Sudah sejak lama Malik punya rencana untuk jadi still stand robot. “Robotnya terbuat
dari apa Ik?”
“Dari dos Bun, kaya yang di buku ensiklopedi itu,” jawab Aik. Aku sih sudah hapal dengan karakter Malik yang determinasinya cukup kuat. Kalau sudah punya pilihan A, ya biasanya tetep A.
Bener aja. Hari H tiba, Malik menunjukkan buku yang di dalamnya ada cara bikin kostum robot ke ayah. Ayah yang sudah menyiapkan beberapa dos dari supermarket langsung membantu Aik membuat kostum robot. Setelah potong sana, potong sini, kasih benang untuk lengan dan kaki lalu mengecatnya, taraaa..jadilah si kostum robot. “Kepalanya tinggal pake wadah nasi aja,” kata ayah. Siip…
Dan di tempat tujuan, Malik pun langsung beraksi. Awalnya malik malu-malu dan ngambek karena Lala terus saja menggoda Aik. Ketika orang-orang mulai merubung Aik, Lala berteriak-teriak,â€Dat is mijn broertje..dat is mijn broertje (itu adek aku, itu adek aku).†Atau kadang-kadang Lala memberikan intruksi,â€Malik je moet zoo..en zoo (Malik kamu harus gini dan gini). Malik langsung manyun. Ia lalu turun dari dingkliknya, ndak mau lanjut. Rupanya Aik juga ingin ‘jajan-jajan’ dulu di pasar loak koningen dag. Jadi dobel-dobel lah penyebab ngambeknya. Setelah mbak Lala janji nggak akan ganggu Aik lagi dan keliling-keliling ‘jajan’ boneka beruang putih seharga 50 cent, Malik langsung happy. Malik pun mau kembali beraksi.
Di atas dingklik kecil yang sudah dialasi sajadah, Malik berdiri mematung. Tangan kanan Malik naik ke atas, tangan kirinya mengembang agak ke bawah. Dengan kepala sedikit dimiringkan ke samping, mata Malik menatap ke depan berusaha tak berkedip. Ketika ada pengunjung datang memberikan sekeping uang, tangan dan kaki Malik langsung bergerak patah-patah. Ekspresi wajahnya, hmm..ekspresinya…, duh susah deh aku melukiskannya dengan kata-kata. Menatap ekspresi wajah Malik dan gerakan-gerakan yang dibuatnya membuat hatiku campur aduk. Mulutku ingin tersenyum tapi air mata pun rasanya menggenang di pelupuk mata. Di mataku, Malik tampak sangat profesional, begitu menjiwai perannya. Ciee duuh bunda segitunya muji-muji anak sendiri hehe. Tapi hampir semua orang memang memuji performance Aik. Sampai-sampai ada sepasang suami istri yang matanya mencari-cari orang tua si robot Aik. Lalu aku pun mengangguk dan tersenyum pada mereka. “Kamu orangtuanya?†tanya mereka. “Bagus.Bagus sekali!†katanya sambil memberikan jempol. Deeuuu ge-er dong bunda, sudah pasti hihi.
Duuh anakku, rasanya baru kemarin kutimang-timang, sekarang sudah bisa cari duit sendiri hehe. Sekali tampil, biasanya Malik Cuma kuat 15 menit, dan Malik tampil kurang lebih 4 kali. Kalau ditotal kira-kira Malik tampil satu jam dan ternyata uang yang didapat Aik, taraaa…57 euro! Itu pun belum ditambah uang buat beli boneka dan beberapa mainan. Setelah dihitung dan sebagian disisihkan untuk zakat, besoknya di toko mainan, Malik langsung memilih play mobil dino triceratops. Malik memang lagi koleksi play mobil dino. Wuah seneng banget deh aik dapat play mobil kesukaannya.
Melihat dua kali performance Aik jadi still stand, jadi mbah dukun waktu mini kabaret ‘filosofi semut’, juga saat baca puisi, aku terus bilang gini ke ayah,†Yah kali Aik bakat jadi aktor ye,†hihi. Ayah juga setuju. Tapii…duh enggak lah, mendingan menggeluti jalur akademik ajah kali. Eits bunda…mulai deh ngatur-ngatur anak, ya gimana anaknya aja lah duong. Ya.. pokoknya mau menjadi apapun Ik, asal baik, ayah bunda pasti akan dukung!
seneng sekali bisa menemukan blog yangberisi cerita2 parenting seorang ibu… meski faza blm punya anak, rasanya seneng bs dapet pengalaman mengurus malaikat2 kecil itu..
tapi pasti lbh seru kalo di kasih foto nya ya bunda,, pasti lucu banget bs liat si Aik dengan kostum robotnya, hihi..