“Mama boleh deh kena parenting blues, tapi Ayah yakin itu nggak akan lama. Kita musti contoh orangtua anak-anak pendiri Google ini Ma.” Suamiku memulai impiannya. “Duuh Ayah, orang lagi kena parenting blues malah dikasih cerita soal parenting.” Aku manyun.
“Wis to…pokoknya Mama dengerin aja cerita Ayah, Ayah cuma mau cerita koq. Ini cerita soal pendiri Google. Mereka itu masih muda Ma, seumuran ayah, namanya Larry Page dan Sergery Brin. Sejak kecil, kedua orangtua mereka (keduanya professor) mendidik mereka untuk jago berargumen. Mereka juga sama-sama jago matematika. Padahal mereka nggak saling kenal lho, mereka cuma tiba-tiba ketemu pas sama-sama ambil Phd. Tapi typical didikan orangtuanya sama. Anak-anaknya dibebaskan berpikir dan merdeka dari dogma. Berargumen tentang apapun merupakan makanan mereka setiap hari.
“Ayah lihat di sini ada hal positif yang bisa kita ambil. Seringkali kita sebagai orang tua merasa yang paling benar. Kita sudah berusaha untuk menghindari itu pun kadang tanpa terasa kita masih melakukannya. Nah, kalau ingin anak-anak kita nantinya menjadi independen, bisa mengembangkan potensi di dalam dirinya sendiri, tidak mudah dibodohi orang, maka mereka harus dibiarkan berkembang tanpa bayangan orang lain, terutama orang tua. Tugas kita adalah mendorong dan menciptakan suasana agar mereka bisa bebas menceritakan pikiran dan perasaannya, walaupun itu mungkin bertentangan sekali dengan tradisi dan agama. Kita ingin tahu, sebenarnya apa yang ada di dalam diri mereka, bukan sebaliknya, kita memaksakan pandangan kita kepada mereka.
“Hal prinsip yang kita ajarkan kepada mereka itu sederhana: “Kenali rasa dan pikiran dalam dirimu, dan ikuti ilham yang membawa kepada kebaikan. Ambil pilihan dan lakukan sesuatu karena memang kamu memilihnya, bukan karena ayah bunda atau orang lain menyuruhmu. Ini Ma yang prinsip. Selanjutnya kita bimbing mereka kepada jalan yang bisa menemukan ilham kebenaran itu. Misalnya, melalui doa kepada Allah, sholat, memikirkan ciptaan Allah, memikirkan perasaan orang lain, dan lain-lain. Mereka kita motivasi untuk menyampaikan hasil-hasil temuan ‘inner journey’ (perjalanan ke dalam diri) mereka.â€
“Hmm…” gumamku cuek. Tapi sebetulnya aku mikir juga.
Selama ini walaupun kami sudah berusaha, sepertinya tetap ada yang salah dari pola pengasuhan kami. Kami mencoba untuk memberi alasan dari setiap tindakan, tapi mungkin tanpa sadar kami membuat mereka jadi harus selalu nurut. Atau mungkin memang begitulah karakter anak-anak kami, especially my daughter yang memang perfeksionis itu, entahlah. Yang jelas bulan-bulan terakhir ini, kalau mau apa-apa Lala selalu minta persetujuan dulu,”Boleh? Atau nggak boleh?” Dan akhirnya adeknya ikut-ikutan. Padahal rasanya aku jarang melarang dia, kalaupun melarang pasti ada alasan, atau sebetulnya bahasa tubuhku melarang kali ya hehe. My daughter itu memang pinter kalo soal nangkep-nangkep bahasa tubuh dan sinyal ketidakberesan.
“Jadi Ma, kalo bisa nggak ada lagi istilah boleh dan tidak boleh buat anak kita ya. Tapi mereka lebih baik mengungkapkan maunya dan ngasih alasannya. Mereka nggak harus nurut apa kata kita. Kedua pemuda pendiri Google itu pokoknya hebat deh, mereka mandiri sekali. Bahkan ketika pemberi modal mereka meminta harus ada CEO di perusahaan mereka, mereka menolak dengan sangat. Mereka begitu karena mereka ‘keras kepala’ memegang prinsip. Padahal kan pemberi modal bisa menarik modalnya kalau mereka nggak nurut. Akhirnya seorang CEO diterima, tapi itu pun setelah melalui proses yang sangat panjang.â€
“Lha ayah gimana sih, kalo kayak gitu ntar kebablasan dong, kan tetep ada aturan yang musti diikutin Yah. Tuh kalo Lala milih nggak mau sholat gitu gimana?â€
“Iya..iya… ngajarin aturan itu otomatis Ma, pelan-pelan lah, yang penting sekarang kita biarkan dulu mereka berani mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Mama sendiri yang dulu bilang, ngajarin sholat nggak boleh dengan paksaan, jangan dogmatis. Kalo lagi nggak mau ya biarin dulu, kita yang musti cari cara lain.â€
“Semua itu bisa Yah kalo kondisi lagi normal, tapi seringnya kan enggak. Yang PMS lah, yang capek lah, yang banyak kerjaan lah.†Aku pesimis.
“Jadi masalahnya bukan pada anak-anak, tetapi pada diri kita sendiri kan. Positif Ma…positif!
Anak-anak disuruh positif thinking, bundanya gimana, ayo dong…Gimana kalo kita rubah paradigma kita. Kalau mereka lagi rewel, anggap mereka itu calon presiden atau calon pemimpin masa depan kayak si Larry dan Sergerry . Lihat tuh…tuh calon presiden kita lagi mewek hehehe. †Suamiku malah senyum-senyum memandang Malik yang mulai rewel.
“Huaaa…pusiing…pusiiing Yah! Kakehan (kebanyakan) teori! Kumaha Ayah wae lah…paling-paling nggak tahan lama…†Pikiran negatifku masih nempel terus di kepalaku.
Dan begitu lah…aku masih ogah-ogahan soal parenting, tapi ternyata suamiku betul-betul merealisasikan pikirannya. Setiap kali anak-anakku rewel, dia malah menciumi mereka habis-habisan, menggelitiki perutnya sampai mereka cekikikan. Betul-betul menganggap anak-anaknya calon penemu masa depan barangkali hehe. Hih kalo aku sih mana tahan, capek. Paling-paling aku cuma manyun. Sesudah mereka bisa tersenyum, suamiku lalu menyelipkan pesan-pesannya pada mereka,â€Lala dan Aik inget ya, Lala dan Aik boleh bilang apa aja, nggak usah selalu ikut ayah bunda.†Kalau anak-anakku mulai bertanya lagi dengan ‘boleh’? Suamiku langsung jawab,â€Bukan boleh atau tidak boleh, bilang mau apa dan kenapa?â€
Mau nggak mau aku jadi terpengaruh, sesekali aku ikuti jejak suamiku. Eh ternyata lumayan ngepek! Pertanyaan boleh dan tidak boleh lama-lama munculnya tak lagi sering. Waktu kami melihat tempat kemping dan berniat akan kemping setelah liburan tiba, Lala mengeluh,â€Ah..saai…(boring).†Aku langsung protes,†Lala kan belum coba La.†Eh tiba-tiba Lala berani bilang, â€Bunda, setiap orang kan punya pilihan masing-masing. Lala kan nggak harus sama dengan Bunda.†Nah lo! Padahal biasanya dia langsung nurut sama Bunda. “Hebat La, bagus itu Lala berani bilang perasaan Lala,†suamiku langsung memujinya habis-habisan.
***
Sejak itu aku beranjak bangkit, tapi masih jalan ditempat, sebatas jadi pengikut setia suamiku. Aku ceritakan sharingnya mbak Me di milis WRM kepada suamiku. Kalau anaknya lagi susah sholat, mbak Me akan bilang,â€That’s your life. I just want to help you because I love you.†Mungkin kata-kata ini bisa jadi mantra ajaib, suamiku pun mencobanya ke Lala. Kadang-kadang ditambahi kata-kata,†Lala mau kan kita berkumpul lagi di surga nanti?†Beberapa kali cara ini berhasil. Tapi belakangan dia sering bilang, “Oke Lala sholat karena disuruh sama Ayah dan Allah, sebetulnya mbak Lala nggak mau.†Wah berarti bertentangan nih dengan niat semula yang hendak memerdekakan pikiran dan perasaaannya. Pada dasarnya kami ingin membuat dia sholat tapi dengan kemauannya sendiri, mengerti esensi sholat yaitu cinta kepada Allah. Bukan karena kewajiban, ditakuti-takuti dengan neraka kalau meninggalkan, tapi bukan pula dilepas begitu saja. Suamiku masih trial-error mencari cara yang paling pas.
Tapi suatu kali tiba-tiba Lala minta ikut sholat dan menangis dalam sholatnya. Lala menangis karena sayang sama Allah katanya. Wah suamiku langsung deh ngomporin aku. “Tuh Ma, liat…anaknya pinter gitu lho…Mama jangan mengeneralisir persoalan Ma. Coba liat sisi positifnya anak kita, belum tentu ada di anak lain, mereka nggak selamanya jelek kan Ma.
“Banding-bandingin anak itu neraka dunia, don’t be to hard on yourself, jangan melulu melihat kekurangan anak-anak, bukan cuma Mama yang suka merasakan blues-blues itu, ibu-ibu lain juga. Temen-temen Mama tuh yang bilang, bener kan Ma yang mereka bilang… â€
Ya betul sekali! Sebelumnya semua pesan-pesan itu sekedar masuk telinga kanan keluar telinga kiri, nggak ada yang nyangkut ke hatiku. Tapi seiring berjalannya waktu—ketika kepenatan telah pergi—pesan-pesan dari suamiku, dari sahabat-sahabatku dan dari bacaan-bacaan yang tiba-tiba mampir ke mataku itu, tiba-tiba muncul lagi dan menggelitiki hatiku. Apalagi saat melihat Lala yang mendadak mau cuci piring tanpa disuruh, pinter cari solusi buat adeknya yang nangis, dan dapat nilai A semua saat bagi raport. Aah…rupanya dunia memang berputar. Tak selamanya tingkah anakku membuat kepalaku pening. Mereka bukan boneka yang cuma diam. Mereka sedang belajar. Mereka cuma sesekali berulah, boleh kan? Wong orang dewasa aja kadang-kadang butuh berhenti sejenak koq. Hari ini mereka menangis, besok mereka tertawa. Hari ini mereka malas besok mungkin mereka rajin. Barangkali my daughter memang tergolong cuek dibandingkan anak lain, tapi sesekali dia masih mau koq bantuin orang lain.
Parenting blues-ku ini rasanya memang belum pulih benar. Tapi kehadirannya ternyata memberi banyak arti. Aku malah mensyukurinya kini. Bukankah sesekali manusia memang harus jatuh, supaya dia tahu caranya berdiri lagi? Sebetulnya apa obatnya ya? Ah ternyata obat itu datang sendiri. Tak apa menangis, tak apa mengeluh, tak apa sesekali merasa tak berguna, semua ibu pasti pernah merasakannya. Keluarkan saja, toh tak akan berlangsung seterusnya. Kata hati yang akan bicara, ya ternyata itu kuncinya, ikuti kata hati! Doa-doa kita, usaha-usaha kita menjadi seorang ibu mestinya tak ada yang sia-sia. Pertolongan selalu datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Sesudah kesulitan tentu ada kemudahan, itu janji Allah kan. Suami, sahabat, bacaan-bacaan ringan yang tak sengaja hadir, mereka kadang menjadi peri-peri penolong yang dikirimNya. Perjuanganku memang masih panjang. Barangkali aku masih harus melewati banyak parenting blues lainnya. Tapi aku yakin setiap ‘blues-blues’ itu adalah rangkaian proses yang memang harus aku lewati. Karena didalam proses itu mestinya terdapat pesan-pesan yang bisa membantuku menjadi orangtua yang sesuai dengan kehendakNya. Bukankah itu yang selalu kuminta?
Hampir dua minggu di antos akhirnya part 2 mucul juga……
Waktu baca part 1, podo alias sami miwon…ita oge lagi parenting blues (banget lagi)…..makanya nunggu banget part 2nya………hasilnya…ADEM..ka hate…rada ngobatin hate (terutama bag terkhirnya). Emang makin banyak baca buku parenting..makin banyak hal hal yang ideal yang ingin kita kejar, hasilnya LELAHHHHHH..setelah habis habisan di praktekkan dan tidak sesuai dengan yang di harapkan…(yang masalah emang akunya ya..he..he..). Yang kaget baca artikel ini..aku pikir selama ini saat de Ara selalu bilang “mah..boleh aku main ini..”..aku pikir sopan and nice banget. Ternyata…hu..huuuu….??? persoalan baru nih……teh andai aku bisa memelukmu……..saat ini.
Dear Tita, memang ya jadi orangtua mah akan selalu lelah, tapi insya Allah jadi ibadah ya :-) Idem koq Ta anak2ku senengnya tanya boleh dan tidak boleh. Ya sesekali mah wajar lah, gpp, cuma kalo kedua anakku belakangan ini memang sering banget, makanya diganti strategi. Moga-moga Tita dah oke lagi ya sekarang n moga-moga nteu ngidam yang aneh-aneh :-)
AWW, cuman ngintip dikit nih kegiatan ibu-ibu dambaan hati para suami masing-masing hehehehehe…..
Salam kenal…
ah, mo ngetik aja susyah bgt. banyak yg mo ditulis, tapi susah mulenya. thx bgt blog nya…ibarat oase digurun pasir. secara aku lagi ambruk seambruk2nya…’hiperbolis.com’. yeah…ngebesarin anak sendirian dengan segala tingkah polah yang bikin kepala mau pecah rasanya. padahal anak juga cuman atu.tapi capeknya sama kayaknya ama yg punya 4 anak . suami kerja dikapal amrik…bad communication akhir2 ini,.jadi gak bisa sharing ttg perkembangan anak. gak ada tempat buat ngusir penat. klo jaman2 kuliah dulu dibilangnya…’HAMPA”. kayaknya aku ngerasa org paling desperate didunia. tapi seudah baca2 blognya Agnes, aku bener2 kayak dikasi jalan buat tetep jalanin idup dengan semangat. “you’re inspiring me to keep face the world.thx alot”. btw..aku di bdg, aku duluw smp 2 .tetanggaan,niyy.kul di itenas, t industri…klo jd ke itenas pasti ktemu ma ike. nyesel deh gak kenal saya…hehehe. blagu.
Duuh aku jadi terharu nih bacanya, kebayang suami jauh, pasti beraat banget walopun cuma ngasuh anak 1 juga. Syukur kalo apa yang kutulis bisa membantu, aku doain semoga semua jadi lebih baik ya :-) Btw, berarti kita seangkatan ya, sapa tau dulu kita sempet ketemu pas aku lagi daftar ke itenas hehe ngayal.com nih :-)
Tx udah mampir, n keep the spirit ya, teriring doa dariku :-)
duh mba Agnes, kayaknya tuh kehidupannya perfect banget sih? subhanallah ya mba? kapan2 dishare caranya mengendalikan emosi dunk mba :)
Hai mey, waduh hidupku perfect ya tampaknya, belum tau aja mei, dimana-mana rumput tetangga kan memang selalu lebih indah mey hehe. Tapi memang sih keterlaluan banget kalo aku nggak mensyukuri hidupku, dan komentar mey ini membuatku instrospeksi supaya aku lebih bersyukur dan bersyukur. Tx ya say :-)
Soal mengendalikan emosi, wah salah alamat, wong aku juga masih kesulitan je hehe. Untuk soal ini, aku suka baca bukunya mbak neno n bu elly risman atau dengerin seminar2nya belio Mei, mereka tuh pakarnya kalo soal mengendalikan emosi ke anak. So cari buku n seminarnya mereka aja ya, hope it helps :-)
Hai mey, waduh hidupku perfect ya tampaknya, belum tau aja mei, dimana-mana rumput tetangga kan memang selalu lebih indah mey hehe. Tapi memang sih keterlaluan banget kalo aku nggak mensyukuri hidupku, dan komentar mey ini membuatku instrospeksi supaya aku lebih bersyukur dan bersyukur. Tx ya say :-)
Soal mengendalikan emosi, wah salah alamat, wong aku juga masih kesulitan je hehe. Untuk soal ini, aku suka baca bukunya mbak neno n bu elly risman atau dengerin seminar2nya belio Mei, mereka tuh pakarnya kalo soal mengendalikan emosi ke anak. So cari buku n seminarnya mereka aja ya, hope it helps :-)
Google story emang buku bagus…sepakat sama kang Ismail, yang menurut ku keren lagi sih buku Krakatau seru bacanya
Oh judulnya Krakatau ya, siip deh ntar titip deh kalo ada yg pulkam, thanks ya infonya, suamiku mesti suka :-)