Penaklukan Arogansi Intelektual

Ada fase baru dalam hidupku kini. Studi suamiku hampir usai sudah. Menjelang pulang sama dengan pembengkakan. Ya, apalagi kalau bukan pembengkakan uang. Belum lagi mimpi-mimpiku masih melambai tak mau terbang. Aku ini doyan jalan. Turki, Maroko, Umroh, duh sungguh sayang kalau tempat-tempat itu dilewatkan. Impianku untuk sekolah lagi pun masih terbayang, tentu saja uang pun dibutuhkan. Ongkos pesawat Amsterdam-Jakarta mahalnya bukan kepalang. Apalagi biaya sekolah.Terlepas akan kemanakah Allah hendak membawa kami menetap nantinya, tetap saja kami harus sejenak pulang. Sejak tiba di negeri ini pertengahan tahun 2004, kami belum pernah sekali pun pulang. Continue reading “Penaklukan Arogansi Intelektual”

Perpustakaan Impian

Di ruangan seluas sekira 15 x 20 meter itu, tiba-tiba saja melintas keinginan kuat dalam hatiku. Suatu hari nanti, aku ingin membuat yang seperti ini. Ruangan luas dengan karpet terhampar, penuh deretan buku dalam jejeran lemarinya. Ah, andai di rumahku nanti, ada ruangan seperti ini. Tak perlu seluas 300 meter persegi. Tapi hamparan karpet yang nyaman, dengan boneka-boneka lucu, bantal guling empuk warna-warni, meja dan kursi kecil-kecil berbentuk binatang, dengan tebaran buku seluas mata memandang. Ah, tentu anak-anak akan senang. Bukan cuma anak-anakku, tapi anak-anak di sekitar rumahku dan anak-anak di daerahku barangkali. Mana tahu ruangan itu bisa membuat mereka menjadi pencinta buku. Continue reading “Perpustakaan Impian”

Memahat Jejak Manis Ramadhan

“Sahur..Sahuur! Tok..Tok..Tok..Sahur..Sahur…!” Suara-suara itu kerap membangunkan lelapku dulu. Walaupun kemudian aku tidur lagi dan baru bangun setelah ibuku menggoyang-goyang badanku, namun suara panggilan sahur, yang hampir setiap tahun kudengar itu, seperti paku yang menancap kuat dalam memoriku.

Begitu pula dengan ‘ngabuburit’. Setiap anak yang dibesarkan di Jawa Barat, pasti kenal dengan istilah ini. Ngabuburit selalu asik. Main galah, main kasti, main kartu, main layang-layang, main masak-masakan, semua permainan kami lakukan untuk melupakan sejenak haus dan lapar. Tiba-tiba saja senja sudah menjelang. Tiba-tiba saja adzan maghrib berkumandang. Es cendol, es teler, kolak, cincau, setiap hari berganti di meja makan, menjadi penganan pembuka puasaku.

Belum lagi suasana sholat tarawih bersama. Biarpun di shaf paling belakang suara ribut selalu terdengar, walaupun saat sholat terdengar anak-anak berlarian, tapi ceramah ustadz harus tetap kudengar, supaya bisa mendapat tandatangan. Ah, kenangan-kenangan ramadan itu selalu membuat rindu, dan selalu membuat bulir bening mengambang di mataku. Continue reading “Memahat Jejak Manis Ramadhan”

Paru Goreng ala Mimih

Paru goreng
Paru goreng

Aku suka banget paru goreng, walaupun tau sih kolesterol tinggi bo! Dan untungnya bertaun-taun tinggal disini ga pernah nemu paru di toko daging, bener-bener hidup sehat deh disini mah. Tapi kadang saking kangennya aku suka nitip ke ibuku minta bawain paru goreng kalo ada temen yang pulang.

Hingga suatu hari, nisa membawa berita, ada yang jual paru di toko Turki Al Fysal. Alamaak berabe..berabe! Kedemenan gw ada disini! Bisa-bisa acara hidup sehatku berantakan dah. Bener aja langsung lah aku berburu paru, sampe bela-belain pesen dan bolak balik ditungguin. Ternyata ga sia-sia, suamiku langsung dikasih 11 kg paru! Gilaaak! Liat paru-paru sapi sebanyak itu berdarah-darah di rumah udah mblenger duluan aku. Langsung lah kubagi 3, buat nisa 3 kg, buat acara bubar 3 kg, buat lebaran 3 kg dan buat kugoreng 3 kg. Untung aku punya freezer segede kulkas dari mba Indah, berguna banget itu freezer. Continue reading “Paru Goreng ala Mimih”