Lega rasanya, minggu ini aku selesai mengerjakan ‘peer’ besarku. Jadi rasanya pengen istirahat sejenak, bersenang-senang sejenak, sebelum mengerjakan ‘peer’ selanjutnya. Dan dalam rangka bersenang-senang ala aku, aku ambil ‘Me Time’ day. Suami dan anak-anakku dengan senang hati mengijinkan. Hari ini aku seharian jalan dari central stasion Amsterdam ke Dam, China town, redlight area, Kavelstraat, Remblandtplein sampe Magere Burg. Sudah lama aku pengen banget ke Magere Brug ini, jembatan kayu yang paling terkenal di Amsterdam. Aku sangat menikmati perjalananku tadi, ternyata seru juga melakukan ‘me time’ sendirian, jadi observer. Tapi sebetulnya yang paling asyik dan memang sudah aku niatin sebelumnya adalah hunting foto!
Being ‘Alien’
Aku tak pernah menyangka bila akhirnya perjalanan hidup membuatku harus mencicipi rasanya keterasingan, menjadi orang asing, menjadi sosok aneh yang tak lazim. Kadang, mereka memandangku sebelah mata, mentatap lama-lama, dan menganggapku sebagai manusia penebar murka. Meski memang tak semua, namun awalnya berat juga. Aku bahkan sempat menitikkan air mata.
Suatu kali ketika aku sedang berbelanja di pasar tradisional ala Eropa, aku telah menunggu dengan lama dan berusaha bertanya. Namun sang penjual tak mau menyapaku juga. Meski akhirnya aku dilayaninya, namun dipandangnya aku dengan mata tak suka. Kali lain, ketika aku dekat dengan anak-anak balita Belanda lantaran kerap menjaga mereka saat jam istirahat sekolah, orangtua-orangtua mereka sering menghunjamkan matanya padaku lama-lama. Pernah, anak bule ganteng berumur 5 tahun bernama Boaz, ketika papanya menjemput, dipamerkannya aku pada papanya dan disapanya aku dengan mesra. Ayahnya yang semula menatapku sekilas lalu segera membalikkan badannya. Dipandanginya aku dari ujung kaki sampai ujung kepala, hingga kemudian ia berlalu bersama anaknya. Sreet! Hatiku tergores seketika. Betapa hina aku dimatanya, hingga ia harus memelototi aku sedemikian rupa. Ah, sudahlah biarkan saja, tak kenal maka tak sayang begitu kan kata orang, hiburku mencoba menghapus goresan luka.
Continue reading “Being ‘Alien’”
Melahirkan, Pemadam Kebakaran pun Turun Tangan.
Sistem kesehatan di Belanda terkenal sangat rasional. Bagus memang dan patut dicontoh, tapi bagi yang belum terbiasa, pasti ngomel-ngomel, seakan-akan dokter sini cuek bebek banget, pasien udah dying ga dikasih obat, gitu deh kasarnya. Soal Rasional Use of Medicine (RUM) di Belanda, ceritanya panjang, kapan-kapan aku pengen nulis khusus untuk itu. Kali ini, aku mau tulis tentang pengalaman temanku saat melahirkan yang cukup unik. Aku pas denger sampe bengong hehe.
Continue reading “Melahirkan, Pemadam Kebakaran pun Turun Tangan.”
Pernikahan ala Belanda Yang..Ehm…
Sudah lebih dari 5 tahun aku tinggal di Belanda, tapi baru kali ini ada kesempatan diundang menghadiri pernikahan ala orang Belanda. B, teman sekantor suamiku, menikah dengan kekasihnya, E, yang juga orang Belanda. Kebetulan, pernikahan mereka digelar di gereja dekat rumah kami, hanya 5 menit jalan kaki. Sebetulnya, undangannya dua kali, yang pertama ceremonialnya jam dua hingga lima sore. Lalu party nya jam 9 malam hingga tengah malam.
Sejak jauh hari aku sudah bilang ke E,”Aku akan datang di acara yang siangnya aja ya, sebab, partynya terlalu malam buat anak-anakku.” Dan jam setengah satu siang hari, aku jemput anak-anak dari sekolah. Paginya, suamiku sudah minta ijin ke guru mereka di sekolah agar mereka diijinkan bersekolah setengah hari. Lalu menjelang jam dua siang, kami bergegas berjalan kaki menuju tempat acara.
Continue reading “Pernikahan ala Belanda Yang..Ehm…”