Mejeng di Majalah Lisa

“Ada yang mau jadi responden seputar parenting dan kesehatan?” Pertanyaan ini muncul dalam sebuah postingan di milis WRMom. Iseng-iseng aku bales, “Aku mau deh Ri, kebetulan aku suka sama dunia parenting dan kesehatan anak,” jawabku pada Ary waktu itu.

Beberapa minggu kemudian, Ary betul-betul memintaku jadi respondennya untuk majalah Lisa. Aku diminta untuk menulis pengalamanku selama tinggal di Belanda, terutama tentang apa yang aku lakukan agar anak-anakku tetap cinta Indonesia. Aku juga diminta untuk mengirimkan foto keluarga. Aku kirimlah foto keluarga dengan baju Volendam khas Belanda, dan juga foto keluarga jadi bule waktu kami liburan ke Salzburg. Continue reading “Mejeng di Majalah Lisa”

Menjelma jadi Obat

Selalu ada masa di mana seseorang merasa ‘jatuh’. Kadang memang perlu, sebagai pengingat bahwa proses hidup akan selalu diwarnai dengan jatuh-bangun. Mau pilih mana, tetap terpuruk atau bangkit. Bangkit artinya siap melakukan evaluasi dan memulai lagi rencana-rencana dan mimpi. Bangkit, satu kata yang mudah diucapkan, tapi sulit untuk dijalankan. Selalu saja ada yang dikorbankan saat kita hendak bangkit. Entah air mata, ataupun pergulatan jiwa. Hari ini semua itu kualami lagi. Autumn depresi? ataukah PMS? Entahlah, yang jelas, rasanya aku benar-benar sedang terpuruk. Dan kini kedua buah hatiku menjelma menjadi obat. Menyembuhkan rasa. Menyuntikkan setitik semangat lagi.Seperti biasa, kalau sedang down begini, semua kutumpahkan pada suamiku tercinta. Lewat telepon genggam itu, semua kukeluarkan. Dan tentu saja akan berakhir dengan episode yang sama, menangis. Kedua buah hatiku sedang bermain di sisiku. Mereka sudah terbiasa melihatku menangis. Sesekali aku memang butuh menangis. Menangis itu kadang bisa menyembuhkan luka-luka. Tapi, walaupun terbiasa, mereka pun selalu bertanya,”Kenapa bunda nangis?” Dan Lala mengucapkan pertanyaan serupa tadi. Sedangkan Malik terlihat cuek.
Continue reading “Menjelma jadi Obat”

Ayah, Kau Begitu Berharga

Saat kau tak ada, dunia kami terasa hampa. Tak ada lagi gelak tawa dan jerit mungil anak-anak kita. Tak ada lagi cekikik geli mereka. Mereka rindu wajah anehmu ketika kau menjadi hamtaro yang lucu. Mereka rindu rentetan peluk ciummu yang kadang berlebihan dan membuat mereka kesakitan. Mereka rindu diputar-putar, mereka rindu dikejar-kejar. Mereka rindu suaramu yang bisa mengecil dan membesar. Mereka rindu wajahmu yang bisa berubah menyeramkan. “Aik miss ayah, mbak Lala kangen ayah,” begitu mereka berujar, hampir setiap malam. Ayah, kami sangat rindu padamu. Kau begitu berharga. Tanpamu, dunia menjadi begitu berbeda.“Para ayah memiliki pengaruh luar biasa terhadap anak-anak mereka. Gaya permainan ayah kepada anaknya yang sangat heboh dan kadang kasar justru merupakan cara yang penting untuk membantu anak belajar tentang emosi. Ayah yang secara emosional terlibat dalam pengasuhan anak-anaknya terbukti memberi kontibusi khusus bagi tumbuh kembang mereka. Studi psikologi bahkan menunjukkan bahwa Anak-anak yang ayahnya kerap meneguhkan perasaan mereka dan memuji prestasi mereka memiliki hasil yang lebih baik dalam prestasi akademis dan dalam hubungan dengan teman sebaya,” kata John Gottman dan Joan DeClaire dalam bukunya ‘Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional’.
Continue reading “Ayah, Kau Begitu Berharga”

Kampanye Bicara Kalimat Positif

Bicara menggunakan kalimat positif sangat penting, begitu kata banyak pakar. Anjuran itu telah lama kudengar, kutulis bahkan kucamkan dalam benakku. “Orangtua yang selalu berbicara positif, akan membantu menumbuhkan harga diri anak. Kata-kata positif memiliki kekuatan untuk membuat anak merasa berguna, merasa senang, memberi harapan dan memupuk jiwa mereka,” tulis Mimi Doe, dalam bukunya ‘Sepuluh Prinsip Spiritual Parenting”.
Continue reading “Kampanye Bicara Kalimat Positif”