“Menanamkan Jiwa Wirausaha, Bikin Matre?”

“Wah ternyata Ibu Stephen King suka membeli karya-karya King kecil dengan sejumlah uang! Bagus nih, pasti ibunya ingin King punya jiwa enterpreneur (wirausaha).” Suamiku menceritakan secuil hasil bacaannya dari buku ‘Stephen King on Writing’. Ah ya, cocok dengan kata-kata Aa Gym yang aku baca dari sebuah artikel di koran Pikiran Rakyat (3 April 2005). “Didiklah anak-anak agar memiliki jiwa wirausaha. Kalau perlu, gaji lah mereka untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Orangtua juga perlu terus membangun kemampuan berhemat anak serta kemampuan untuk tidak meremehkan jerih payah orang lain. Kalau anak-anak sudah tahu kepahitan cari uang, maka mereka akan menjadi pejuang yang tangguh dalam hidup ini.”
Continue reading ““Menanamkan Jiwa Wirausaha, Bikin Matre?””

Mau Pipisin Bunda

Gambar bikinan Malik
Gambar bikinan Malik

Gambar Aik sedang nangis karena berbuat salah kepada Bunda. Aik sayang bunda. Bunda sayang Aik.

“Aik mau pipisin Bunda!” kata Aik sambil betul-betul mengeluarkan kemaluannya di depanku. Aku terhenyak. “Aik!” Sentakku. Ya Allah, kenapa anakku sangat tidak sopan begini. Apakah aku telah gagal menjadi seorang ibu yang baik? Sesak merayapi dadaku. Dan api mulai menyala di hatiku. Mendadak kisah Malin kundang pun berkelebat dalam kepalaku. Panas api itu semakin membakar rasanya. Kucoba untuk menahan diri. Tak kukeluarkan sepatah kata pun. Aku tak ingin menodai keberhasilanku. Aku sudah cukup sukses menghadapi Lala. Setelah kesadaran baru dari mbak Neno, seingatku aku tak pernah lagi memarahi Lala. Haruskah kini aku mendapatkan ‘mangsa’ baru? Continue reading “Mau Pipisin Bunda”

Bincang-bincang dengan Halla

“Bukan hanya laki-laki dengan perempuan yang boleh menikah Ma. Laki-laki boleh menikah dengan laki-laki dan perempuan juga boleh menikah dengan perempuan. Juf (ibu guru) ku bilang begitu.” Waks! Mendengarnya Haila terhenyak. Rangkaian kalimat itu keluar dari bibir mungil putranya yang berusia 5 tahun.

Haila berkunjung ke rumahku kemarin. Aladin dan Firash putranya adalah teman sekelas Lala dan Malik. Selepas sekolah, pukul 12.00 kami langsung berjalan bersama menuju rumahku. Haila tak bisa naik sepeda,”Ik ben bang (aku takut),” katanya. Karena itu lah, kami berjalan dari sekolah ke rumah. Kami berbicara banyak hal. Lumayan, sekalian memperlancar bahasa Belandaku. Haila tak bisa berbahasa Inggris. Jadi mau tak mau aku harus berbicara selalu dalam bahasa Belanda.
Continue reading “Bincang-bincang dengan Halla”

Kenapa Buka Kerudung?

Perempuan itu cantik, secantik perempuan padang pasir lainnya. Lipstik dan eye shadow berwarna senada menghias wajahnya. Anting-anting besar yang menggelantung ditelinganya, semakin membuat ia terlihat menawan. Ia berasal dari Irak, negara muslim. Namun mengapa rambut coklat bergelombang miliknya ia biarkan tampak? Tak ada penutup kepala disana. Ah itu biasa. Disini, aku sering berjumpa dengan pendatang perempuan asal Iran, Irak, Turki, Maroko yang tak lagi berkerudung. Padahal di negaranya hijab itu selalu mereka pakai. Kenapa ya? Pertanyaan itu sering mampir di kepalaku. Tapi kesempatan untuk berdialog dengan mereka belum kesampaian, hingga hari kemarin.
Continue reading “Kenapa Buka Kerudung?”