam, ritual sebelum tidur tetap dijalankan. Bergantian dengan bunda, kadang ayah bercerita seru, atau membacakan buku. Sambil terangguk-angguk menahan kantuk, ayah berusaha membacakan buku anak-anaknya. “Ayah nggak boleh tidur!” teriak Aik protes saat melihat ayah yang mulai tertidur. Dan ayah pun mulai membacakan buku lagi.
Semua keceriaan itu hilang ketika ayah pergi. Walaupun ritual tidur tetap berlangsung seperti biasa, tapi suara tawa lepas anak-anak tak pernah terdengar lagi. “Aik miss ayah Bun, hu hu hu…mbak Lala kangen ayah…,” suara dan tangis mereka tentang kerinduan pada ayahnya hampir terdengar setiap hari. Lucunya, suatu hari, saat makan malam bertiga, tiba-tiba mereka bergantian menjadi ayah. “Mama, ayah mau makan,” suara Lala yang dibesar-besarkan terdengar dari kursi ayah. Setelah itu ia tertawa kegelian,”Mbak Lala jadi ayah Bun,” katanya lucu. “Sekarang Aik, sekarang Aik! Aik mau jadi ayah,” kata Aik tak mau kalah. “Anak-anak makan ya…,” kata Aik dengan suara besar di kursi ayah. “Kek..kek..kek….sekarang hamtaro suruh jadi ayah,” sahut mereka kegelian sambil meletakkan boneka hamtaro di atas meja.
Aku geli sekali melihat ulah mereka. Tampaknya mereka betul-betul kehilangan, sehingga berusaha untuk menggantikan sosok ayah di meja makan. Tapi pernah juga tiba-tiba Lala bersuara girang,”Yes, sekarang bunda nggak bisa ngobrol lagi sama ayah!” Tentu saja aku heran,”Lho memangnya kenapa La, Lala nggak suka ya kalo bunda ngobrol sama ayah?” Oh, rupanya Lala memang tak suka dengan kebiasaan ayah bunda yang selalu ngobrol berdua setelah makan. Kalau ayah bunda ngobrol, Lala merasa tak diperhatikan mungkin, jadilah dia begitu senang karena bunda tak lagi bisa ngobrol dengan ayah hehe.
Di malam yang lain, saat hendak tidur, Aik ingin memeluk boneka tikus, tapi karena tak ada, bunda menyuruh Aik untuk memilih boneka yang ada saja. “Aik pilih ayah,” katanya yakin. Hah, ayah? bunda bingung, oh rupanya Aik mengambil boneka hamtaro, Aik bilang itu ayah he he. Dan Aik pun memeluk ‘ayah’ sambil tidur. Bunda langsung tertawa geli, rupanya anak-anak berusaha menggantikan sosok ayah dengan boneka hamtaro, karena ayah beberapa kali sering menjadi hamtaro ayah, hehe. Duh, anak-anak memang polos dan lucu.
Esoknya, bangun tidur, Lala dan Malik tiba-tiba berseru,”Bunda, tadi mbak Lala mimpi ketemu ayah,” kata Lala senang. “Aik juga, tadi Aik mimpi dipeluk ayah,” sahut Aik tak mau kalah. Hmm…betulkah mereka bermimpi? Yang pasti, mereka betul-betul merasa kangen tampaknya. Bahkan semalam, sebelum tidur, tiba-tiba Lala berdoa,”Ya Allah, semoga aku bisa mimpi ketemu ayahku. Amin.” Dan Aik, tentu saja tak mau ketinggalan.”Ya Allah, Aik kangen ayah, Aik mau mimpi ayah,” bisiknya pelan.
Selain itu, ada satu hal yang membuat mereka sungguh senang, kartu pos! Ya, ayah mereka memang mengirimkan kartu pos spesial untuk mereka dari Edinburgh. Saat baru saja dibuka dari kotak pos, mereka langsung berebutan mengambilnya dan minta dibacakan. Kartu pos itu dibawa-bawa kemanapun mereka pergi hingga beberapa jam. Dan saat kartu pos itu hilang, tergeletak entah dimana, mereka pun kesal tak karuan. Setelah bosan, barulah mereka tak lagi menghiraukan kartu pos itu. Waktu mereka ingat lagi, sebelum tidur pun mereka meminta dibacakan apa yang ayah tulis di kartu pos. “Mbak Lala tau Bun, itu patung James Watt, di deket sekolah ayah,”kata Lala sewaktu dibacakan kartu pos dari ayah. ” “Ha ha, laki-laki pake rok, ” tawa Aik dan Lala saat melihat gambar seseorang berseragam khas lelaki Scotland–Gambar kartu pos kiriman ayah untuk Aik. Hanya sebuah kartu pos, tapi barang itu kerap bagaikan emas bagi mereka.
Ayah, engkau begitu berharga. Kehadiranmu begitu bermakna. Lihatlah mereka, begitu merindu dan kehilangan. Permainanmu yang lucu dan mendebarkan, telah memberi mereka kejutan dan kecerian. Kesabaran dan ucapmu disaat kau kelelahan, telah menguatkan ikatan yang dalam. Sungguh tak heran bila para ahli menyatakan bahwa ayah memiliki pengaruh luar biasa terhadap anak-anaknya. Karena hubungan ayah dengan anak ternyata memang menimbulkan emosi yang sangat hebat dalam diri anak-anak. Kami semua mencintaimu ayah. Hiks…
Hiks, ayah terharu sekali. Tulisanmu membuat aku semakin berarti, istriku. Terimakasih. Ini adalah kado terindah buatku. Kau memang pandai mengungkap segala permata yang membangun keluarga kita.
Di salah satu pertunjukan di Festival Fringe Edinburgh, ada Peter Pan show. Ayah begitu kagum dengan tokoh Peter Pan ini, yang pandai bercerita dengan seluruh tubuh dan ekspresinya. Menyihir anak2 yg terbengong2 di depan panggung.
Ayah akan sihir anak-anak dengan gaya ayah yg baru. Pasti mereka lari tunggang langgang, ketakutan, ketawa, menangis, atau apapun yang ayah mau tontonkan. Bilang sama anak-anak, ayah juga kangeeen sama mereka. Hari ini ayah akan kirim kartu pos lagi.
I love you mama,
I love you Lala,
I love you Aik,
Ayah@Edinburgh
saya jadi inget ayah yang hari ini ultah ayah begitu berharga, selamat ultah Ayah. coba ada hari ayah
Hai May, kalo gitu selamat ultah juga buat ayahnya yaa… Kalo disini ada lho hari ayah, anak2 suka disuruh bikin kado sama gurunya kalo pas hari ayah, kalo di Indo bikin sendiri aja kali ya :-)
duh..makin seneng deh berkunjung kesini, what a happy family..:) semoga semakin memberi inspirasi pada kami
teh may, mbak agnes, saya pernah nulis opini judulnya “Hari Bapak”. ada di pr edisi desember 2002. linknya masih ada nih.. (sekarang masih liburan keluarga ya..?). salam ya untuk keluarga di sana.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1202/22/03.htm