86.400 Kali Harus Berterimakasih Sama Allah Setiap Hari

Diskusi ayah dan anak sambil gulat, ditulis oleh ayah Ismail Fahmi, diedit dengan semena-mena oleh si emak.

Suatu hari setelah sholat maghrib terjadi dialog antara si bungsu dan ayahnya. Tapi berhubung si bungsu demen maen gulat dan ia mengaku sedang hiperaktif maka diajaklah ayahnya ngobrol sambil main gulat,”Yah Aik lagi hiperaktif , Aik mau gulat sama ayah!” Jadilah akhirnya dialog berlangsung sambil main gulat :)
Ciaat..ciaat..uugh! “Ayah harus jatuh! Hmmh…” Setelah memasang kuda-kuda…tubuh kecil Aik lalu berusaha keras mendorong tubuh ayahnya. Si ayah tak mau kalah…tangan-tangannya berusaha menahan tubuh Aik. Aik terus merongrong…hyaa…ggrh…Pergulatan berlangsung seru siapa yang jatuh duluan dialah yang kalah. “Ayah kalah..ayah kalah…!”Huh..hah..huh…Aik sekuat tenaga berusaha mendorong ayahnya lagi dan lagi ke tempat tidur. “Enggak ah..ayah masih bisa lawan…” sahut ayahnya. Hahaha..hihihi…Kadang Aik tergelak gelak karena si ayah sambil bergulat berusaha mengitiki perut Aik seliar liarnya. Jiaaat… Dez! Zplak! Deb! Phff… haah… “Ayah menaang!’ seru si ayah.” Aik yang menang!” Dua duanya rebutan merasa menang. Dan akhirnya keduanya pun tergelatak jatuh berpelukan kelelahan.
“Ayah, kenapa kita harus memuji Allah terus terusan, terlalu sering?” tanya Aik setelah lelahnya mereda.

“Terlalu sering gimana Ik?” tanya ayah balik.

“Kan setiap shalat kita bilang ‘Allahu Akbar’ terus doa-doa yang lain. Jadi setiap hari kita memuji Allaaah terus. Banyak sekali.”
“Memangnya kenapa?” tanya ayah lagi, yang ingin mengetahui isi kepala Aik sebelum memberi jawaban yang tepat.
“Ayah bilang, Aik ga boleh cerita-cerita kalau Aik pernah berbuat baik, pernah ini, pernah itu ke temen Aik. Biar Aik dibilang hebat. Biar Aik dipuji. Itu kan ga boleh kan.”
“Ndak boleh pamer maksud Aik?”
“Iya, itu maksud Aik,” jawab Aik sambil bangkit dan berusaha menggulat ayahnya lagi.”Ciaaat…ayah harus bangun lagi, harus gulat lagi sama Aik!” perintahnya.

“ Huh..hah..huh…Iya…Benar Ik… kita tidak boleh pamer kebaikan,” jawab si ayah sambil ngos-ngosan.”Terus hubungannya apa dengan terlalu banyak memuji Allah?” si ayah masih belum paham arah pertanyaan Aik. Jadi, musti menahan diri untuk tak langsung menjawab.
“Allah kan…Allah kan bilang ke manusia…hah ..huh…. kalau Dia…sudah berbuat baik banyak sekali buat manusia,” kata Aik sambil terus mendorong perut ayahnya. “Terus Dia menyuruh manusia sholat. Itu kan seperti gini..”Tiba-tiba Aik berhenti menggulati ayahnya. Ia lalu berdiri meletakkan tangan kirinya di pinggang dan tangan kanannya pun lalu diangkat sambil menunjuk-nunjuk ke ayah.

Dengan memasang gaya seperti bos yang sedang marah itu, Aik lalu bilang, “Allah itu seperti bilang gini ke manusia: ‘Hai manusia!”, suara AIk berubah tegas dengan mimic serius sambil tangan kanannya tetap menunjuk-nunjuk ke ayah.”Aku sudah menciptakan kamu. Sekarang kamu harus berterimakasih, harus sholat, harus banyak memuji Aku!’” lanjut Aik dengan wajah sok pongah
Ayah yang lagi terlentang di bawah Aik langsung ketawa ngakak, “Hahaha… Aik…Aik…Aik pinter sekali berakting. Oh itu maksud Aik. Allah menyuruh manusia memuji Dia karena Allah sudah menciptakan manusia.”
“Iya,” balas Aik segera.”Itu kan seperti gini .. Aik kasih kado ulang tahun ke Robin (sobat bulenya, red). Tapi Aik minta Robin bilang ‘terimakasih.. terimakasih…terimakasiiih’ terus setiap Robin ketemu Aik. Kan Aik ngasihnya sekali, ya cukup sekali dong bilang terimakasihnya,” Aik mencoba menjelaskan maksudnya dengan analogi yang pas.
“Oh itu. Jadi menurut Aik, Allah hanya sekali menaruh Aik di rahim bunda, dan sekali melahirkan Aik. Jadi harusnya hanya sekali saja Aik berterimakasih dan memuji Allah.” Ayah mesam mesem sambil mbatin bahasa lainnya tuh sebenernya Aik mau bilang gini kali ya,”Allah tuh ya, mentang-mentang udah menciptakan aku sekali tapi koq minta dibilang terimakasihnya terus-terusan sih,” hehe
“Iya, gitu Ayah!”sahut Aik

“Hmm.. sekarang ayah ngerti. Jadi menurut Aik, setelah Allah melahirkan Aik lewat bunda, Allah tidak melakukan apa-apa kepada Aik?”
“Iya,” jawab Aik.

Ayah kemudian duduk lalu mencoba menjelaskan lebih lanjut.
“Sekarang coba lihat darah yang mengalir dalam tubuh Aik. Darah kan bikin Aik bisa tetap hidup. Nah, siapa yang mengalirkan darah itu Ik?”
“Aik ga bisa lihat darah Aik!” protesnya
“Oke…kalau gitu sekarang coba rasakan denyut jantung Aik. Siapa yang bikin jantung tetap hidup, berdenyut, memompa darah ke seluruh tubuh?” Ayah lalu memegang tangan Aik dan membawa tangan itu menekan dadanya biar Aik bisa merasakan denyut jantungnya sendiri.
“Otak,” jawab Aik segera. Aik memang sudah belajar di sekolah bahwa otaklah yang menjadi pusat kontrol tumbuh.
“Terus siapa yang bikin otak tetap hidup?”lanjut ayah.
“Otak sendiri,” jawab Aik mulai ngasal.

“Iya kah Ik? Tahu ndak Aik, 5 detik saja otak ndak dapat oksigen dari jantung lewat darah, itu otak langsung rusak Ik. Bisa mati kita. Hanya 5 detik, Ik…! Ndak pake lama. Jadi otak sangat tergantung sama oksigen dari jantung.”
Aik diam.

Nah sudah mulai masuk nih, pikir si ayah.“Jadi, mustinya ada ‘sesuatu’ yang di luar otak dan jantung yang bikin mereka semua bisa tetap hidup kan Ik,” lanjut ayah.
Ternyata diamnya Aik rupanya berpikir keras. Pertanyaannya pun lalu berlanjut .
“Mm…Kalau Allah terus terusan mengurusi manusia, berarti Allah sibuk sekali dong Yah. Berarti mata Allah ada banyak sekali, ada 7 milyar (jumlah manusia di dunia, red)!”

Rupanya Aik tahu kalau Ayah pasti akan bilang bahwa yang mengatur itu semua Allah. Tapi, ada hal yang ndak masuk di akal dia. Gimana Allah bisa mengurusi semua manusia sebanyak itu. Jadilah dia bilang mata Allah ada 7 milliar hehe, tapi bener juga kan logikanya.
“Yup..Aik pinter, benar sekali! “ jawab Ayah. “Allah itu super-duper sibuk. Dia ndak hanya mengurusi manusia, tetapi juga semua binatang, mulai dari yang kecil-kecil seperti bakteri, semut, gajah, sampe alam semesta, matahari, planet, bintang… semua diurusi oleh Allah. Kalau ndak bisa ngurusi semua itu, ya jangan minta dibilang itu Tuhan. Jadi Tuhan itu harus hebat. Super hebat!”

Aik ndengerin Ayah sambil terus menggulati ayah lagi. Ciaat! Dez! Zplak! Aik berusaha mengalahkan ayah yang memang lagi mengalah karena mikirin jawaban yang pas buat Aik hehehe…
Sepertinya pemahaman tentang Allah, satu Allah, yang bisa mengurusi semua itu masih belum klop dalam logika Aik. Ayah harus ngasih analogi yang mudah dia pahami. Sesuatu yang dekat dengan dia. Apa ya.. pikir ayah. Cring…cring…Oh iya… Lego Mindstorms! Ayah pun dapat ide.

“Ik, coba Aik lihat lego Mindstorms yang Aik bikin,” Ayah menghentikan gulatnya dan meminta Aik mengambil lego yang baru dibuatnya, Lego robot yang bisa jalan sendiri kalau ada baterenya.
Aik pun segera mencari legonya lalu duduk di depan ayah.
“Nah gimana Lego ini bisa jalan sendiri Ik?” tanya Ayah.
“Karena Aik kan bikin program dan kasih batere. Terus Aik biarin, terus dia jalan sendiri deh,” jawab Aik.
“Bagus. Nah terus kalau baterenya habis gimana? Setiap hari kan baterenya habis?”
“Ya.. Aik ganti baterenya,” jawab Aik.
“Betul. Jadi setelah Aik bikin si Lego, Aik masih harus mengurusi Lego itu kan, biar Legonya bisa tetap jalan. Aik setiap hari harus mengecek baterenya, apakah masih ada isinya. Kalau habis, Aik harus ngecharge batere, dan naruh lagi ke Lego. Kalau Aik biarin, ya Legonya ndak jalan lagi, ya kan?” Ayah menjelaskan sambil pegang-pegang lego Aik.
“Iya,” kata Aik.
“Persis! Seperti itu juga dengan Allah dan manusia Ik. Setelah Allah menciptakan Aik lalu Aik dilahirkan lewat bunda, Allah tidak diam. Allah selalu sibuk. Allah mastiin jantung Aik selalu berdenyut, setiap saat, biar bisa mengalirkan darah, bisa memberi oksigen ke otak. Allah mau, jangan sampai sedetik pun otak Aik ndak dapat oksigen. Luar biasa sibuk Allah itu.”

Aik diam tampaknya mulai paham.
“Jadi, berapa kali harusnya kita berterimakasih dan memuji Allah setiap hari Ik?” Tanya ayah.
Eh tak tahunya, Aik tiba-tiba malah panggil mba lala.
“ Mbak Lala, pinjem kalkulator!” Hee..si ayah pun bingung, kalkulator? Buat apa Aik pake pinjem kalkulator segala?
“Aku pake iPhonenya! Buat apa?” jawab Lala yang lagi main iPhone di pinggir ayah dan Aik.
“Yah, berapa 60 dikali 60 dikali 24?” tanya Aik segera.
“60 x 60 sama dengan 3600. Terus dikali 24. Untuk apa Ik?” Ayah menjawab sambil bingung belum ngerti arah pembicaraan Aik.
“Kan setiap detik Allah sibuk bikin jantung Aik tetap hidup kan.”
“Oh.. itu maksud Aik. Cerdas!” Ayah sendiri malah ndak kepikiran ke sana. Jadi maksudnya Aik 60 detik dikali 60 menit (satu jam) dikali 24 (satu hari 24 jam).
“Ini… jawabnya 86400,” Lala menyela.

“Hmm iya, segitu..berarti 86400 kali Aik harus berterimakasih sama Allah setiap hari,” kata Aik serius.
“Wah pinter! Ya betul sekali! Jadi setiap detik ya kita harus berterimakasih kepada Allah?” Ayah konfirmasi ke Aik.
“Iya,.. wow…!” Aik malah menjawab sendiri dan surprise sendiri.
“Jadi sebenarnya cukup ndak kalau kita berterimakasih hanya pas sholat 5 kali sehari?” tanya ayah.
Aik menggeleng,“Ndak cukup.”
“Iya betul sekali.. itu ndak cukup sayang. Jadi sekarang Aik mengerti kan kenapa kita harus banyak memuji Allah?”
“Iyaaaaaaa,” kata Aik puas.
“Ayaah, aku laper,” sela Lala.
“Wah iya, sudah jam 8.30 malam. Kita ngobrol terlalu lama. Ayah belum masak untuk makan malam. Ok, yuk ke bawah, ayah masak, anak-bantu ya..” ajak ayah.

Phff….Alhamdulillah akhirnya kehausan Aik terjawab juga…batin ayah lega. Kalau anak-anak bertanya, kadang memang sering butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan dialog meski jawabannya simple (menurut kita, red). Ayah selalu mecoba mengetahui dulu apa yang ada di dalam pikiran mereka, lalu mengajak mereka berwisata pikiran, memperlihatkan ini itu melalui analogi dan logika, meminta mereka berpikir kalau bisa dipikirkan, atau merasakan kalau hanya bisa dirasakan. Dan akhirnya, ayah mengusahakan agar mereka sendiri yang menilai dan mengambil kesimpulan akhir. Tak selamanya bisa begitu, namun sebisa mungkin diusahakan.

Yang menarik dengan cara ini, kita bisa melihat sisi pandang yang original, fresh, lugu, cerdas, dan lain-lain yang tak pernah kita pikirkan dan bayangkan. Itu semua karena sebenarnya anak-anak masih begitu suci dan bicara dengan suara hati, suara Allah. Kita jadi belajar hal-hal baru dari mereka dan syukurnya kehausan mereka pun sering terjawab. Tinggal di negeri orang yang tak berTuhan dengan teman-teman yang ga pernah mikir Tuhan, sangat gampang menjadikan seorang anak untuk jadi atheis. Ngeri kan. Karena itu menjawab kehausan anak soal Tuhan ini menjadi peer yang sangat penting. Selain itu dengan dialog seperti ini semoga bisa menjadikan mereka bukan hanya sekedar beragama karena terpaksa ikut orangtua, tapi semoga kelak mereka bisa menjadi pencinta Tuhan yang sejati.