Ketika Usia Bertambah Satu

Ketika usia bertambah satu, ada kesedihan disana, tapi juga diselingi tawa. Sedih karena merasa semakin tua, kalah bersaing dengan anak-anak muda. Tapi tak lupa tertawa karena semakin tua, pikiran dan hati pun kian dewasa. Mestinya begitu, tapi entah pada usia keberapa. Karena tak jarang pula, di usianya yang sudah berkepala lima, enam atau 7, hati dan pikiran manusia tetap seperti balita.

Ketika usia bertambah satu, ada makna yang hadir disana. Betapa selama puluhan tahun mengarungi samudra, Tuhan begitu sayang padanya. DiberiNya ia segala. Kecantikan, ketampanan, kecerdasan, karir yang menjulang, pasangan yang ideal, serta anak-anak yang lucu dan menawan. Namun sayang seribu sayang tak sedikit pula manusia yang tetap saja alpa. Lupa mensyukuri semuanya. Tetap saja kurang, tetap saja bimbang.Ketika usia bertambah satu, mestinya ada pelajaran berharga disana. Saat ujian menghadang, kala hinaan dan cemoohan menyerang, akankah ia tetap tegar? Sewaktu iri dan dengki menyelusup ke relung hati, apakah ia tergerogoti? Saat manusia-manusia lain menariknya kesana kemari, tetapkah ia diam? Bisakah ia tak bergeming, tetap menuju shirotol mustaqim? Sesungguhnya, dikala manusia hanya menanam dan menanam, tanpa ingin dipuji, tanpa takut dimaki, ketika itulah jalan lurus menyertai. Sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untukMu ya Rhobbi… Ketika itulah usia pikiran dan hati betul-betul bertambah lagi.

Ibu Bekerja Mencari Solusi (Tanggapan terhadap Artikel ‘Perempuan Apa yang Kau Cari’)

Nesya menghela nafas panjang. Artikel yang baru saja dibacanya membuat hatinya kesal. Batinnya berbisik �Aku memang menitipkan anakku di tempat penitipan anak (TPA). BBM naik, tuntutan jaman semakin gila, salahkah bila aku bekerja? Walau lelah sepulang kerja, aku tetap mencuci popok bau anakku. Aku tetap menemaninya bermain, aku menyuapinya saat di rumah, dan aku mengajarinya banyak hal. Aku menikmati semua itu, karena aku cinta anakku. Salahkah aku? Apakah tak pantas bila aku mendapat sebutan ibu yang peduli pada anaknya?� Sangatlah wajar bila membaca artikel di Suara pembaruan (8/3) berjudul �Perempuan, Apa yang Kau Cari?� membuat sebagian perempuan seperti Nesya menjadi kesal dan tersinggung. Mereka merasa dicurigai sebagai ibu publik yang tidak peduli pada anaknya. Motivasi mereka dalam bekerja diduga sebagai selubung dibalik keegoisan pribadi, kesoktahuan akan nasibnya di masa mendatang, dan sebagai langkah antisipasi agar terhindar dari kekerasan. Mereka merasa dianggap sebagai ibu yang maunya �tahu beres�. Jargon �yang penting kualitas bukan kuantitas� yang dianggap senjata andalan mereka (para ibu publik) pun dipertanyakan.

Sungguh, perasaan semacam itu tidaklah berlebihan. Apalagi tulisan tersebut tidak mengkhususkan ibu publik mana yang sebenarnya dimaksud. Niatan bekerja semua ibu publik�yang dianggap perempuan modern (berpendidikan)�dipertanyakan kejujurannya. Lazimnya sebuah pendapat, ada yang berhak merasa kesal, namun tak sedikit pula perempuan yang tercerahkan ketika menyimak tulisan tersebut. Membacanya membuat kaum perempuan ini memikirkan kembali pilihan yang telah diambilnya untuk bekerja. Mereka merenungkan kembali konsekuensi akibat meninggalkan anak-anaknya dalam pengasuhan orang lain.

Perbedaan pendapat tersebut memunculkan sebuah pertanyaan baru. Boleh-boleh saja mempertanyakan motivasi ibu dalam bekerja. Namun bukankah yang lebih mendasar adalah mencari jalan keluar dari permasalahan? Bukankah mencari solusi bagaimana agar para ibu bekerja semakin peduli pada pengasuhan anaknya lebih dibutuhkan? Karena, bagaimanapun sejarah tak bisa ditolak. Sejak awal abad ke 20, perempuan yang bekerja di ruang publik semakin banyak jumlahnya dan tak dapat dihindari. Di Indonesia, sejak Kartini menuntut persamaan hak dalam pendidikan kaum perempuan, ketika itulah peran ganda perempuan mulai menggeliat.

Kini, perempuan berhak dan bisa memilih hendak menjadi ibu seperti apakah ia. Ibu bekerja, ataukah �ibu 24 jam� (full time mother�FTM), semua sah-sah saja dan menjadi hal yang biasa. Mungkinkah semua kenyataan ini diubah? Faktanya lagi, banyak pula para FTM yang tak peduli pada pengasuhan anaknya. Berapa banyak para FTM yang hari-harinya disibukkan dengan arisan, rumpi sana-rumpi sini, ke salon itu dan ini, sementara pengasuhan anak seluruhnya dilimpahkan pada baby sister. Berapa banyak pula para ibu bekerja yang sepulang kerja tak kenal lelah tetap menyuapi anaknya, bermain bersamanya, dan membacakan buku untuknya. Ibu bekerja seperti ini, yang sangat peduli pada anak-anaknya, juga tak sedikit jumlahnya.

Ibu bekerja ataupun tidak bekerja, bukanlah hal yang menentukan kepedulian seorang ibu pada pengasuhan anak-anaknya. Bekerja atau tidak, bukanlah suatu jaminan seorang ibu telah menjadi ibu yang baik dan berhasil dalam pengasuhan anak-anaknya.

Permasalahan

Walaupun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa tempat pengasuhan terbaik bagi anak tetaplah ibu. FTM, tentu saja memiliki peluang lebih banyak untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak-anaknya. Namun bagi ibu yang memilih untuk bekerja, kesempatan untuk memberikan pengasuhan terbaik ini berkurang. Bahkan secara ekstrim beberapa pihak menyebut bahwa ibu bekerja adalah ibu yang telah tega menelantarkan anak-anaknya. Padahal ibu mana yang tak mencintai anak-anaknya. Masalah ibu bekerja memang menjadi dilema yang tak pernah ada habisnya.

Kesulitan ekonomi, ingin aktualisasi diri, menghindar dari kekerasan, ingin tampak terhormat� dan beragam motivasi lainnya� boleh-boleh saja menjadi alasan ibu bekerja. Tapi, apapun motivasinya, ibu bekerja tetap menghadapi masalah sama. Mereka harus meninggalkan anak-anaknya dalam pengasuhan orang lain. Pengasuh anak (child-care) yang dipilih biasanya adalah kakek-nenek, pembantu, baby sister atau TPA.

Tentu saja memilih pengasuh anak bukan perkara mudah. Akhirnya banyak ibu bekerja yang asal saja memilih pengasuh, dan tidak dapat menjadikannya partner yang baik dalam proses pengasuhan anaknya. Belum lagi tenaga dan pikiran ibu bekerja yang sudah terkuras di tempat kerja. Waktu luang ibu bekerja akhirnya digunakan untuk beristirahat, dan ibu tak lagi menghiraukan anak-anaknya. Selain itu ibu bekerja kerap memiliki perasaan bersalah berlebihan lantaran menitipkan anaknya pada orang lain. Akhirnya perasaan bersalah tersebut malah mengakibatkan cara pengasuhan yang salah�contohnya terlalu memanjakan anak.

Masalah tidak hanya sampai disitu saja. Meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain juga menimbulkan kekhawatiran tentang tumbuh kembangnya di kemudian hari. Bagaimana dengan kecerdasan anak tersebut nantinya? Bagaimana pula dengan kedekatannya dengan orangtua dan tingkah lakunya kelak? Melihat kondisi diatas, ketimbang mempertanyakan keputusan ibu untuk bekerja, akan lebih baik bila membantu mencarikan jalan keluar bagi permasalahan tersebut. Dengan demikian diharapkan ibu bekerja tetap dapat menghasilkan anak yang berkualitas kelak.

Hasil Penelitian

National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika, telah meneliti masalah ibu bekerja yang menitipkan anaknya pada pengasuhan orang lain . Penelitian yang dilakukan terhadap 1000 keluarga ini ingin mendapatkan gambaran mengenai dampak penitipan tersebut terhadap perkembangan anak. Penelitian ini mewakili kesepakatan 29 orang peneliti ternama. Dengan bekerja sama, mereka terhindar dari bias�seperti bias terhadap pendapat yang mempertahankan bahwa ibu harus bekerja�yang sering terjadi pada penelitian sebelumnya.

Penelitian tersebut menemukan bahwa memberikan pengasuhan anak kepada pengasuh anak selain ibu, seperti kakek-nenek, TPA, pembantu, maupun baby sister, ternyata lebih banyak memberikan dampak negatif, walaupun ditemukan pula dampak positif. Penting dicatat bahwa pengasuh anak yang berkualitas tinggi setidaknya dapat mengurangi dampak negatif tersebut.

Pengasuhan anak berdampak pada perilaku. Semakin sering anak dititipkan pada pengasuhan orang lain sebelum usianya 4,5 tahun, ternyata akan semakin meningkatkan agresivitas dan ketidakpatuhan anak.

Namun, dampak positif terlihat pada anak yang dititipkan di TPA berkualitas baik. Mereka cenderung memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik. Kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah mereka pun cenderung lebih baik, bahkan bila dibandingkan dengan anak yang diasuh di rumah oleh ibunya. Pengasuh yang mempunyai kualitas pengasuhan yang baik ternyata akan meningkatkan kemampuan akademik anak dan membuat hubungan kedekatan ibu-anak menjadi lebih baik pula.

Adakah waktu yang paling aman untuk mulai menitipkan anak pada pengasuhan orang lain? Menitipkan anak full-time dibawah pengasuhan orang lain kala anak masih bayi akan menimbulkan dampak negatif dalam tingkah laku. Enam bulan pertama kehidupan seorang bayi adalah waktu terpenting untuk tidak memberikan pengasuhan bayi ke tangan orang lain selain ibunya. Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa ibu yang meninggalkan anaknya untuk bekerja lebih dari 30 jam seminggu, saat anak berusia 9 bulan, memberikan hasil test kognitif yang lebih rendah�sewaktu anak ditest pada usia 3 tahun.

Semakin besarnya pengasuhan anak bukan oleh ibunya juga mendorong rendahnya keharmonisan interaksi ibu-anak, munculnya perilaku bermasalah ketika anak menginjak usia dua tahun, dan rendahnya kedekatan hubungan di antara mereka. Ibu hanya dapat belajar peka kepada kebutuhan dan keinginan anak setelah meluangkan waktu yang cukup bersama anak setiap hari. Ibu dan anak tidak dapat membangun ikatan satu sama lain jika mereka saling terpisah. Berbagai dampak negatif, menurut penelitian NICHD, berkurang ketika anak memasuki taman kanak-kanak.

Penelitian tersebut juga berusaha menjawab pertanyaan tentang manfaat TPA bagi keluarga secara keseluruhan. Sudah sejak lama dibuktikan bahwa setiap anggota keluarga tidak berkembang secara vakum namun berkembang melalui interaksi dinamis dengan seluruh anggota keluarga. Pada sebagian keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi atau memiliki suasana rumah yang kurang nyaman, tidak jarang anak kurang mendapat perhatian. Dalam situasi seperti ini, menitipkan anak di TPA akan memberi dampak positif. Di sini anak akan mendapat lingkungan dan perhatian yang lebih baik, dan di sisi lain sang ibu bisa bekerja untuk meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga.

Solusi

Ketika ibu telah memilih untuk bekerja�apapun motivasinya�resiko yang muncul pun mestinya telah siap dipikul. Hasil penelitian menunjukkan adanya dampak negatif bagi anak yang pengasuhannya dialihkan pada orang lain. Hal ini sering menimbulkan perasaan bersalah pada ibu bekerja. Padahal rasa bersalah merupakan musuh ketentraman. Menurut sejumlah penelitian ketidakstabilan emosi ibu dapat berpengaruh buruk pada anak. Daripada terkungkung dalam perasaan bersalah yang sering timbul, jalan keluar terbaik adalah berusaha meminimalkan dampak buruk tersebut dengan menghunjamkan niat dalam diri untuk menjadi ibu bekerja yang semakin peduli pada pengasuhan anak-anaknya.

Kesadaran ini akan memunculkan komitmen dan tanggung jawab yang kuat pada ibu bekerja. Sehingga ibu bersedia berkorban apapun demi memberikan yang terbaik bagi anaknya, bahkan ketika ibu dalam kondisi lelah luar biasa. Ibu akan selalu proaktif dan menambah pengetahuan seputar pengasuhan anak yang terbaru lewat media apa saja. Karena, melalui pengetahuan yang selalu diperbaharui, komitmen dan tanggung jawab yang terkadang luntur pun akan selalu diperbaharui pula.

Hasil penelitian telah menyebutkan bahwa pengasuh yang memiliki kualitas pengasuhan yang baik dapat meningkatkan kemampuan akademik dan kedekatan antara ibu dan anak. Karena itu, siapapun pengasuh yang dipilih, �mendidik� partner pengasuhan untuk selalu memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak akan memberikan dampak yang baik bagi anak. Contohnya, ibu dapat meminta pengasuh untuk membacakan buku bagi anak, mendongeng, berdoa, menjauhkan anak dari tontonan TV yang buruk, berkomunikasi positif, dan beragam pesan lainnya. Selain itu, tidak menitipkan anak sebelum anak berusia 6 atau 9 bulan pada pengasuhan orang lain merupakan tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh negatif bagi anak.

Jika ibu memilih TPA sebagai partner pengasuhan anak, ada beberapa syarat TPA yang harus dipertimbangkan, seperti lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak, perbandingan anak dan tenaga pengurus TPA, jumlah anak dalam satu kelompok, tenaga TPA yang terdidik dan terlatih, menu makanan yang benar serta kebersihan TPA tersebut. Dalam Suara Pembaruan (2/3), Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengatakan agar orangtua harus menyadari bahwa TPA bukanlah tempat pengalihan tanggung jawab orangtua, tetapi hanya sebuah alternatif jalan keluar. Orangtua yang terpaksa menitipkan anaknya di TPA diharapkan untuk tetap menjaga kualitas komunikasi dengan anak-anaknya.

Pilihan menjadi ibu bekerja memang selalu membawa dilema. Melihat dampak yang ada dari penelitian diatas, dapat dikatakan bahwa keberadaan ibu dalam membesarkan anak-anaknya tetap tidak tergantikan oleh siapapun. Namun jika ibu terpaksa harus bekerja atau memang ingin bekerja, bukan berarti tak ada jalan keluarnya. Dengan mengetahui dampak buruk yang timbul dan solusi yang ada, mudah-mudahan akan membuat ibu bekerja semakin peduli pada pengasuhan anaknya. Sehingga ibu bekerja seperti Nesya tak ragu lagi untuk menyebut dirinya sebagai ibu yang peduli pada anaknya. (Agnes Tri Harjaningrum )

Test Paps Smear dan Infeksi Saluran Kencing

Pertanyaan :
Assalamuálaikum Wr.Wb
Saudari muslimah yang berbahagia..sehat semuakan? Mau cerita sedikit nih. Tiga minggu yang lalu saya di paps smear (bahasa belandanya apa ya, saya lupa) di huistart dan di Belanda ini pap smear ini merupakan program pemerintah bagi setiap wanita yang sudah berumur 30 tahun dan melahirkan jadi untuk biayanya gratis. Katanya sih kalau sehabis melahirkan akan ada surat untuk membuat janji melakukan papsmear tapi karena saya melahirkan disini pertama kali (anak ke 2) umurnya sudah diatas 30 tahun nggak terima surat itu. Akhirnya saya pergi ke huisart karena katanya bisa sama huisart.

Tapi waktu saya kesana eh..huisartnya minta surat dari sebuah lembaga namanya lupa lagi) yang ngurusin papsmear ini supaya gratis. Alhamdulillah, huisart saya ini cukup baik dan ramah dia keluar ruangan tanya ke koleganya ternyata bisa dilakukan papsmear saat itu dengan surat menyusul. Kalau nggak ada surat itu biayanya kita tanggung sendiri.

Nah setelah selesai dokternya bilang kalau nanti akan ada darah/pendarahan, diminta saya tidak takut. Sehabis dari sana nggak ada darah/pendarahan hanya saja kemaren malam waktu saya buang air kecil kok ada darahnya, apa itu ada hubungannya dengan papsmear yang saya lakukan 3 minggu yll. Karena kalau nggak salah ada yang diambil waktu papsmear itu (benar ya dr agnes dan dr Arie). Saya udah kirim urine ke dokter dan dikasih obat ( utk 3 hari) katanya ada infeksi. Sharingnya donk…

Wassalam
Mbak Y di Groningen

Ass.
Saya belum papsmear nih Mbak…jd pengen tahu juga. Soalnya saya sama seperti Mbak Y nggak dapat surat dari huisart. Ayo ibu-ibu yang udah paps smear mau denger dong pengalamannya. Sakit ga sih??? jadi ngeri nih…

Wass
Mbak D di DenHaag

Jawab :

Kalo baca cerita mbak Y, sepertinya darahnya keluar dari air kencing kan mbak? Biasanya ini dari inf saluran kencing mbak. Mbak Y sudah terdiagnosa inf sal kencing kayaknya, makanya dikasih obat. Mungkin blum bereaksi aja obatnya. Soalnya inf sal kencing kalo dibiarin beberapa hari, biasanya suka campur darah urinenya.

Kalo darah bekas paps smear, biasanya keluar darahnya bukan dari air kencing tp semacam bercak dari vagina gitu… Ga masalah deh mbak, asal ga berlanjut aja keluar darahnya

Mengenai Test Paps smear :

Sebetulnya paps smear memang dianjurkan buat semua wanita yang sudah melakukan aktivitas sexual, jd nggak perlu nunggu melahirkan, dan nggak ada batasan umur.

Tapi bener, kalo belum pernah melahirkan sih mesti lebih ngilu lagi rasanya hehe. Ngaruhnya ke psikologis kali ya. Kalo udah pernah melahirkan udah terbiasa ‘dioprek’ ups maaf istilahnya, soalnya bingung bilangnya gimana hehe. Tapi kalo belum pasti memang akan terasa lebih menyeramkan.

Jadi kalo berani, paps smear aja, tp kalo takut dan nggak ada keluhan apa2, ya mending ntar aja kalo udah pernah ngerasain melahirkan. Sebetulnya tujuan
papsmear kan mau liat ada aktivitas sel yang meningkat atau enggak, untuk mencegah kalo yang terkena kanker biar kedeteksi sejak dini, supaya nggak berlanjut jd stadium lanjut.

Wassalam hangat,
Agnes

Pertanyaan lagi :
Makasih ya..Agnes, mungkin juga sih karena saya sering nahan2x buang air kecil dan jarang minum apalagi kalo udah bepergian. Oh ya bisa mengarah ke ginjal nggak ya? Alhamdulillah sudah agak baikan sekarang malah udah nggak sakit klu buang air kecil. Tapi kenapa langsung keluar darah gitu ya, malah kayak ada gumpalan segala dan sebelumnya nggak ada rasa sakit sama sekali kalau buang air kecil . Terus apa udah cukup ya dengan obat yg dikasih (1x sehari selama 3 hari), perlu konsul lebih lanjut nggak ya ke dokter? Waspada aja utk penyakit lain nih. Memang kesehatan itu nikmat yang paling berharga ya dan kadang baru terasa kalau udah sakit. Mungkin ini teguran Allah untuk saya, Wallahuálam.

Wassalam
Mbak Y

Jawab :

Wanita memang lebih mudah kena inf sal kencing (ISK) dp laki2 mbak, karena punya wanita, saluran dr kandung kencing ke muara pengeluaran ukurannya lebih pendek. Jadi wajar banget kalo wanita sering kena ISK. Kalo nggak diobatin memang bisa jd peny ginjal mbak, tapi kalo diobatin sih nggak masalah koq, cuma paling2 sering berulang aja. Jd pencegahannya emang bener mbak, kalo bisa jgn suka nahan2 kencing, trus musti banyak minum jg.

Mudah2an cepet sembuh ya mbak…
Wassalam hangat,
Agnes

Pertanyaan lagi :
Ngomong-ngomomg soal ISK, aku masih penasaran nih Bu dokter Agnes & Arie…jd dulu waktu ngelahirin Jasmijn aku sempet dikateter 2X karena ga bisa pipis,kyknya sih disini mereka nggak mau mengkateter orang sampe 2X kali ga bener2 mendesak, aku aja sampe nangis minta2 supaya dikateter 2x krn ga tahan sakitnya (perawat di RS wkt itu ga berani krn kebetulan dokternya lg vacancy tahun baru, mana week end pula). Nggak tahu apakah karena takut infeksi? Nah abis itu aku jd ga bisa mengkontrol pipis, ya kalau terasa mau pipis langsung keluar aja tanpa bisa ditahan. Itu terjadi sampai 6 bulan kemudian, nah pas pulkam ibuku nyuruh diurut. Habis diurut (kalo ga salah itu gara2 turun berok – bahasa kampungnya) alhamdulillah sembuh.

Nah pas lahiran hannah jg begitu, aku sempet dikateter lagi tapi cuma 1X, dan lagi-lagi aku ga bisa nahan pipis setelah itu. Alhamdulillah bidan yg datang ke rumah itu pengalaman banget, Katanya itu gara-gara saat lahiran saluran kencing keteken shg ga lancar dan perlu dikateter, untuk bis normal nahan pipis dia nyuruh aku untuk latihan otot-otot vagina/(pipis?) sehari sekitar 5 kali dan memang malah kalau pas mau pipis justru ga boleh ditahan (krn justru malah kuman-kuman bisa jadi penyebab infeksi kl pipis itu ditahan katanya). . Alhamdulillah, bener lho…sekarang aku udah normal lagi pipisnya (cuma untuk saat tertentu kadang nggak bisa nahan jg seperti kl minum2an yg asam). Mmmm katanya juga latihan otot vagina ini bagus dilakukan meskipun aku dah sembuh (waktu aku tanya dia cm bilang baik untuk kamu apalagi setelah nanti umur diatas 40 tahun, kenapa ya?)

Nah pertanyaannya, kalau kejadian nggak bisa nahan pipis setelah melahirkan apakah diurut itu sebenarnya boleh? Disini kan jg ga ada tukang urut berok…hehehe…Kalau seperti yg disarankan bidan disini untuk latihan otot vagina apa hubungannya dg saluran kencing? Terus kenapa ya setelah dikateter itu pipisku malah terlalu “lancar” sampe ga bisa ditahan? Ini penasaran bener lho…

Makasih sebelumnya…

Wass
Mbak D

Jawab :

Aku coba sharing ya mbak. Jadi kalo pertanyaan mbak D ini ga bisa nahan kencingnya sebetulnya berhubungannya sama pasca melahirkan, bukan karena ISK (inf kuman) Soalnya beda banget tuh mbak. Kalo habis melahirkan, kebayang kan habis mengedan luar biasa kayak gitu, semua otot-otot bagian bawah biasanya memang jadi longgar. Seringnya otot seputar anus, biasanya ibunya jadi haemoroid alias ambeien. Tapi banyak juga kasus yang kayak mbak D, otot-otot kandung kencingnya dan otot vagina otomatis jadi longgar juga. Alhasil jadi nggak bisa nahan kencing, malah kadang2 suka ngompol. Karena itu dianjurkan latihan otot2 buat memperkuat otot vagina, otot
kandung kencing dan juga otot seputar anus.

Kalo masalah otot vagina dilatih bagus buat 40 thn, krn biar makin kenceng gitu mbak, kan bisa tambah membahagiakan suami hehe ups maap… (tp gpp lah ya kan ibu-ibu semua hehe). Mungkin alasan lainnya karena usia segitu, biasanya kadar estrogen wanita udah mulai turun, udah teu pararuguh lah gitu, jadi kayak olahraga aja kalo sering dipake olahraga ya semakin baik fungsinya.

Latihan otot vagina hubungannya sama saluran kencing, karena saat kita berlatih menahan otot vagina, otot kandung kencing jg terlatih mbak, jadi yang biasanya kandung kencing nggak bisa nahan alias kadang suka ngompol, akhirnya bisa kerja normal lagi.

Kalo masalah kateter, kalo saat dikateter memang pasti air kencing langsung keluar walopun ditahan juga, soalnya alatnya langsung masuk ke saluran kencing. Tapi kalo pasca kateter masih nggak bisa nahan kencing, itu hubungannya ya sama otot tadi mbak.

Tentang urut mengurut hehe sebenernya sih boleh-boleh aja, tapi kalo hubungannnya secara pasti ngaruh apa enggak, secara medis belum ada penelitiannya mbak, kalo menurutku sih lebih banyak sugesti kali ya. Soalnya yang jelas-jelas berpengaruh itu ya kalo kita sering latihan nahan otot-otot bagian bawah. Kalo diurut, apalagi cuma sekali 2 kali, paling-paling cuma memperlancar peredaran darah aja ya. Tapi nggak tau deh kalo tukang urutnya pake elmu yg laen, soalnya banyak jg tukang urut yang aneh-aneh kan.

Gitu aja sharing dari aku ya mbak…

Wassalam hangat,
Agnes

Tambahan Tentang Paps smear dan General & Gynaecological Check Up dari Dokter Hermin Sewaktu Diskusi di WRMom

General check up yang lengkap adalah sbb:

1. Darah
Pemeriksaan rutin terdiri dari pemeriksaan Hb (kadar sel darah merah), Leukosit (sel darah putih), Trombosit (kadar keping darah), LED (laju endap darah (untuk deteksi infeksi spesifik). Tapi untuk lengkapnya, maka pemeriksaan dengan bahan pemeriksaan darah lebih lanjut diperiksa:
– fungsi ginjal: diperiksa ureum dan kreatinin
– fungsi hati : SGOT dan SGPT
– penyakit metabolisme: gula darah sewaktu dan/atau gula darah puasa (diabetes), kadar lemak (kolesterol dan trigliserida), bisa juga asam urat (ini opsional).
Pemeriksaan darah lebih lanjut dilakukan atas indikasi dan atas hasil
awal dari pemeriksaan diatas.

2. Urin
Pemeriksaan rutin terdiri dari warna, keasaman, bakteri/parasit, gula, protein, darah (maksudnya dalam urin yg diperiksa adakah kandungan bahan-bahan tersebut, dimana kalo positif maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan warning suatu penyakit tertentu), endapan.

3. Rontgen
Yang rutin dilakukan foto paru dan jantung. Jangan lupa temsi dan hitungan nadi.

Selanjutnya maka pemeriksaan dilakukan berdasarkan indikasi, apakah perlu rekam jantung (EKG), atau USG, dimana ini diketahui setelah konsultasi dnega dokter sambil membawa hasil check up tersebut.

Sedangkan untuk Check up ginekologi, harus dibedakan dulu dengan obstetri.
Obstetri segala sesuatu dari A sampai Z tentang kehamilan, maka check up-nya pun yang berhubungan dnegan kehamilan, yaitu antara lain:
1. Darah, untuk rutin mirip dengan general check up cuman ada tambahan sedikit yaitu pemeriksaan kadar Fe dan kadar Ca. Untuk deteksi penyakit infeksi antara lain: TORCH, Hepatitis B dan C, dan HIV (di Jepang ini pemeriksaan rutin).
2. Urin, pemeriksaan sama dengan general check up. Selama kehamilan, periksa darah lengkap dilakukan ketika pemeriksaan yang pertama kali, dan untuk darah rutin diulang saat kehamilan 7 bulan. Untuk urin rutin seharusnya dilakukan setiap kali periksa kehamilan.
3. Pemeriksaan lain, USG intra vaginal, dan paps smear (deteksi dini kanker rahim).

Dan untuk check up ginekologi, yaitu segala hal yang berhubungan dengan alat reproduksi wanita. Yang paling umum adalah periksa paps smear. Sedangkan pemeriksaan lainnya, berdasarkan indikasi, artinya pemeriksaan dilakukan berdasarkan gejala yang ada. Contoh infertilitas diperiksa kadar hormon, kondisi fisik alat reproduksi dll. Infeksi alat reproduksi, bisa diperiksa infeksi sipilis, gonorhe, herpes dll.

Tentang Paps Smear :

Paps smear merupakan sebuah test pada serviks (leher rahim) untuk memeriksa secara dini kelainan sel serviks. Sebelum dilakukan pemeriksaan paps smear, pasien pada 2 hari sebelumnya tidak boleh menggunakan obat-obat atau zat apapun pada vagina, seperti, deodorant, spermasid, lubrican, etc. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan suami istri (ssst… ini bisa ketahuan lho,.. walopun si pasien nggak ngomong ke dokternnya,..he..he..).Waktu terbaik dilakukannya paps smear saat sebelum atau sesudah menstruasi.

Prosedur paps smear sebenarnya sederhana aja, pasien tidur terlentang dengan psosisi kaki seperti akan melahirkan, kaki diletakkan tiang penyangga, namanya posisi litotomi. Dokter/pegawai lab akan memasukkan alat namanya spekulum, alat ini juga digunakan bila kita akan pasang spiral. Setelah itu dokter/pegawai lab hanya akan mengusapkan sebuah stik kecil berbentuk sikat ke permukaan mulut serviks, kemudian mengusapkannya pada kaca sediaan.
Itu aja kok Mom Vita,.. rasa kurang nyaman dirasakan oleh beberapa pasien, tapi secara umum tidak menyebabkan sakit, mungkin rasa kurang nyaman disebabkan saat dimasukkannya spekulum tadi.

Paps smear sebaiknya dilakukan oleh wanita diatas usia 18 tahun atau usia kurang dari 18 tahun tapi sudah aktif berhubungan seksual, setiap 1 kali setahun. Bila dari hasil pemeriksaan ditemukan suatu perubahan sel maka pemeriksaan sebaiknya dilakukan 3-6 bulan sekali sampai sel serviks kembali normal. Tapi kalo perubahan sel tersebut mengarah kepada kanker serviks, tentunya harus dilakukan pemeriksaan lebih lengkap berupa kolposkopi atau biopsi jaringan.

Serunya Tanggapan Artikel ‘Perempuan Apa yang Kau Cari?’

Saat membacanya aku tersentak. Wah, pasti artikel ini akan membuat banyak wanita tersinggung, walaupun pasti ada juga yang memuji. Tanpa pikir panjang, langsung aku posting artikel tersebut ke WRMom. Tentu saja aku beri pengantar supaya tambah seru :-) Tuh, betul kan… ternyata mommies jadi pada ‘gatel’ ingin ikut bersuara. Suara hati terdalam dari para ibu lho… Aku copy paste persis aslinya sesuai urutan yang menjawab, supaya terlihat betul bagaimana aspirasi para ibu menanggapi hal ini. Oya, ini alamat url artikel ‘Perempuan Apa yang Kau Cari?'(Suara Pembaruan, 8 Maret 2005) http://www.suarapembaruan.co.id/last/index.htm
Terimakasih banyak buat para mommies yang sudah bersedia meramaikan diskusi dan bersedia sharing pendapatnya. Insya Allah semoga diskusi ini akan lebih memacu aku dan para ibu lainnya untuk semakin memberi yang terbaik bagi anak-anaknya.
Continue reading “Serunya Tanggapan Artikel ‘Perempuan Apa yang Kau Cari?’”