Aku merasa perlu untuk mengikat proses belajarku dalam kejadian poligaminya Aagym yang kemaren bikin aku kecewa. Ternyata betul, pasti ada pesan Allah dari kejadian ini buatku. Aku menangis, aku tertawa, aku kecewa, aku bahagia semua dari Allah. Ternyata betul, tidak sia-sia air mata yang kukeluarkan, aku dapat banyak sekali pelajaran. Karena itu lah aku ingin mencatatnya.
Pertama, tentang kacamata, (thanks to mbak eva yang sudah dengan tepat menggambarkan apa penyebab kekecewaanku :-)), ya rupanya si kacamata ini penyebabnya. Tanpa sadar aku sudah memaksakan kacamataku untuk dipakai orang lain, (dalam hal ini Aa Gym sebagai tokoh yang kukagumi). Dan akibat dari pemaksaan kacamata ini, aku jadi terlibat secara emosional. Pelajarannya, aku jadi ingin lebih menyelam ke dalam diri. Ternyata, apapun itu, lebih baik aku menjadi penonton saja untuk kejadian-kejadian manusia di luar diriku.
Terbukti, kalau aku masih saja memaksakan kacamataku untuk dipakai orang lain, saat baca-baca berita seputar beliau, masih ada saja komentar-komentar jail yang keluar dari mulutku.Padahal sang dai sudah kasih klarifikasi ya, dan sudah menjelaskan duduk perkaranya( walaupun masih diplomatis). Mbok yao mulutku ini diem aja, memaklumi pilihan belio saja, wong belio ya nggak melakukan dosa koq, wong memang nggak dilarang agama koq. Tapi ya begitu lah, teuteup ini mulut ga bisa dikunci hehe. Contohnya dan yang paling hobi kusebut-sebut hehe,”Kalau gitu, kenapa harus sama mantan model cantik dan lebih muda? Kenapa harus poligami yang jadi solusi untuk kehancuran moral? Apa nggak ada cara lain? Emergensi exit itu kan bisa diada-adain, siapa yang bisa mengukur emergensi ato bukan? Walaupun istrinya ikhlas dan anak-anaknya ikhlas, tapi kan teteup mereka harus melewati proses sakit, padahal menyakiti hati itu kan ga boleh,”…dst..dst… Kesian deh suamiku musti jadi keranjang sampah menampung jailnya mulutku hehe.
Tapi untungnya, suamiku selalu mengingatkan untuk cukup menonton saja kejadian di luar sana.Pelajaran yang lebih pentingnya adalah soal menyelam ke dalam diri. Aku dan suamiku jadi mengevaluasi lagi, apa sih sebetulnya kacamata kami dalam soal poligami dan keluarga? Aku lagi-lagi diskusi sama suamiku, dan minta masukan juga dari seorang sahabat. ‘Kacamata’ kami akhirnya berbicara begini:
– Meskipun tidak dilarang, dan bukan anjuran, poligami bagi kami adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Rosulullah adalah manusia yang luar biasa. Beliau adalah manusia yang sudah dimaksum, segala ucap, langkah dan laku beliau semua sudah disetir oleh Allah. Soal keadilan, tentu saja Rosulullah sangat bisa berlaku adil baik fisik dan jiwa, karena Allah sudah memberikan banyak kelebihan pada beliau. Dan istri-istri beliau pun diberi kemampuan lebih, bukan sembarang manusia pula.Tapi manusia biasa? Hmm… wallahualam. Jadi, poligami bukan pilihan kami.
-Agama diciptakan justru untuk mengekang hawa nafsu. Jadi bagi kami poligami tidak bisa dijadikan solusi untuk mengekang hawa nafsu. Mestinya agama lah yang bisa mengekang hawa nafsu itu. Sehingga keinginan untuk punya TTM atau keinginan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan libido mestinya tidak diikuti, karena sudah berusaha baik-baik mengikuti jalan agama (seperti sholat, puasa, zikir, shodaqoh, zakat, dll).
-Keluarga adalah inti dari masyarakat. Keluarga yang baik akan melahirkan masyarakat yang baik pula. Dari sini lah kerusakan moral bisa dicegah. Dan dalam keluarga, cinta adalah intinya, cinta dari Allah yang telah dianugrahkan kepada hati-hati kami. Bila kami membersihkan hati-hati kami, maka cinta Allah itu akan semakin memancar kepada kami. Karena itu kami ingin memelihara cinta itu sebaik-baiknya, menggalinya lagi dan lagi. Menggosok kerak-kerak dalam hati kami lagi dan lagi. Kami ingin membangun cinta, cinta dan cinta itu dalam keluarga. Karena kami yakin dari sanalah cinta itu akan menyebar ke sekitar dan alam semesta.
-Kami merasa, dengan poligami, cinta yang telah dititipkan kepada kami itu tak akan lagi bisa kami jaga baik-baik. Contohnya, semalam aku menatap anak-anakku yang tertawa dengan riangnya karena digelitiki suamiku. Ah sungguh betapa bahagianya aku melihatnya. Dan aku membayangkan seandainya saat itu ada istri lain dan anak-anak lain dalam rumah itu, akankah aku sebahagia itu? Duh membayangkannya saja sudah ngilu. Bisakah aku menjaga cinta dengan hati yang ngilu? Sungguh, aku tak mampu!
-Bagi kami cara termudah untuk membersihkan hati adalah dengan bersyukur dan bersyukur. Karena hanya dengan selalu bersyukur, jalan menuju keikhlasan itu terbuka lebar. Cara lainnya tentu dengan ibadah-ibadah yang sudah dianjurkan oleh agama. Tapi yang sangat membantu rasanya dengan banyak-banyak berpuasa, karena puasa bisa membersihkan hati dan mengendalikan diri. (Semoga kami dijauhkan dari rasa malas untuk melakukannya).
Insya Allah kami yakin, asalkan kami selalu meluruskan niat untuk selalu membersihkan hati seperti ini, Allah akan memudahkan.
-Nafsu dan cinta bedanya tipiiiis sekali. Karena itu membersihkan hati sebersih-bersihnya ini menjadi tugas yang teramat penting. Disanalah ‘rumah’ Allah bersemayam. Badan ini hanya wadah. Ketika wadah dan hati sudah bersih, Sang Empunya wadah lah yang akan bekerja.
-Kami hanya ingin menyaksikan saja episode-episode manusia di luar diri kami sebagai jalan munculnya pesan dan petunjuk bagi perjalanan diri kami. Biarlah orang lain yang melakukan poligami itu menjadi urusan Allah. Di dalam Allah, diluar pun Allah, dimana-mana Allah. Allah sudah atur semua, tugas kami hanya bersih-bersih.
Kira-kira begitu kesimpulan kami. Kalau dari suamiku, bahasanya begini:
Keluarga itu seperti masyarakat kecil.
Kebahagiaan dalam penerbangannya,
hanya akan terasa jika Allah memberikan anugerah
berupa rasa cinta di dalamnya.
Rasa cinta yang dari Allah ini bersemayam di dalam hati
seperti mutiara yang tersembunyi dalam kerang.
Rasa cinta itu bersinar ke luar, ke sekitar,
seperti cahaya lampu
yang menerobos bola kaca yang jernih.
Tugas kita hanyalah membersihkan hati,
sebersih-bersihnya,
agar mutiara itu nampak,
agar cahaya itu menyemburat ke luar.
Dan untuk membersihkan hati,
tugas kita hanyalah BERSYUKUR.
Mensyukuri segala yang ada,
karena itulah pemberian dari Allah.
Dia Yang Maha Tahu kebutuhan kita,
dan jangan sekali-kali kita jahil
dalam memanipulasi keadaan keluarga dan diri kita.
Hanya dalam hati yang bersih saja,
cinta suci dari Allah akan keluar membuat bahagia keluarga.
Dan pada gilirannya,
sebuah keluarga yang penuh cinta dari Allah,
akan dipersembahkan olehNya
kepada masyarakat, bangsa, dunia, dan alam semesta
sebagai rahmat.
Namun, cinta dan nafsu itu tipis sekali batasnya.
Cukuplah kita berusaha membersihkan hati, sebersih-bersihnya.
Dan Allahlah yang akan membimbing
perjalanan orang-orang yang ingin membersihkan hatinya.
Biarlah orang-orang yagn melakukan poligami
itu menjadi urusan Allah.
Itu juga dari Allah, karena Dia punya maksud tertentu,
untuk memperlihatkan kepada kita hikmah.
Dan cukuplah buat kami,
melihat ke dalam diri dan membersihkannya.
Semoga cinta dari Allah semakin bersemi.
Amin…amin ya Robal alamin….Ya Allah mampukan kami….semoga ini bukan hanya menjadi sekedar ucapan dan tulisan belaka…