“Setangguh apapun seseorang membentengi dirinya dengan waspada dan kehati-hatian, sesekali luka pasti datang berkunjung, entah fisik maupun psikis. Tapi sesungguhnya, luka membawa permata, bila manusia bisa menemukannya.” begitu tutur Gede Prama dalam sebuah bukunya.
Bukan hidup namanya kalau tak berpelangi. Selagi senyum tersungging di pintu dapur, sang tangis telah menanti di kamar tidur. Saat duka kian melanda di ruang tamu, bahagia telah menunggu di ujung ruang lainnya.
Hidupku pun dipenuhi pelangi. Bahagia selalu ada, duka pun tak bisa kutolak. Sekuat apapun aku berusaha menghindar, luka tetap datang menghampiriku. Bisakah aku menemukan permata? Luka selalu membawa tangis dan air mata, yang tak kunjung sirna. Luka begitu pedih, perih, nyeri, dan sakit sekali. Namun semua luka adalah pupuk bagi jiwa. Pupuk tak pernah indah, kotoran pembuatnya. Semakin sering diberi pupuk, kian suburlah pohon jiwa.
Pupuk membuat pohon berbuah manis, begitu pula adanya permata. Permata bukanlah barang yang bisa dibeli dengan tangan hampa. Ada harga yang harus dibayar dari sebuah permata. Luka-lah bayarannya.
Terima semua luka, syukuri keberadaannya, ikhlaskan dia, karena dengannya bathin ini menjadi kaya, permata menghampirinya.
“Aku terima semua luka ini ya Allah, sebagai pupuk bagi jiwa. Kuatkan aku menerimanya. Semoga, kugenggam juga sang permata, suatu hari nanti…”