“Merubah Cara BerKomunikasi dengan Anak Yuk!”

Ini Laporan pandangan mata acara training parenting dengan ibu Rustika Thamrim Psi. di Amsterdam lalu, yang kubuat untuk weblog Salamaa :
http://salamaa.blogspot.com/

Isinya, ga jauh beda sama postingan aku sebelumnya, yaa saling melengkapi deh…kalo ini versi aga-aga serious…namanya juga laporan :-).

“Udah diem! Jangan nakal dong! Jangan nangis terus! Dimarahin pak polisi lho nanti! Sudahlah, kalo sekali ini aja kamu nggak bisa, ya pasti kamu nggak akan pernah bisa. Makanya nurut ya sama Mama, berapa kali Mama bilang jangan naik-naik pohon! Sekarang tahu rasa deh! Masa pake sepatu sendiri aja nggak bisa? Bisanya apa dong Dek? Lihat tuh si Adek aja udah selesai makannya. Kamu udah tujuh tahun makan nggak selesai-selesai! Mama bilang, bereskan kamarnya sekarang! Disuntik nggak sakit koq, kaya digigit semut aja. Udah biarin aja, nggak usah dipikirin, nanti juga hilang. Masa gitu aja nangis, katanya udah besar!”

Familiar dengan kalimat-kalimat diatas? Ya, tentu saja. Cara
berkomunikasi seperti itulah yang kerap kita dengar dari orangtua kita dulu. Bahkan hingga sekarang cara berkomunikasi seperti itu masih sering kita lakukan pada anak-anak kita bukan?. Memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, memberi cap, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengeritik, menyindir, menganalisa, itulah dua belas gaya populer penghalang komunikasi. Dua belas gaya komunikasi ini memang sangat populer dan rasanya sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa 12 gaya populer itu menjadi penghalang dalam komunikasi? Mengapa cara berkomunikasi yang baik dan benar ternyata penting? Apa akibatnya bila cara berkomunikasi kita dengan anak ternyata keliru? Dan bagaimana cara berkomunikasi yang sehat itu sesungguhnya?

Dalam Training Parenting dengan tema “Meningkatkan Komunikasi dalam Pengasuhan Anak” tanggal 24 dan 25 November 2007 lalu, ibu Rustika Thamrin Psi. membahasnya secara mendalam. Ibu Rustika merupakan psikolog dari yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta. PPME (Persatuan Pemuda Muslim Eropa) Amsterdam bekerja sama dengan Salamaa (komunitas muslimah di Belanda), sengaja memanfaatkan kedatangan ibu Rustika ke Eropa, untuk bicara di Amsterdam. Acara training hari pertama dibuka oleh ketua PPME Amsterdam, bapak …. yang menyambut baik diadakannya training parenting ini. Selanjutnya, selama dua hari penuh, 21 orang peserta mengikuti dengan seksama materi-materi dan game-game yang disajikan oleh Ibu Rustika.

Mengapa cara berkomunikasi masa lalu itu lebih banyak kelirunya? Ternyata, komunikasi yang selama ini terbangun sejak turun temurun antara orangtua, anak, pasangan hidup, teman dan sesama, kebanyakan cenderung mengabaikan perasaan lawan bicara. Padahal komunikasi adalah dasar dari semua hubungan. Jika ada masalah dalam komunikasi, yang pertama kali jadi korban adalah perasaan. Secara alamiah, manusia butuh diterima perasaannya, sehingga dia merasa aman dan nyaman sehingga bisa melanjutkan pembicaraan. Menidakkan perasaan, menasehati, dan melakukan duabelas gaya populer penghalang komunikasi lainnya, bukan saja membuat perasaan lawan bicara semakin tidak nyaman, tetapi juga merusak harga dan kepercayaan diri mereka.

“Kalau cara berkomunikasi yang kita lakukan masih banyak yang keliru, bagaimana mungkin pesan-pesan yang ingin kita sampaikan dapat diterima oleh anak-anak atau lawan bicara kita. Anak-anak akan menyerap pesan apapun dengan mudah bila mereka dalam kondisi senang, saat sistem limbik dalam otak kita terbuka,” papar ibu Tika. Cara komunikasi model lampau mungkin memang tak masalah bagi sebagian orang.”Toh dulu aku dididik dengan duabelas gaya populer dan cara pengasuhan model lama oleh orangtuaku tapi aku masih bisa jadi orang,” begitu mungkin kata sebagian orang. Ya, boleh-boleh saja berpendapat demikian. Tapi jaman berkembang sedemikian pesat. Pengasuhan anak menghadapi tantangan yang luar biasa yang membuat kita tidak dapat mengandalkan cara-cara pengasuhan yang selama ini kita ketahui secara turun temurun. Dan yang paling mendasar harus kita rubah adalah cara kita bicara atau berkomunikasi!

“Apa kelemahan orang-orang Indonesia pada umumnya?” Tanya ibu Tika dalam satu sesie materi.”Orang Indonesia itu kebanyakan kesulitan menjadi problem solver!” Mengapa? Karena umumnya, pecutan kata seperti,” Ayo makan! Cepetan berangkat! Pake baju ini! Dan perintah-perintah lainnya seringkali menghiasi masa kanak-kanak kita, orang Indonesia. Padahal, gaya komunikasi ‘memerintah’ semacam ini lah yang umumnya menyebabkan anak jadi kesulitan dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Selain memaparkan akibat negatif dari ‘memerintah’, ibu Tika pun memaparkan akibat-akibat negatif dari 12 gaya populer lainnya beserta solusinya.

Game-game yang dimainkan oleh peserta saat training berlangsung kian menghangatkan acara. Dengan ekspresifnya, beberapa ibu-ibu memainkan peran sebagai anak yang ngambek, ibu yang judes, ibu yang bawel, anak yang pasrah dan lain-lain. Beberapa peserta yang tampil sangat menjiwai perannya mendapatkan hadiah buku-buku mungil dari yayasan Kita dan Buah Hati. Acara pun tak lupa diselingi dengan menyanyikan lagu, menggerakkan badan, bahkan menggambar. Tapi semua kegiatan tersebut tentu tak terlepas dari materi yang disampaikan.

Di hari kedua acara, ibu Tika memberikan materi ‘Menentukan Masalah Siapa ini’, ‘Bekerjasama Memecahkan Masalah’ dan ‘Pesan Saya’. Dalam sesie-sesie materi tersebut peserta dilatih untuk memilah masalah siapa. Setelah itu peserta diberikan rumus untuk ‘Mendengar Aktif’ (MA) dan juga rumus ‘Pesan Saya’ (PS). “Pada pokoknya, ibu tak mungkin menjadi super problem solver. Karena itu anak harus diajarkan untuk mandiri,” ucap bu Tika. “Caranya dengan menentukan masalah siapa ini, dan yang punya masalah bertanggungjawab menyelesaikan masalahnya.” Jika masalah ada pada anak, kita gunakan cara ‘MA’. Tapi bila masalah ada di orangtua, gunakan rumus ‘Pesan Saya’.

Jika kita menggunakan ‘MA’ saat anak sedang bermasalah dengan perasaannya atau saat kita ingin menolak permintaan anak, maka anak akan belajar untuk mengenali perasaannya, memanage emosinya, dan belajar bahasa respek. Kunci saat melakukan ‘MA’, kita harus menghargai, mendengarkan, menerima anak dengan mata dan hati. Kita juga perlu mengenali dan menamai perasaan yang muncul pada anak, serta terbuka dengan bahasa tubuhnya. Dalam training kali ini, peserta diminta untuk menjawab beberapa soal latihan bagaimana melakukan ‘MA’. Contoh gampangnya begini: Misalkan anak pulang sekolah dengan muka sedih dan menunjukkan hasil ulangannya, biasanya orangtua akan berkata begini,”Udah deh Bang nggak usah sedih. Makanya abang jangan kebanyakan main ya, belajar yang bener.” Mestinya orangtua bisa melakukan ‘MA’ dengan menggunakan kalimat berikut. “Abang kecewa ya karena nilai abang jelek?” Lalu setelah anak mengeluarkan emosinya, arahkan pembicaraan sehingga anak mampu memberikan solusi terhadap permasalahannya sendiri. Orangtua tak perlu banyak ikut campur dengan menasehati dan memberi jalan keluar, karena nantinya anak tak akan pernah belajar.

Bagaimana dengan ‘PS’? ‘PS’ digunakan bila masalah ada pada orangtua. Biasanya, kalimat yang sering terdengar dari orangtua adalah’pesan kamu’, seperti ini:” Kamu tuh ga ngerti aja mama lagi sibuk!” Dengan kalimat ini, orangtua tidak membedakan anak dengan perilakunya. Mestinya, ganti kalimatnya dengan kalimat berikut,” Mama kesal, mama terganggu kalau kamu teriak-teriak begitu karena Mama jadi ga bisa kerja.” Tentu saja kalimat tersebut tak perlu diucapkan dengan amarah berlebihan, cukup dengan ketegasan. Kalimat ‘PS’ ini akan membuat anak merasa bahwa perilakunya yang salah bukan dirinya. Anak merasa lebih dihargai dan juga belajar arti konsekuensi. Ternyata akibat perilaku anak, ada efeknya bagi Mamanya.

Dengan menyeimbangkan disiplin dan kasih sayang melalui cara berkomunikasi lewat ‘PS’ dan ‘MA’ serta menghindari 12 gaya populer penghalang komunikasi, insya Allah anak akan menjadi mandiri dan bertanggungjawab. Anak juga akan menjadi percaya diri, dan memiliki hubungan yang hangat dengan orangtuanya. Dengan demikian bila godaan dari luar sana menggempur si anak, insya Allah, anak tetap percaya diri, bisa memilih yang terbaik, mengambil keputusan dan bertanggungjawab dengan keputusannya.

Karena itu, apakah kita masih ingin menerapkan 12 gaya populer dalam berkomunikasi? Apakah kita tidak ingin berubah, menerapkan ‘MA’ dan ‘PS’ dalam berkomunikasi dengan anak? “Susah Bu, kalau disini sih ingat, nanti sampai rumah, ga tau ya,” begitu kata seorang peserta. Susah memang. “Tapi harus dicoba! Kalau kita coba, Bisa!” Ucap bu Tika menutup materi terakhir. Yuk, mari kita coba! Siapa tahu perubahan cara berkomunikasi kita dengan anak bisa merubah masa depan bangsa kita! (Agnes Tri Harjaningrum)

7 Replies to ““Merubah Cara BerKomunikasi dengan Anak Yuk!””

  1. teteh ingat pengalaman sekitar lima tahun lalu saat ikut parenting masalah komunikasi ini untuk pertama kali, ita di bpn dulu yang ngadain Dian Ilma…pembicaranya sapa lagi…bunda Neno dan Ely…
    tau tidak teh…pas detik detik terakhirnya tuh ada muhasabah yah…wah sudah deh rasanya ita anu ceurik pang tarik na…itu artina…Ya Allah banyak sekali dosa yang telah ku lakukan sama anak. Alhamdulillah asa tercuci otak…sampai sekarang terkadang masih suka lengah…namun tekad untuk selalu membuka komunikasi dengan baik ke anak anak tetap selalu ada ……amien…hatur nuhun nya say…me re charge lagi nih…oh iya…milad cinta ku dah kelar lho…he..he..

  2. Iya ta bu elly n mba neno emang hebat bgt deh klo suruh bikin kita eling lg soal parenting, duh jd kangen pgn ikutan lagi, bener euy kudu sering2 di setrum batrena, mun nteu mah balik deui wae. Ita ge ingatkan diriku ya :-).

  3. haai taa iyaa kangen yaa, tp daku lagi hoream ngurusan blog yeuh. Lagi sibuk menikmati jd ibu dan istri cie, sibuk jg menyelesaikan naskah yg majunya seret banget, doakeun nyaa :-)

  4. Sok atuh ari hoream mah teu nanaon…nu entong mah hoream jadi ibu jeung jadi istri…he..he..he…Insya Allah teh di mudahkeun sagala urusan teteh. Lam kangen ….

  5. gimana yah,,mbak? kadang kita mau berkomunikasi dengan anak dengan cara yang tepat. tapi…kebanyakan lupanya, karena kita biasa dibesarkan dengan 12 cara lama itu…

Comments are closed.