Wuih pagi ini betul-betul pagi yang melelahkan!. Setiap hari Selasa, tak cuma Lala yang sekolah tapi juga Malik, jadi kerepotan bertambah. Beberapa minggu ini Lala sudah jarang terlambat sekolah lagi karena aku dan ayah sudah menemukan rumus baru. Rumusnya adalah, tak perlu masak pagi, cukup menghangatkan masakan sore. Dulu aku memasak pagi agar aku mau tak mau bisa bangun lebih pagi. Tapi ternyata, lebih enak bangun pagi diisi dengan kegiatan lain, bukan memasak. Aku jadi bisa membantu ayah menyiapkan anak-anak, dan anak-anak tak terlambat sekolah lagi.
Tapi pagi ini, Lala membuat kehebohan, masalahnya sepele, hanya gara-gara bondu! Padahal aku sudah berusaha untuk bisa sesabar mungkin menghadapi ulahnya. Aku betul-betul menahan gejolak di hati yang rasanya sudah memuncak, ingin memarahi lala. Aku berusaha tahan dan tahan terus sehingga suaraku tetap lembut dan sabar, sampai-sampai ayah memuji aku cie :-). Ternyata hasilnya, Lala malah bolos sekolah he he. Ya… memang beginilah resiko jadi orangtua yang tak ingin otoriter. Namun, aku jadi tau bagaimana cara menangani kemarahan Lala supaya tak berlarut-larut. Lala juga jadi belajar, ternyata ada resiko yang harus dia bayar ketika berulah seperti itu.Sejak dia mulai banyak bicara, mungkin saat usianya 2 tahun, setiap marah, lala pasti ngomel. Omelan nya panjaaaang sekali sampai membuat panas telinga. Kalau kondisi sedang normal, aku bisa sabar menghadapinya. Tapi kalau sedang dalam kondisi darurat dan dia tetep marah serta ngomel seperti itu, siapa yang tahan? Dulu waktu di Bandung, aku dibantu banyak orang, jadi aku jarang meledak sewaktu menghadapi tingkahnya. Tapi sejak disini, setiap pagi sebelum sekolah selalu terjadi ‘perseteruan’ antara aku dan suamiku melawan Lala he he. Akibatnya, hampir tiap pagi lala pasti terlambat sekolah.
Alhamdulillah, setelah kesadaran baru itu datang (Kasus telinga Lala dan juga tragedi Aceh), aku mulai bisa menahan diri lagi. Aku dan ayah mencari strategi supaya pagi bisa dilalui dengan aman dan damai. Beberapa minggu ini sudah cukup menuai sukses, sampai hari ini, ya hanya gara-gara si bondu!.
Kemarin aku memang membelikannya bondu karena sudah kadung janji. Sejak memakai baju pagi tadi, Lala sudah mematut-matut diri di depan cermin memasang bondunya. Ah ya aku lupa, dulu juga waktu di Bandung, bondu selalu bikin perkara. Lala selalu ingin rambutnya rapih, tak ada yang rusak ketika memakai bondu. Dia pasti nangis dan marah kalau rambutnya rusak sedikit. Itu juga yang terjadi tadi pagi. Setiap ayah dan aku menyuruhnya mempercepat gerakannya, Lala marah dan ngomel. Sarapan pagi hampir tak disentuhnya.
“Lala, dimakan yuk sayang, supaya Lala nggak terlambat”
“Iya, tapi Lala kan mau pake bondu bun, kalo lala nggak pake bondu berarti lala melanggar janji”
“Oke, Lala pake bondunya snel (cepat) ya sayang, liat tuh jamnya udah jam setengah sembilan”
Eh… Lala malah marah “Bunda! Lala nggak nggak mau pake bondu, lala nggak mau sekolah, lala nggak mau nonton tv, Lala mau melanggar janji aja, kalo lala …bla…bla bla…”
“Lala sayang, jadi lala maunya apa nak?” aku berusaha bicara selembut mungkin sambil menahan kesal.
“ihik…ihik…Lala mau pake bondu tapi lala juga mau sekolah, kalo Lala nggak sekolah…bla…bla…bla…” Lala tetap ngomel panjang sambil merengek-rengek, aku sampai lupa dia bicara apa saja tadi.
Sampai pukul setengah sembilan lewat, Lala tetep seperti itu, begini salah, begitu salah. Aku tetap berusaha sabar, tarik ulur memenuhi keinginannya. Ternyata, sampai di tangga keluar rumah pun Lala masih seperti itu. Karena sudah sangat terlambat, ayah langsung ambil tindakan “Maafin ayah ya la, lala udah terlambat, lala harus sekolah!” kata ayah sambil menggendong Lala ke kereta sepeda.
Tentu saja Lala menangis keras sambil meronta-ronta dan sambil tetap ngomel “Hua…hua…memangnya Lala ini anak yang nggak baik, melanggar janji, bukan, Lala ini anak baik huaa..huaa…bla…bla..bla…”
Ya, menurut Lala, Lala sudah janji, ayah bunda juga sudah janji membolehkan lala memakai bondu. Jadi ketika dia tidak bisa memakainya, dia sebut itu sebagai pelanggaran janji. Aku selalu berkata padanya, bahwa anak yang baik tidak boleh melanggar janji, dan itulah akibatnya ketika dia marah, bingung, semua serba salah, dia selalu menghubung-hubungkan melanggar janji dengan anak yang tak baik.
Hmmh lega, baru saja aku masuk kamar menarik napas panjang, menghilangkan sisa-sisa kesal. Eh… ada suara bel pintu. Wah pasti Lala ngamuk tak mau sekolah nih. Ya ternyata, Lala memang masih menangis meraung-raung, tapi masalah utama, Lala sudah sangat terlambat pergi sekolah, kereta sepeda rusak pula. Jadi akhirnya ayah putuskan supaya Lala bolos saja, hanya Aik yang sekolah.
Ya sudah, akhirnya, aku gendong Lala ke atas. Nafas nya sudah sesenggukan karena kelamaan menangis, tapi ngomelnya…teteep. Aku peluk dia, aku katakan padanya “Lala, bunda ingin Lala ilangin marahnya Lala dulu ya, kita tarik napas sama-sama supaya marah lala betul-betul hilang, habis itu baru kita bicara oke…” “Hua…tapi bunda, ini bondunya Lala, Lala nggak mau dibuang huaa…hiks…hiks” katanya sambil sesenggukan. “Iya sayang, kita bicara nanti ya,sekarang kita diem dulu ya, tarik napas pelan-pelan” “Hiks…hiks…bunda… boleh nggak Lala rusakin aja bondunya huaa”…tangis nya lagi. “Lala, bunda jawabnya nanti ya sayang, sekarang kita diem dulu, kita minta sama Allah supaya marah nya lala ilang oke…”
Sambil memeluknya, aku bantu dia untuk mengatur nafasnya dan memintanya untuk tidak bicara apapun sampai marahnya betul-betul hilang. Beberapa menit kemudian, dia sudah mulai bisa tersenyum.
“Bunda, boleh nggak Lala nonton TV satu jam”
“Boleh sayang, tapi marahnya Lala harus hilang dulu, udah ilang betul belum?”
“Udah…”
“Oke kalo gitu kita bicara dulu sebentar ya, Lala mau?”
“Iya bun”
“Lala tau kenapa Lala hari ini bolos sekolah?”
“Iya karena Lala nangis”
“Lala tau kenapa tadi Lala nangis?”
“Iya karena Lala pengen pake bondu”
“Lala sekarang udah tau kan akibatnya kalo lala marah dan nangis seperti tadi, Lala jadi rugi, nggak bisa sekolah, jadi nanti, besok-besok lala mau gimana?”
“Lala nggak mau pake bondu lagi bun ke sekolah, dirumah aja”
“Kalo Lala pengen pake ke sekolah terus rambut lala rusak sedikit lala mau marah?”
“Enggak, Lala nggak akan marah, nggak papa rusak sedikit, lala nggak akan marah lagi”
“Lala, Lala anak baik, lala nggak melanggar janji, sekali-kali kita boleh salah koq la, sekali-kali kita boleh melanggar janji, asal nggak disengaja”
“Iya bun”..
Hmh…akhirnya, beres juga walaupun harus berkorban bolos sekolah. Ya untukku, tak ada yang perlu disesali dari setiap kejadian apapun. Tadi mungkin aku salah karena terlalu lama tarik ulur mengikuti kemauannya. Padahal, kondisi sudah darurat. Sekarang aku tahu cara nya, ketika dia sudah mulai marah, mestinya aku langsung peluk dia, hilangkan marahnya dulu, itu yang penting. Setelah marahnya hilang, perasaan dia sudah enak, baru kami bisa buat kesepakatan. Mana mungkin dia bisa sekolah dengan tenang kalau hatinya kesal, begitu juga dengan orang dewasa kan. Ya ya… perasaan memang tak boleh diabaikan, sangat penting. Mudah-mudahan ketika Lala marah dalam kondisi darurat, aku bisa mengatasinya dengan lebih cepat nantinya…
Comments are closed.