Anak-anakmu bukanlah Anak-anakmu

Kemarin pagi-pagi pas mau berangkat sekolah Aik sms aku,”Bunda, gigi Aik lepas! Jang atas!” tulisnya di sms (Berhubung gede di Belanda, jadilah Aik lebih familiar dengan ejaan J Belanda untuk Y). Aku penasaran kan, jadi malamnya aku telpon lah mereka. Aik pun dengan semangat memamerkan dua area gigi taringnya yang sekarang bolong. “Difoto ya Ik, buat kenang-kenangan,”kataku.

Aik juga semangat cerita tentang sekolahnya, tentang main lego sama Robin, happy di sekolah, mau nabung buat beli lego koleksi lain lagi, dan macem-macem. Sebelum libur winter lalu, karena core course ku padat banget, biasanya aku seminggu sekali telpon. Awal kedatangan sih tiap hari aku telpon, tapi lama-lama anak-anak pada bosen, ya wes akhirnya seminggu sekali, tiap weekend aku baru telpon.
Continue reading “Anak-anakmu bukanlah Anak-anakmu”

Malik Menjelang Sembilan Tahun

Waktu aku masih di Berlin beberapa bulan lalu, dan ada pembagian raport serta laporan dari gurunya Malik, aku sempat dibuat senang sekaligus sedih. Ternyata ga cuma si sulung, si bungsu juga setelah di tes ini itu, kapasitas otaknya ga jauh beda sama kakaknya. Jadi anak dua itu masuk kelompok gifted dan diberi tambahan di sekolah. Karena itu lah 2 tahun lalu aku bermasalah dengan Malik, rupanya ada yang jomplang juga antara kognitif dan emosi. Kadang-kadang kalau lagi kesel gimana nanganin anak ini, aku suka bilang ke suamiku,”Duuh padahal kita tuh jadi orangtua udah berusaha sabaar dan baeek banget sama anak-anak ya Yah, tapi koq mereka kaya gitu sih. Di omongin dikit aja langsung sensi setengah mati, ngambek deelel deelel. Coba anaknya si A atau B yang easy going. Bapaknya galaknya minta ampun dimarahin segala macem, anaknya tetep fine-fine aja.” Tapi seperti biasa deh suamiku selalu ngingetin bahwa memang kita betul-betul ga boleh banding-bandingin anak, setiap anak bener-bener lain, harus disyukuri semuanya.
Continue reading “Malik Menjelang Sembilan Tahun”

Lala Sebelas Tahun

Ga kerasa banget ya waktu berlalu, gadisku udah 11 tahun, desember lalu. Kalau Lala, makin tambah usia makin pinter, masalah sudah jauh berkurang, tinggal komunikasi aja paling. Lala cenderung jarang ngomong, sekalinya kasih komen atau ketawa kadang suka lebay dan Cuma tanya kenapa dan apa aja. Kakak-kakak yang kos bilang lala tuh ‘cool beauty’ karena emang irit bener ngomongnya he.
Continue reading “Lala Sebelas Tahun”

Rasanya Berjauhan

Lebaran di Berlin cukup membuatku terhibur karena aku dikelilingi oleh teman-teman baikku dan juga makan-makanan enak hari Raya dari berbagai open house tentu saja. Dan pertanyaan yang kerap muncul adalah,”Gimana kamu sedih ga, dan gimana Ismail dan anak-anak, ga sedih ditinggal ibunya?” Aku hanya menangis ketika sedang sholat Ied, sewaktu pak Ustad membaca alfathihah dan surah. Suaranya yang merdu mendayu membuat hatiku meleleh, terharu dan membuatku juga ingat suami dan anak-anakku. Hatiku juga mengharu biru, ketika pertama kali bisa konek internet setelah berhari-hari hanya bisa sms-an, lalu melihat wajah-wajah orang yang kucintai itu lewat webcam. Setelah itu Alhamdulillah aku baik-baik saja, anak-anak dan suamiku juga begitu. Tampaknya kami semua memang sudah cukup siap dengan perpisahan ini. Anak-anakku yang selalu kuceritakan dan tahu bagaimana perjuanganku, ditambah karena sejak berbulan-bulan lalu sudah kutiup-tiupkan di telinga mereka bahwa nanti aku akan pergi sejanak, sepertinya membuat mereka jadi betul-betul siap.
Continue reading “Rasanya Berjauhan”