Acara ulang tahun anak-anakku usai sudah. Hmh…lega dan puas rasanya. Usaha keras yang aku lakukan selama seminggu terbayar sudah. Hari minggu ini menjadi hari kami untuk bermalas-malasan setelah acara pesta kecil-kecilan semalam. Anak-anak terbangun, aku dan suamiku masih ingin berduaan, tak ingin diganggu. Mereka kami perbolehkan menonton TV seperti biasa. Setelah 2 jam, aku memanggil Lala untuk mematikan TV. “Lalaa…sudah 2 jam sayang, matiin TVnya yaa…”. Tapi, tak ada jawaban. Aku panggil sekali lagi, tetap tak ada jawaban. Aku mulai kesal. Kupanggil lebih keras lagi, tak ada jawaban juga, tapi terdengar suara TV dimatikan.
Aku dan suamiku kesal sekali melihat tingkah Lala beberapa hari ini yang tak pernah menjawab ketika dipanggil. Kami khawatir terjadi sesuatu dengan telinganya. Sudah beberapa hari ini ayah selalu ‘mengancam’ Lala bahwa dokter akan melakukan operasi kecil pada telinga Lala bila Lala selalu tidak menjawab pertanyaan kami. Awalnya aku tidak setuju, apa bedanya dengan mengancam. Tapi menurut ayah, kami hanya mengatakan apa yang dianjurkan dokter. Jadi itulah yang selama beberapa hari ini kami lakukan padanya. Ternyata… anak-anak memang tak pernah salah, kamilah orangtuanya yang telah melakukan kesalahan. Alhamdulillah kami segera ditegur Allah, dan diberiNya kami kesadaran baru.Karena masih kelelahan, hari minggu ini, aku dan suamiku jadi lebih sering lagi meninggikan suara karena kesal pada anak-anak. Entah kenapa, suamiku yang biasanya lebih sabar dari aku, menjadi tertular. Aku ingat betul , sejak 3 hari ini lah aku jadi sering marah-marah. Selain karena PMS, membuat kue tanpa ayah, juga karena kecapaian belanja barangkali. Kelakuan Lala yang tak pernah menjawab pertanyaan ketika aku tanya pun semakin membuat aku berang. Semua teori tentang parenting hilang dari kepalaku. Aku selalu meninggikan suara dan mengancamnya. Ketika sedang marah, aku selalu berkata “Lala, kalau Lala nggak mandiri, nggak jadi ulangtahunnya, batalin aja semuanya!” Kami memang mensyaratkan agar dia menjadi lebih mandiri di ulang tahunnya yang ke-5.
Pokoknya, hari Minggu ini mungkin hari buruk untuk Lala. Dia seolah mendapat beban berat setelah usianya 5 tahun. Dia tidak ingin kehilangan semua hadiahnya, tapi kami selalu berkata akan memberikannya pada orang lain jika Lala tidak mandiri.
Setelah makan malam dan anak-anak tidur, aku berkata pada suamiku “Kenapa ya yah, hatiku rasanya panas terus 3 hari ini, memang sih mau mens, tapi sekarang nggak kayak biasanya, anak-anak jadi korban. Aku koq jadi kehilangan kontrol. Malik yang biasanya jarang aku marahi pun jadi kena marahku.” Aku mulai berkeluh kesah pada suamiku. Seperti biasa dia tak pernah menyalahkan aku “Ya wajar ma, mama melakukan semua sendirian. Aku hanya khawatir sama Lala, mungkin betul telinganya harus dioperasi karena hari ini semakin parah, dia sama sekali tidak menjawab ketika kita panggil. Mungkin kita harus membawanya lagi ke dokter ma…”
Tiba-tiba, rasa pedih muncul dihatiku. Terbayang bila Lala harus dioprek-oprek telinganya. Hiks… tiba-tiba aku menangis, tak rela rasanya. Tangisku semakin menjadi karena aku ingat apa yang telah aku lakukan padanya tadi malam. Lala terbangun semalam, merengek-rengek tak bisa tidur, mungkin bermimpi. Tapi aku yang kesal karena terbangun di tengah malam malah memarahi Lala “Lala, lala kan udah janji mau mandiri, tidur sendiri, bunda dan ayah nggak mau nemenin lala. Kalo Lala merengek-rengek terus begini, berarti lala masih kecil dong, nggak jadi 5 tahun, dikembaliin aja semua hadiahnya!”
Lala hanya bisa menangis dan merengek, akhirnya, dia tidur di sebelahku. Tapi karena kesal, aku tidak memeluknya dan tak menggubrisnya. Hiks… aku menyesaal sekali. Aku menangis sejadi-jadinya mengingat semua itu dan juga mengingat betapa 3 hari ini aku telah menjadi ibu yang selalu marah-marah melulu di depan lala. Hiks ya Allah ampuni aku. Tapi aku tak sanggup bila tak Kau mampukan ya Allah. Aku hanya manusia yang tak punya apa-apa, hanya ketitipan ya Allah. Hanya dengan ijinMu aku bisa sabar dan menjadi ibu yang baik, jadikanlah aku ibu yang baik buat anak-anakku, sesuai dengan keinginanMu ya Allah…
Aku menangiiiis terus, hatiku seolah mendapat siraman cahaya baru untuk mengubur semua kemarahan itu dan berubah menjadi sebuah keyakinan untuk mendidik mereka dengan penuh kesabaran. Suamiku pun berkata ” Ya mungkin, di hari ulang tahun mereka, kita diberi peringatan oleh Allah, diberi hikmah lewat Lala yang tiba-tiba jadi semakin parah telinganya. Betapa waktu mereka demikian berharga untuk kita lewatkan. Kita benar-benar harus kembali ke dalam, kembali ke keluarga dulu, kita harus kembali mendoakan mereka selalu disaat mereka tidur. ”
“Hiks-hiks iya ayah, aku nggak mau lagi bicara keras sama anak-anak, kita harus selalu pake kalimat positif, kita harus selalu mendatangi mereka kalau kita perlu sesuatu, nggak dari jauh yah, kita harus sangat sabar menghadapi mereka yah hiks hiks….” aku berdiskusi dengan ayah, sambil terus menitikkan air mata.
” Aku jadi ingat ma, bahwa “No children left behind”. Anak-anak tak pernah salah, orangtuanya lah yang salah bersikap sehingga anak menjadi salah. kita harus pegang prinsip itu ma. Lala mungkin begitu karena kita yang mengancam dia. Teliganya nggak apa-apa, pasti baik-baik aja. Itu karena kita ma, kita coba besok untuk merubah semua yaa ” begitu kata ayah mencoba menenangkan aku.
Ternyata, Allah langsung menguji kesabaran dan janji kami. Malamnya, Lala menangis dan rewel sekali. Lala tak mau tidur di dalam kamar, dia menggeletakkan badannya di luar sambil menangis sesenggukan. Ayah mencoba menenangkannya, tapi tangis lala bertambah keras dan menyuruh ayah tidur karena besok ayah harus pergi kerja katanya. Lalu bunda mencoba memeluk dan menenangkannya.
“Lala sayang, sini dipeluk bunda nak, Lala nggak mau tidur di dalam ya?”
“Hua..hua…iya… Lala mau tidur di luar aja.”
“Lala takut, Lala mimpi buruk?”
“Hiks…hiks…iya bunda…iya, Lala mimpi buruk, udah beberapa hari ini Lala tiap tidur mimpinya nggak indah terus bun…huaa…”
Deg… hatiku langsung tersentak. Ternyata betul. Barangkali dia betul-betul stress karena perlakuan kami. Apalagi dengan apa yang telah kulakukan semalam ketika aku memarahinya sewaktu dia terbangun karena mimpinya. Rasanya aku menyesaal sekali. Dalam hati aku berjanji untuk tak akan lagi mengulangi semua ini.
Esok paginya, kesabaran kami kembali diuji. Lala rewel sekali, masalah bajulah, sepatulah, makanan lah, nangis dan merengeek terus. Padahal, dia harus buru-buru sekolah. Tapi, ayah pun mulai menanganinya dengan penuh kesabaran, tidak lagi memarahi dan menyuruhnya buru-buru. Setelah ayah menjelaskan semuanya dan berjanji untuk tidak bersuara keras lagi, tangis lala berangsur diam dan mulai tenang.
Ajaibnya, sejak itu dia selalu menjawab pertanyaan kami setiap ditanya. Ternyata telinganya baik-baik saja, dia betul-betul melakukan semua itu karena protes dan stress barangkali. Hmh, untung saja Allah segera memberi peringatan. Anak-anak memang selalu membawa sinyal dari Tuhan. Kami orangtuanya lah yang harus pandai-pandai membaca sinyal-sinyal itu. Terimakasih Tuhan karena telah menegur kami dan memberi kesadaran baru pada kami. Sungguh merupakan pelajaran berharga bagi kami untuk menjadi orangtua yang selalu mengisi hati ini dengan sabar. Selama ini, teori tentang sabar sudah sering sekali kami dengar, dan kami sudah cukup berhasil melakukannya. Tapi, menjadi orangtua baru di Groningen dengan segala masalah yang muncul membuat kami lupa. Kesabaran itu perlahan-lahan terkikis. Kini semoga, Allah menumbuh suburkannya lagi dan lagi didalam hati kami.