Anak Kecanduan TV, Apa Obatnya?

Jujur saja, menjadi FTM tanpa pembantu dengan 2 anak masih kecil memang cukup melelahkan dan menyita waktu. Kadang, aku hampir tak punya waktu untuk diriku sendiri. Ketika mereka sedang nonton TV, seringkali aku bergumam sendiri “Asyiiik! Anak-anak nonton TV, aku bisa ‘melepaskan’ diri dari mereka” Hmm, jahat ya tampaknya, tapi, itulah kenyataannya. Semua teori tentang parenting dan kesadaran betapa berharganya seorang anak lenyap dari benak saat itu.

Aku sempat terlena. Komputer dengan internet yang membuat ‘hidup serasa lebih hidup’ membuatku kecanduan, dan anak-anak ‘terlantar’. Saking ‘asyik-masyuk’nya aku dengan dunia maya, aku biarkan mereka berjam-jam nongkrongin TV. Kadang-kadang malah dari pagi sampai sore. Acara sekolah di rumah Malik pun jadi sering batal. Secara teori aku paham tentang bahaya TV, dan aku sempat berhasil menjauhkan mereka dari TV. Tapi ternyata untuk menjadi orangtua yang konsisten memang sulit sekali. Apalagi dengan kondisiku yang mungkin masih mengalami culture shocked waktu itu. Aku sangat bersyukur, karena doaku–untuk dibimbingNya menjadi orangtua sesuai kehendakNya–barangkali didengar. Ternyata Allah masih mau memberi lagi kesadaran itu. Suatu ketika aku tersentak membaca sebuah posting artikel dari WRMom. Uraian Mohammad Fauzil Adhim dalam artikelnya yang berjudul ‘Memenjarakan Anak dengan Kebebasan’ membuatku menangis. Hatiku seolah mendapat pencerahan lagi. Aku kirim artikel itu pada suamiku dan aku minta pendapatnya. Aku diskusikan pula hal ini dengan uni Eva. Semuanya membuat pikiran dan hatiku semakin terbuka. Akhirnya aku dan suamiku sepakat untuk menjadikan masalah ini sebagai prioritas.

Aku harus rela untuk menjauhkan diriku dari dunia maya ketika sedang bersama anak-anak. Terutama Malik, karena biasanya Lala sekolah sampai jam 15.00. Sulit sekali, bahkan hingga kini. Tapi barangkali betul bahwa pengorbanan memang tak pernah sia-sia. Hampir satu bulan lamanya aku menjauhi komputer di siang hari. Kami membuat aturan ketat untuk ini. Lala dan Malik hanya boleh menonton TV atau bermain komputer selama 2 jam sehari. Mereka boleh pilih, 1 jam komputer 1 jam TV, atau 2 jam untuk TV. Acaranya pun mereka boleh pilih sesuai kesukaan mereka. Lala tentu saja memilih nonton ‘Winx’ di sore hari. Malik biasanya aku beri pilihan menonton film ‘Blues Cues’ atau Dora, yang sedikit educated lah.

Alhamdulillah, akhirnya sekarang mereka bisa jauh dari TV. Malik yang dulu selalu protes kalau diminta untuk mematikan TV, sekarang setelah film Dora selesai selalu mematikan TV sendiri tanpa disuruh. Lala juga sama, setiap selesai nonton Winx, langsung TV dia matikan. Ya walaupun sesekali masih perlu diingatkan, tapi buat kami ini perubahan yang sangat bermakna.

Ternyata obat nya mudah, membuat kesepakatan bersama dan konsisten untuk selalu mengingatkan kesepakatan tersebut. Oya tentu saja orangtua juga tak boleh menjadi pecandu TV. Untungnya aku dan suamiku memang tak suka menonton TV. Dan obat yang menurutku paling sulit adalah saat harus rela menemani mereka beraktivitas pengganti menonton TV. Tapi demi masa depan anak, sesulit apapun diusahakan jadi mudah deh. Alhasil, ‘bye-bye’ komputer buat bunda hehe. Komputer hanya ‘available’ 1 jam waktu Aik nonton TV pagi hari atau sore saat Lala nonton Winx. Selanjutnya, terpaksa harus rela bergadang sampai pagi kalau mau tetap ‘bermesraan’ dengan komputer hehe.

Mau Aborsi? Pikir Dulu Seribu Kali

Ketut Arik Wiantara membuka praktik aborsi sejak kuliah di Fakultas Kedokteran gigi Universitas Mahasaraswati Bali. Dalam tempo empat tahun, 4.380 janin dikuret dan beberapa wanita kehilangan rahim. Dengan praktik serampangan, tak heran jika ada korban yang meninggal dunia. Sejauh ini, hanya Ni Nyoman, 20 tahun, yang diketahui meninggal di RSUD Wangaya pada 20 Agustus 2004. Wanita malang ini menderita infeksi organ dalam. Pasien lainnya, Ni Nyoman Suini juga menderita infeksi rahim dan usus. Sementara penderitaan Ni Nyoman Wideru dan Ni Putu Astiti lebih hebat lagi. Rahim kedua perempuan ini harus diangkat. Setelah aborsi, kedua wanita ini malah tidak bisa lagi hamil untuk selamanya. Berita dari liputan6.com tanggal 28 Februari 2005 ini membuat bulu kuduk berdiri. Teganya lelaki itu, malangnya perempuan-perempuan itu. Belum lagi kalau mau membicarakan janin-janin tak berdosa itu. Entah perasaan apa lagi yang menyeruak ke dalam benak pembaca.

Aborsi. Hanya sebuah kata, tapi mengandung beragam akibat bagi orang-orang yang berani melakukannya. Dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) mendefinisikan abortus sebagai terjadinya keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung ).

Alasan yang membuat seseorang melakukan aborsi bisa bermacam-macam, dan tidak hanya dilakukan lantaran hamil diluar nikah. Bagi yang sudah menikah, biasanya aborsi dilakukan karena alasan ekonomi. Anak yang terlalu banyak, takut di PHK, dan alasan belum bekerja kerap menjadi faktor pendorong. Mereka yang hamil di luar nikah, umumnya melakukan aborsi karena kuatir akan dampak sosial seperti putus sekolah/kuliah, malu pada lingkungan sekitar, bingung siapa yang akan mengasuh bayi, atau karena takut terganggu karir masa depannya.

Apapun alasannya, di negara ini aborsi tetap diharamkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 – 349. Apalagi kalau bicara masalah agama. Agama manapun tak ada yang menghalalkan aborsi. Semua orang boleh-boleh saja tak mentaati peraturan agama dan negara. �Peraturan dibuat memang untuk dilanggar bukan?� Begitu kata sebagian orang. Saat dihadapkan pada kenyataan, banyak orang menjadi hilang akal. Namun sebuntu apapun jalan keluar, berpikirlah seribu kali sebelum melakukan aborsi. Karena secara fisik dan kejiwaan, dampak pasca-aborsi sungguh menyeramkan.

Tak percaya? Contoh kasus diatas bisa menjadi bukti, betapa mahalnya harga yang harus dibayar dari sebuah aborsi. Apalagi, aborsi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sama sekali bukan ahli. Aborsi lewat dokter ahli saja sudah mengandung resiko, apalagi bila dilakukan dengan serampangan.
Komplikasi secara fisik akibat aborsi yang paling utama adalah, infeksi, perdarahan hebat, embolisme(tersumbatnya pembuluh darah oleh bekuan darah), rahim yang terkoyak atau bolong, komplikasi anastesi, kejang, luka leher rahim, dan shock endotoxic. Bila kondisinya parah, rahim terpaksa diangkat, bahkan tak jarang nyawa pun harus dikorbankan.

Selain itu, komplikasi tersebut juga berefek jangka panjang bagi wanita yang melakukan aborsi. Wanita yang pernah mengalami infeksi pasca-aborsi, kemungkinan akan mengalami kehamilan ektopik (di luar kandungan) sebanyak 5 hingga 8 kali lebih besar pada kehamilan berikutnya. Wanita ini umumnya juga akan mengalami incompetent cervix (mulut rahim yang lemah) lantaran terjadi pemaksaan membuka mulut rahim saat terjadinya aborsi. Akibatnya mulut rahim tak kuat memegang beban kehamilan, sehingga sering terjadi kelahiran prematur. Terganggunya perkembangan plasenta janin juga kerap terjadi pada wanita hamil dengan riwayat aborsi sebelumnya. Semua komplikasi jangka panjang tersebut pada akhirnya akan menyebabkan banyaknya bayi yang lahir dengan kecacatan dari ibu yang pernah melakukan aborsi.

Masalah kejiwaan lain lagi. Wanita yang melakukan aborsi diam-diam, setelah proses aborsi biasanya akan mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) atau sering juga disebut Post Traumatic Stress Syndrome. Gejala yang sering muncul adalah depresi, kehilangan kepercayaan diri, merusak diri sendiri, mengalami gangguan fungsi seksual, bermasalah dalam berhubungan dengan kawan, perubahan kepribadian yang mencolok, serangan kecemasan, perasaan bersalah dan penyesalan yang teramat dalam. Mereka juga sering menangis berkepanjangan, sulit tidur, sering bermimpi buruk, sulit konsentrasi, selalu teringat masa lalu, kehilangan ketertarikan untuk beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan anak-anak yang lahir kemudian.

Diantara trauma kejiwaan tersebut, yang paling dikuatirkan adalah tingkah laku merusak diri sendiri. Akibat benci pada dirinya sendiri, akhirnya mereka menjadi pecandu obat terlarang dan alkohol. Tak sedikit pula yang berangan-angan untuk bunuh diri, bahkan beberapa kali mencoba bunuh diri.
Wanita manapun yang meminta aborsi, mereka umumnya berada dalam kondisi terjepit. Dalam keadaan nekat dan terdesak, akhirnya mereka akan mencari bantuan yang paling terjangkau�paling dekat, palingmurah, paling mudah. Tindakan nekat ini biasanya tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup. Sehingga mereka segera mendatangi dukun/para medik/dokter yang tak bertanggung jawab, dan akhirnya malah membahayakan jiwa. Seandainya selamat pun, dampak fisik dan kejiwaan yang berkepanjangan masih mengintai.

Karena itu pepatah �lebih baik mencegah daripada mengobati� sangat layak untuk dituruti. Ketimbang harus nekat aborsi, lebih baik menjauhi penyebab aborsi. Seks bebas yang dilakukan oleh remaja saat ini merupakan penyebab meningkatnya kasus aborsi pada kehamilan di luar nikah. Bagi mereka yang sudah menikah, kasus perselingkuhan diantara suami-istri yang kian marak pun bisa menjadi penyebab aborsi.

Penyebab apapun, termasuk alasan ekonomi, semua berawal dari kesadaran tentang pentingnya agama, bahaya sex bebas dan bahaya aborsi yang telah hilang serta pengetahuan yang kurang. Dengan mengetahui dampak aborsi yang begitu menyeramkan, mudah-mudahan bisa mendongkrak pengetahuan dan kesadaran semua kalangan untuk menjauhi penyebabnya. Setidaknya bila seorang kawan terdesak ingin melakukan aborsi, kita bisa bilang �Mau aborsi? pikir dulu seribu kali�.

Ps: Artikel ini dipublikasikan oleh Pic Bandung

27 Tahun Tidak Pernah Haid

Pertanyaan :
Mommies,
Tadi pagi seorang teman sms saya, di tempatnya tinggal (Aceh) entah masih saudara atau tetangga, ada seorang wanita yang sudah berusia 27 tahun tapi belum pernah sekalipun mengalami haid. Teman saya minta cariin informasi tentang hal itu karena di Aceh cukup lemot internetnya. Kira-kira itu kenapa ya, Moms ? Apakah itu berarti dia tidak subur ? Tidak bisa punya anak ? Atau apakah ia ternyata lebih pantas menjadi laki-laki seperti seorang atlet nasional yang dulu sempet heboh ? Bisa bantuin, Moms ? Terutama mommies yang bergelut di bidang kedokteran karena teman saya ini benar-benar memerlukan penjelasan secara medis. Terima kasih banyak sebelumnya.

Love,
Mom N di Jakarta

Mbak N dan mommies,

Dari data yang mbak kasih, menurutku secara medis dia bisa dikategorikan mengalami amenorrhoea primer. Disebut amenore primer bila setelah umur 16 thn, dia belum juga dapat menstruasi. Untuk kasus spt ini harus dicari dulu penyebabnya, apakah karena kelainan vagina seperti hymen imperforata (selaput dara tak terbentuk), atau agenesis vagina (vagina sama sekali
tak terbentuk). Amenore primer bisa juga terjadi karena gangguan fungsi sel telur atau ketidakseimbangan hormon.

Kalau kelainan vaginanya, agenesis vagina, biasanya dia juga nggak punya rahim dan indung telur, terapinya harus pembedahan. Agenesis vagina jg ada yang komplit dan inkomplit. Tapi kasus spt ini umumnya sudah diketahui dari kecil, karena keliatan waktu buang air kecil atau memang ada keluhan penyerta lain. Selama hormonalnya masih banyak hormon perempuan, dan tes kromosomnya jg menunjukkan perempuan, rasanya sih tetep perempuan ya mbak, ga perlu ganti kelamin, tinggal dibuat vagina aja. Memang lebih rumit dan
harus ke dokter ahli bedah.

Tapi kalo termasuk jenis yang hymen imperforata (nggak punya selaput dara), biasanya dia masih mengalami menstruasi, hanya sering mengeluh sakit perut dan kadang teraba benjolan di perut. Terapinya pembedahan jg, dibuat lubang di vagina supaya darah mensnya bisa keluar. Kalo jenis yg ini biasanya dgn pembedahan, semua bisa lancar lagi.

Masalah bisa punya anak/subur atau enggak nya, tergantung penyebab jg mbak Nia. Kalo krn hymen imperforata aja, yg lain2 fungsinya bagus, biasanya
masih bisa punya anak. Tapi kalo gangguan fungsi indung telur/ keseimbangan hormon, harus di terapi dulu, baru bisa punya anak. Jadi tetep aja intinya, harus ketauan dulu penyebabnya.

Kalo ternyata masalahnya di gangguan fungsi ovarium dan ketidakseimbangan hormonal, bisa ke gynekolog aja mbak.

Menurutku, sampai usia 27 thn gini belum diterapi, malu mungkin ya, padahal sebetulnya udah kelamaan lho sampe taunan gini :-). Tapi lebih baik berpikir
penyebab yang ringan2 aja dulu. Jadi mending bawa ke gynekolog aja dulu, dipastiin penyebabnya apa krn gangguan hormon/indung telur atau memang krn ada kelainan vagina. Kalau udah ketauan penyebabnya, insya Allah terapinya jg lebih mudah.

Gitu aja ya sharing dari aku. Semoga membantu…

Wassalam hangat,

Agnes

Radang Usus

Pertanyaan :
Dear mommies,
Mommies.., aku dapet titipan pertanyaan temen, suaminya dibilang dokternya kena radang usus, gejala yg dialaminya seperti diare.., temenku pengen tau ttg radang usus ini, sharing ya..moms…., makasih banyak..sebelumnya.. :)

Mom R di JakartaJawab :

Dokternya mungkin nggak mau pusing-pusing jelasin ya mbak R, jadi dibilang aja radang usus, padahal radang usus itu macem-macem :-)

Secara anatomi mungkin harus diperjelas dulu, bahwa saluran pencernaan itu mulainya dari mulut, esofagus lalu ke lambung, lalu usus kecil, usus besar dan
terakhir rektum dan anus. Soalnya kadang-kadang nggak jelas yg dimaksud sebetulnya radang di usus atau di lambung. Selain itu radang usus/lambung itu ada yang akut (kurang dari 2 minggu) ada jg yang kronis. Masing2 beda perlakuannya. Itulah kenapa jadi harus jelas dulu, lokasi dan lama sakitnya.

Kalo disebut radang usus, berarti ada infeksi di usus, entah usus kecil atau usus besar. Penyebab infeksi usus bisa macam2, bisa karena virus, bakteri, parasit.
Biasanya gejalanya memang ada diare. Penyakit typhoid juga termasuk infeksi usus yang disebabkan oleh kuman typhoid dan menyerang usus. Gejalanya selain panas biasanya jg ada diare atau konstipasi. Tapi istilah radang usus mungkin lebih sering dipake pada penyakit diare krn kuman akibat makan2an yang kurang bersih.

Kalau infeksi nya terjadi di lambung, biasanya disebut gastritis (orang sering bilang maag). Gastritis ini bisa disebabkan oleh infeksi kuman, bisa krn iritasi
(makan2 pedas/jarang makan/obat2 pengiritasi lambung), bisa juga krn autoimmun. Keluhan biasanya mual, rasa tidak nyaman di lambung, cegukan, muntah dan lain-lain.

Jadi, kalo ke dokter lebih baik kayak mom Dita, sampe bawa2 artikel segala hehe (sori Dit,patut dicontoh soalnya :-)), maksudnya proaktif aja n banyak tanya, biar jelas apa yang dimaksud sama si dokter. Kan ke dokter udah bayar ya, mosok jawabnya pelit banget gitu hehe…

Gitu aja sharing dari aku mbak R, semoga membantu yaa…

Wassalam hangat,

Agnes