‘Sakau’ Mudik

Mudik? Katanya sudah tradisi
Mudik? Apanya yang asyik?
Mudik ? Bikin orang pada sakit!
Sakit karena pengeluaran nggak sedikit
Sakit karena di jalan terhimpit-himpit

Tapi kenapa mudik seperti ganja?
Candunya tak mengenal usia dan kasta
Demi mudik banyak orang mendadak gila
“Mobil baru neh, bakal mudik,” kata si kaya
“Ngutang dikit, bakal beli bensin,” kata orang biasa
“Aku, di atap kereta ndak apa,”kata orang tak punya

Hey! Kemana akal mereka?
Sehingga rela melakukan apa saja!
Demi mudik yang tak seberapa
Apa gunanya?
Apa maunya?

Gila! Mungkin memang gila
Tapi semua itu fakta!
Dan aku tak ingin seperti mereka
Ah masa? Angin pun tak kan percaya!
Memangnya kenapa kalau menjadi seperti mereka?

Duhai Mudik, kenapa kau bikin addict?
Seperti ganja, ya seperti ganja!
Satu dua lebaran masih biasa saja
Tapi tiga? Ugh!…diubun-ubun rasanya
Karenamu, aku ‘sakau’ menahan rindu!

Oooh Mudik… mahkluk apa gerangan dirimu?!

Groningen, Menjelang hari Fitri, 21 Oktober 2006
‘Sakau’ memang asoy! Gara-gara dah tiga lebaran nggak pulang hiks…

Mohon maaf lahir batin buat semua…
Selamat lebaran yaaa….:-)

“Ah Dia…”

Aku kelelahan baru pulang dari Almere. Aku dan keluargaku baru tiba dirumah pukul 23.00. Wuih capeknya luar biasa karena kami pergi dari subuh tadi. Apalagi semalam aku kurang tidur, hanya tidur 2 jam saja! Mau langsung tidur? Wah jelas tak bisa. Malam ini aku dan teman-temanku harus memulai acara seminar online WRM yang ke-5. Masalahnya aku belum persiapkan sama sekali. Alhasil, setelah membacakan buku untuk Malik dan mengantarkan anak-anakku tidur, aku harus duduk dulu di depan kompi untuk mempersiapkan bagian yang harus aku posting.

Nol-nol lewat 5 menit. Tiba-tiba ada kiriman hall mark masuk ke inboxku. Dari siapa? Hmm…dari siapa lagi kalau bukan dari dia. Buat apa tengah malam kirim hall mark? Buat apa ya?

Ah dia, membuka kirimannya, lelahku menjelma menjadi air mata. Air mata syukur dan cinta…

Ah dia, selalu saja sama. Membuat terimakasihku tak pernah berhenti terucap untuknya…

Ah dia, pesannya begitu indah kubaca, begini bunyinya:

Ah dia, selalu membuat doa yang sama, demi cinta yang terbina. Semoga Allah mengabulkan semuanya….

Tujuh Tahun Berlalu

17 November 2005

Tujuh tahun yang lalu, kau pinang aku dengan sepenuh rasa. Cinta, haru, lega, syukur, dan entah apa. Seperti tanggul yang lepas, sedu sedanmu kala itu tak tertahan, tumpah. Pertanda betapa beban itu sirna dan berubah menjadi luapan bahagia.

Kekasihku, kau dicipta untuk mengajari aku mengurai duka menjadi suka, dan juga sebaliknya. Lihatlah, betapa sejak kau ikrarkan cinta, sejoli duka dan suka pun kian lekat menemani kita. Kekasihku, kau dicipta untuk membantu aku mengepak bersama. Terbang tinggi ke nirwana mencari sang pencipta. Lihatlah, bersamamu, pencarian itu menjadi kian bermakna. Semoga saja akan bertemu akhirnya.
Continue reading “Tujuh Tahun Berlalu”