“Bunda, Aik mau ngambil satuuuu aja mainan,” kata Aik merayu. Biasa deh Aik kalo lagi makan pasti nggak bisa diem, maunya bawa mainan, atau pergi kesana kemari. “Oke, afspraak (kesepakatan) ya hanya satu,” jawabku. Aku mulai kesel liat Aik yang nggak pernah bisa duduk manis kalo makan. Dan Aik langsung ngacir. Tunggu punya tunggu, lama bener Aik ngambil mainan di tempat lego. Malah kedengaran suara keletak keletuk, Aik lagi pasang-pasang lego. Eeh malah maen dia, padahal jam udah hampir 8.30 pagi, dah bener-bener hampir terlambat. Mulailah sabarku nguap. “Aik, nanti terlambat ke sekolah, ayo duduk, habisin makannya!” kataku sambil berusaha banget nahan bete.Dah lumayan tuh nggak pake teriak keras-keras, cuma emang judes sih dan pake gaya merintah tentu aja.
Continue reading “Kambing Hitamnya si Kesel”
“Pencarian Tuhan ala Bocahâ€
“Allah itu dibikin dari apa Bun?†tanya Malik polos. Jujur, saat itu saya bingung menjawab pertanyaannya. Semalam saya tak bisa tidur. Iseng-iseng, saya membuka kembali catatan harian tentang perkembangan spiritual anak-anak saya. Saya jadi teringat, tiga bulan lalu, Malik, putra saya yang berusia 4,5 tahun, memang sedang gandrung dengan pertanyaan seputar Allah. Karena bingung, saya balik bertanya,â€Menurut Aik, Allah dibikin dari apa?†Tanpa ragu, ia seketika menjawab,â€Dari angin Bun.â€
Wow dari angin? Saya kaget dengan jawabannya. Tapi saya dan suami meyakini bahwa anak-anak adalah makhluk spiritual. Kami sepakat untuk berusaha memberikan kebebasan berpikir dan membuat mereka tak terkekang dogma. Kami yakin imajinasinya tak perlu dihambat, hanya perlu diarahkan hingga akhirnya ia bisa menemukan sendiri jawabannya. Jadi, jawaban Malik saat itu saya biarkan saja. Saya hanya balas bertanya,â€Kenapa Allah terbuat dari angin Ik?†“Karena Angin nggak keliatan Bun, Allah juga nggak keliatan,†balas Malik. Hmm…alasannya memang logis, pikir saya. Tapi karena saya sedang repot, diskusi kami saat itu terhenti. Saya katakan padanya untuk bertanya lain hari pada ayahnya.
Continue reading ““Pencarian Tuhan ala Bocah—
Mau Pipisin Bunda
Gambar Aik sedang nangis karena berbuat salah kepada Bunda. Aik sayang bunda. Bunda sayang Aik.
“Aik mau pipisin Bunda!” kata Aik sambil betul-betul mengeluarkan kemaluannya di depanku. Aku terhenyak. “Aik!” Sentakku. Ya Allah, kenapa anakku sangat tidak sopan begini. Apakah aku telah gagal menjadi seorang ibu yang baik? Sesak merayapi dadaku. Dan api mulai menyala di hatiku. Mendadak kisah Malin kundang pun berkelebat dalam kepalaku. Panas api itu semakin membakar rasanya. Kucoba untuk menahan diri. Tak kukeluarkan sepatah kata pun. Aku tak ingin menodai keberhasilanku. Aku sudah cukup sukses menghadapi Lala. Setelah kesadaran baru dari mbak Neno, seingatku aku tak pernah lagi memarahi Lala. Haruskah kini aku mendapatkan ‘mangsa’ baru? Continue reading “Mau Pipisin Bunda”